Margin

Aliurridha
Chapter #12

Margin #12

7 Desember 2023

Tidak ada pertemuan lapangan hari ini. Pekerjaanku hanya mengulang-ulang memperbaiki laporan. Kutil mengirimiku pesan. Besok, kami semua diharapkan merapat ke Posko. Ada hal penting yang perlu dibahas. Nada pesan itu penuh perintah seperti biasa. Namun kali ini aku bisa merasakan ada kegentingan di dalamnya. Sesuatu terjadi dan aku tidak tahu itu apa. Namun aku tidak lagi memikirkannya saat melihat wajah pucat Mona. Ia kelihatan payah. Ia berjalan dengan terengah-engah dan sedikit terseok-seok. Ia tidak bisa menegakkan badannya. Aku belum pernah melihatnya seperti ini sebelumnya. Ketika aku bertanya apa yang terjadi dengannya, ia berkata dirinya tidak apa-apa. Setelah mengatakan dirinya tidak apa-apa, ia malah mengaduh. Ia memegangi perutnya. Tergurat kekhawatiran dari wajahnya. Aku bertanya, apa yang terjadi? Ia membalas, ada bercak. Aku kebingungan memproses informasi itu. Lalu ia menambahkan, tadi pagi, tiba-tiba ada bercak merah di celana dalamnya.

Aku memikirkan rasa takut dan rasa takut memakan habis diriku.

 

8 Desember 2023

Sebenarnya aku tidak ingin datang ke Posko hari ini. Kemarin aku panik dan terburu-buru membawa Mona ke rumah sakit. Ia sempat menolak untuk diantar ke rumah sakit. Ia berkata dirinya baik-baik saja dan aku malah membentaknya karena panik. Aku tahu ada yang tidak beres dengan dirinya, namun ia tidak ingin merepotkan aku. Ia tahu betapa sedang sibuknya diriku. Namun, ini bukan masalah kecil. Ini demi bayi di dalam kandungannya. Pulang dari rumah sakit, ia meminta maaf karena uang yang kami keluarkan untuk biaya pemeriksaan dan obat-obatan. Aku baru tahu obat penguat kandungan bisa semahal itu. Mona merasa bersalah atas apa yang terjadi. Aku memintanya untuk tidak repot-repot memikirkannya. Aku baru gajian, kataku. Namun, aku membohongi diriku saat berkata itu bukan masalah. Aku harus bekerja lebih giat, dan karena itu aku terpaksa meninggalkan istriku hari ini.

Siang ini kami mengadakan rapat. Rapat membahas tentang kedatangan orang-orang dari pusat yang katanya akan membantu kami. Ada lima orang yang akan datang dan siapa orang-orang ini Kutil sendiri masih belum tahu. Kutil menginstruksikan kepada kami semua untuk tidak terlalu banyak membuka percakapan dengan orang-orang ini.

“Kita tidak tahu benar apa tugas mereka. Biar katanya membantu, saya curiga mereka datang untuk memata-matai kita. Jika tidak ada yang terlalu penting, sebaiknya jangan bicara dengan mereka,” jelas Kutil.

“Kapan mereka datang?” tanya Faruk.

“Mungkin besok, mungkin lusa, mungkin seminggu lagi. Tidak ada yang tahu kapan pastinya,” jawab Kutil.

Kutil kemudian menjelaskan bahwa ruangan Media dan Propaganda akan dipakai untuk menjadi ruang kerja orang-orang Jakarta itu dan anak-anak Media harus pindah, bergabung dengan anak-anak Litbang. Setelah itu ia menginstruksikan jika ada orang-orang dari pusat bertanya seputar program atau strategi, bilang saja tidak tahu. “Minta mereka untuk bertanya langsung ke saya atau Tama,” ujar Kutil.

Mendengar nama Tama disebut, aku secara spontan mencari-cari Tama. Lelaki itu tidak datang. Sejak terakhir bertemu dengannya, aku tidak pernah melihatnya lagi.

 

9 Desember 2023

Saat sedang memperbaiki laporan-laporan para relawan, aku menemukan bukti bahwa ada dua relawan dalam struktur kerja TPGM yang tidak mendistribusikan APK sesuai jumlah yang mereka ambil di Posko. Dua orang merupakan Koordinator Kecamatan Gunungsari dan Batulayar (Lombok Barat) dan satu orangnya lagi merupakan Koordinator Kecamatan Cakranegara (Mataram). Temuanku itu memantik teman-teman dari divisi logistik bekerja keras. Mereka meminta bukti-bukti telah didistribusikan APK dari para relawan di luar struktur TPGM. Ternyata banyak dari relawan yang mengambil APK di Posko terbukti tidak mendistribusikan sesuai jumlah yang mereka ambil di Posko. Mereka yang bermasalah ini ditandai dan tidak diizinkan mengambil APK lagi di Posko sampai batas waktu yang belum ditentukan. Sekarang, penyelidikan atas kasus ini sedang berlangsung.

Selain masalah APK yang tidak terdistribusi, masalah lama masih menghantui para Koordinator Kecamatan Lombok Barat dan Mataram. Laporan mereka masih saja kacau. Sudah dibuatkan format serinci mungkin, mereka tetap tidak bisa melakukannya. Ada juga yang masih tidak melaksanakan kegiatan sosialisasi maupun distribusi APK. Kemudian ada juga temuan terkait distribusi spanduk yang mana mereka hanya memberikan sejumlah 50 ribu rupiah untuk warung dan mengambil 250 ribu rupiah untuk kantong pribadi. Bahkan ada beberapa yang dicurigai tidak memberikan ke pemilik warung satu rupiah pun. Ada juga yang memasang spanduk di malam hari untuk menghindari membayar ke pemilik warung. Tentu saja spanduk itu keesokan harinya langsung dicabut. Ada yang hanya memasang sebentar untuk difoto kemudian melepas kembali setelah mendapatkan foto untuk laporan.

“Orang-orang culas ini sudah tidak bisa dipercaya,” kata Kutil. “Mereka harus dicopot.”

Kutil tampak pusing betul hari itu. Aku memperhatikan ia memijit keningnya seolah itu bisa menghapus pusing. Lalu ia menyalakan rokok.

“Jika semua ini terserah saya, sudah saya copot mereka,” lanjutnya.

“Bukannya memang semua ini terserah kamu?” tanyaku.

“Ya, benar. Saya bisa saja mencopot mereka,” kata Kutil mengklarifikasi perkataannya. “Tapi mereka terlalu banyak tahu. Kalau kita melepas mereka, bisa jadi mereka membantu lawan. Semuanya serba salah.”

Benar juga. “Jadi apa solusinya?” tanyaku.

Kutil tidak menjawab. Ia malah melamun. “Di saat seperti ini Tama malah tidak ada. Sialan!” Kutil tiba-tiba memaki.

Lihat selengkapnya