MARAPI

Da Pink
Chapter #35

#35. Dijodohkan

Hari-hari Mario memang semembosankan itu. Ia tak terlalu banyak bergaul, apalagi dengan lawan jenis. Baginya, tidak ada perempuan yang lebih baik dari Meranti. Setiap hari selalu sendiri. Di kantor, hanya serius dengan pekerjaan, memberikan hasil semaksimal mungkin. Lalu, pulang ke apartemen dan menjalani hidup seperti bujang lapuk.

Sang mama di kampung halaman kerap berusaha mencarikan jodoh. Berkali-kali meminta Mario pulang, tapi selalu ditolak. Seperti malam ini. Mamanya menelepon kembali, menanyakan kesediaan Mario untuk pulang kampung.

"Saya belum kepikiran, Ma."

"Kenapa? Usia kamu udah 27 tahun, Mar. Karirmu bagus. Nggak ada kurangnya. Kenapa menunda untuk menikah? Mama sudah carikan calon terbaik. Jelas bibit, bebet dan bobotnya juga."

Mario mengembuskan napas berat.

"Saya akan menikah kalau hati saya udah terbuka buat menjalin hubungan yang serius dengan wanita."

"Ada? Kalau kamu ketemu di sana juga tidak apa-apa Mario. Mama mau kamu menikah. Segeralah menikah, Nak. Jangan menunda-nunda."

Ini bukan perihal sengaja menunda, tetapi memang hati yang tak terbuka menerima orang lain di dalam hidup ini. Mario tersiksa dan terluka dengan penyesalan tiada berujung. Padahal kematian Meranti bukan salahnya. Ini sudah menjadi takdir hidup yang harus dijalani.

"Ada apa sebenarnya, Mario? Apa yang terjadi sampai kamu jadi begini?"

"Nggak ada apa-apa, Ma. Saya baik-baik aja."

"Tapi kamu seolah membentengi dirimu sendiri. Apa ini masih ada kaitannya dengan Meranti?" tanya sang ibu lagi.

"Ma, nggak perlu bawa-bawa orang yang udah lama meninggal. Meranti udah nggak ada di dunia ini."

"Justru itu, lanjutkan hidupmu, Mario. Mama mau kamu pulang minggu depan. Bertemulah sebentar dengan Lisa. Dia gadis yang baik. Dia memiliki pekerjaan di sini. Jika kalian cocok dan kamu nggak mau dia bekerja. Boleh minta dia berhenti. Dia siap mengabdi."

Mario berdecak. Sudah seserius itu ternyata.

"Mama mohon. Tolong pulanglah sebentar. Sehari atau dua hari. Kamu pasti dapat izin. Sudah lama kamu bekerja, pulang hanya ketika lebaran saja. Apa kamu tidak rindu dengan Mama? Keluargamu di sini?"

"Ma, saya bekerja untuk menyibukkan diri. Lagipula teman-teman saya udah nggak ada. Mereka pergi empat tahun lalu. Saya juga mohon pengertian dari Mama. Saya rindu dengan keluarga, rindu semuanya."

"Baik, Mama akan mencoba mengerti keadaanmu. Tapi kali ini pulanglah sebentar. Mama mohon."

Mario tak punya cara untuk menolak. Ia akhirnya mengiakan juga.

"Baiklah. Minggu depan. Saya akan ajukan cuti terlebih dahulu."

Lihat selengkapnya