Margin

Oleh: Aliurridha

Blurb

"Aku punya tawaran untukmu. Pekerjaan. Mungkin ini bukan jenis pekerjaan yang kamu suka. Gajinya juga tidak terlalu besar juga (ia menyebutkan nominal), tapi pekerjaan ini tidak berat. Kamu tidak perlu memeras otak memikirkan ide cerita. Eh, kamu masih menulis, kan? Kamu dulu menulis cerita? Esai juga ya? Terus apalagi?"

"Aku menulis segala yang menghasilkan uang," balasku ketus.

Kutil tertawa. "Pas betul. Pekerjaan ini masih dekat-dekat dengan menulis."

Kutil kemudian menjelaskan pekerjaan yang ditawarkannya. Seperti yang dikatakannya tadi, pekerjaan itu memang tidak merepotkan. Hanya menjadi notulen untuk setiap pertemuan yang dilakukannya dengan orang-orang besar (ia benar-benar mengatakan orang-orang besar). Karena itu ia butuh orang yang bisa dipercaya untuk menjadi notulen, mencatat poin-poin penting dalam pertemuan-pertemuannya, kemudian membuat laporan untuk dikirim ke pusat.

Pusat? Aku pun menanyakan maksudnya. Meski aku sudah menduga ini ada hubungan dengan politik (sejak kuliah Kutil selalu menempel dengan orang-orang yang berpotensi menjadi orang-orang besar di negeri ini), tetap saja aku terkejut ketika mendengar apa yang dikatakannya.

"Pilpres?" tanyaku tidak percaya.

"Benar," jawab Kutil singkat.

(sebuah kisah yang dipenuhi intrik politik, drama pengkhianatan, dan tragedi yang tidak tercatat narasi besar)

Lihat selengkapnya