Margin

Aliurridha
Chapter #1

Margin #1

15 November 2023

Aku mendapat panggilan dari nomor tak dikenal. Saat panggilan telepon itu datang, aku sedang berusaha keras menyusun garis besar ceritaku. Aku mengabaikan panggilan itu. Di luar karena sedang sibuk, aku memang tidak pernah mengangkat telepon dari nomor tak dikenal. Biasanya telepon seperti itu adalah telepon salah sambung atau telepon yang datang dari penipu ketinggalan zaman. Aku tak punya waktu meladeni orang-orang seperti itu. Lagi pula saat ini aku sedang sibuk. Aku harus segera menyelesaikan peta ceritaku, tetapi telepon sialan itu tidak berhenti berdering, dan deringnya benar-benar mengganggu. Aku tidak bisa berkonsentrasi. Terpaksa aku bangun, mengangkat pantatku dari kursi malas, meninggalkan draf cerita yang terus kupandangi sedari pagi, draf yang tampaknya tidak akan pernah selesai.

“Halo, bagaimana kabarmu, Bung?”

Rasanya aku pernah mendengar suara itu di suatu tempat, tetapi di mana itu, aku tidak ingat.

“Ini Lele, masak kamu lupa?”

Lele, ah, iya. Tentu saja aku ingat Lele temanku saat kuliah di Surabaya dulu. Nomornya baru lagi. Orang ini masih saja seperti dulu, suka gonta-ganti nomor.

“Maaf tiba-tiba telepon. Kamu sibuk?” tanyanya.

Aku tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu. Aku sedang mengerjakan sesuatu yang seharusnya tidak boleh diganggu, tetapi apa yang aku kerjakan tidak lebih daripada menatap layar monitor yang hampir kosong. Aku tidak pernah berhasil menyelesaikan garis besar ceritaku, dan setelah mendengar pertanyaan itu, aku semakin yakin ceritaku tidak akan selesai.

“Aku punya tawaran untukmu. Pekerjaan. Mungkin ini bukan jenis pekerjaan yang kamu suka. Gajinya juga tidak terlalu besar juga (ia menyebutkan nominal), tapi pekerjaan ini tidak berat. Kamu tidak perlu memeras otak memikirkan ide cerita. Eh, kamu masih menulis, kan? Kamu dulu menulis cerita? Esai juga ya? Terus apalagi?”

“Aku menulis segala yang menghasilkan uang,” balasku ketus.

Lele tertawa. “Pas betul. Pekerjaan ini masih dekat-dekat dengan menulis.”

Lele kemudian menjelaskan pekerjaan yang ditawarkannya. Seperti yang dikatakannya tadi, pekerjaan itu memang tidak merepotkan. Hanya menjadi notulen untuk setiap pertemuan yang dilakukannya dengan orang-orang besar (ia benar-benar mengatakan orang-orang besar). Karena itu ia butuh orang yang bisa dipercaya untuk menjadi notulen, mencatat poin-poin penting dalam pertemuan-pertemuannya, kemudian membuat laporan untuk dikirim ke pusat.

Pusat? Aku pun menanyakan maksudnya. Meski aku sudah menduga ini ada hubungan dengan politik (sejak kuliah Lele selalu menempel dengan orang-orang yang berpotensi menjadi orang-orang besar di negeri ini), tetap saja aku terkejut ketika mendengar apa yang dikatakannya.

“Pilpres?” tanyaku tidak percaya.

Lihat selengkapnya