Sore ini, langit tampak mendung. Langit berwarna abu-abu tersebut disertai kilatan dan suara-suara menggelegar halilintar yang kian bersahutan. Cuaca yang amat tidak bersahabat. Rintik-rintik hujan sedikit demi sedikit terus berjatuhan, memukul- mukul atap rumah yang berbahan genting tanah liat, menghasilkan suara gemercik yang semakin lama semakin deras, membasahi rumput dan dedaunan di halaman,pohon-pohon pun seakan menari-nari tertiup angin.
Maret duduk di kursi meja belajarnya yang menghadap ke arah halaman,ia memainkan pensil mekaniknya. Arah matanya menatap ke arah jendela, menatap tetesan air hujan dengan tatapan sendu. Biasanya Mahdra dan Febri akan mengajaknya bermain hujan - hujanan ketika ibu sedang tidur, sibuk, ataupun ia sedang pergi. Tapi lain dengan saat ini, hujan yang turun hanya membawa kepingan - kepingan kenangan lewat setiap rintikan dan suara gemercik airnya. Maret memakai syalnya, angin yang berhembus lewat ventilasi jendelanya membuatnya sedikit kedinginan.
Maret kembali menatap keluar jendela. Tawaan dan kegembiraan mereka terngiang-ngiang di benak kepala Maret, membuatnya semakin merindukan persahabatannya. Persahabatan yang amat sederhana, sekedar bermain sepeda menembus derasnya hujan, berteduh bersama dibawah payung kecil dan saling berdesakan agar buku mereka tidak basah sepulang sekolah,lomba balap lari dibawah langit kelabu dengan sedikit gerimis, berbagi satu cup mie instan bertiga setelah hujan- hujanan , dan main cipratan air. Sederhana memang, tapi entah kenapa celotehan, candaan mereka, sangat berbekas di pikiran Maret. Hujan saat itulah yang amat dirindukan. Bukan hujan kali ini yang diiringi bunyi halilintar yang kadang memekik telinga. Dan semua kenangan itu hanya bisa diingat dengan penuh kesenduan. Tapi Maret saat ini hanya bisa terdiam. Tenang, hanya sejenak, besok ia benar-benar akan bangkit kembali begitulah isi hatinya. Hanya demi sebuah persahabatan sederhana.
Di sisi lain, Mahdra duduk di balkon kamarnya dengan tangan terlipat. Wajahnya menunjukan ia sedang khawatir. Jelas ia sedang mengkhawatirkan Maret. Ketakutan nya adalah ia akan menemukan Maret kembali dalam kondisi yang jauh berbeda dari sikapnya yang periang seperti biasanya. Ia menjadi pemurung sejak Febri kembali ke Canada. Ia merasakan,memang kurang berwarna rasanya kehilangan salah satunya.Tapi, ia memang harus harus belajar merelakan. Sebenarnya, bukan pesan perpisahan Febri yang membuatnya ingin selalu menjaga Maret. Tapi rasa itu tumbuh dalam diri Mahdra sendiri. Rasa yang tak ingin membuat Maret terus terpuruk dan tenggelam dalam kesedihan yang berlarut-larut. Dan Mahdra hanya berharap suatu saat ia hanya ingin melihat Maret tersenyum bahagia karena ia berhasil mengutuhkan kembali persahabatan mereka.
Dari sisi lain pula, jauh disana. Dia hanya bisa meringkuk disudut tempat tidurnya, tempat barunya, kehidupan barunya. Ia tumpahkan segala kerinduanya hanya disudut tempat tidurnya. Amat terlihat lemah dan sangat melukai sisinya sebagai laki-laki. Tapi apa yang harus ia perbuat lagi. Rindu itu sudah amat dalam dan ingin pergi keluar . Sehingga rindu tersebut perlahan lahan tumpah lewat air mata dan isakan. Tangisan pertama Febri diawal musim dingin bulan Februari di Canada.
Mereka bertiga benar - benar terlarut dalam Nostalgianya masing-masing. Saling memendam rindu satu sama lain, dan merindukan sebuah persahabatan kecil.