Margin

Aliurridha
Chapter #8

Margin #8

26 November 2023

Sesuatu yang buruk baru saja terjadi. Kutil mendatangi Angin dan memintanya untuk berhenti menyalurkan alat peraga kampanye (APK) ke beberapa nama. Ia berkata ada pengkhianat di antara para relawan yang mengambil APK di Posko. Orang-orang ini dicurigai mengambil APK untuk kemudian menyimpannya atau membakarnya. Tidak ada jawaban pasti terkait apa yang mereka lakukan dengan APK yang mereka ambil dari Posko, tetapi yang jelas mereka tidak mendistribusikannya. Diduga mereka sengaja melakukan itu untuk menjegal pergerakan TPGM. Kabar penjegalan itu Kutil dapatkan dari atasannya.

Atasannya? Bagaimana orang yang berada jauh di Jakarta sana bisa tahu peristiwa yang kita di sini tidak tahu.

Aku bertanya-tanya siapa sebenarnya atasan Kutil. Kenapa ia begitu banyak tahu? Ia bahkan tahu hal-hal yang terjadi di sekitar kami, lebih dulu daripada kami mengetahuinya. Pertanyaan itu semakin keras menggedor pintu keingintahuanku ketika suatu masalah muncul di Posko. Saat itu Kutil yang sedang istirahat di lantai dua tiba-tiba turun. Ia separuh berlari. Aku yang sedang berleha-leha, mengobrolkan sebuah film di ruang logistik bersama Faruk dan Angin terkejut ketika Kutil berlari turun. Wajahnya kelihatan panik. Ia terengah-engah.

“Mana Alta?” tanya Kutil di antara sengal-sengal napasnya.

Faruk mengangkat bahu. Angin berkata Alta Sudah pulang dari tadi.

“Goblok. Anak goblok!” kata Kutil memaki-maki. Ia menelepon seseorang. “Angkat, sialan! Angkat!” Kutil terus mengulangi umpatan itu seolah umpatan itu adalah mantra yang akan menyelamatkan dirinya dari marabahaya. Aku tidak mengerti apa masalahnya. Faruk dan Angin juga kebingungan.

Setelah berkali-kali menelepon dan tidak diangkat, Kutil mengirim pesan. Ia tampak begitu terburu-buru. Ketakutan memancar dari wajahnya. Setelah mengirim pesan, aku melihat tangannya agak gemetar. Aku menatap dengan penuh rasa heran. Aku menoleh ke Faruk mencoba mencari tahu apa masalahnya. Faruk menggeleng. Angin juga sama bingungnya. Kami sama-sama tidak mengatakan apa-apa untuk waktu yang lama.

 “Ya, Allah lemes sekali kaki saya,” kata Kutil memecah keheningan tetapi tidak kebingungan kami. Itu pertama kali aku mendengar Kutil menyebut nama Tuhan.

“Kamu kenapa?” tanyaku.

“Alta goblok!” Kutil kembali memaki.

“Siapa Alta?” tanyaku.

Tidak dijawab.

“Dia kenapa Alta?” Angin turut bertanya.

Lihat selengkapnya