15 Januari 2024
Hari ini lebih dari separuh koordinator lapangan gajian. Hari ini juga ada kegiatan lomba Mobil Legend yang diurus oleh adik ipar Tama. Hari ini juga ada kompetisi bola voli di Lombok Tengah yang kami sponsori TPGM. Hari ini ada segudang pekerjaan yang belum selesai. Dan di hari ini pula, masih ada orang-orang yang mencari-cari Kutil!
Kali ini orangnya tidak sama dengan yang datang tempo hari. Yang tempo hari orangnya lebih temperamental, tetapi justru lebih mudah ditangani. Yang sekarang orang-orangnya lebih dingin, namun aku merasa kesulitan menanganinya.
Yang mendatangiku kali ini adalah seorang laki-laki berusia empat puluhan awal dan seorang perempuan berusia tiga puluhan akhir. Keduanya berpenampilan menarik dan sebenarnya enak dipandang. Namun, mereka jauh lebih tidak bisa ditebak daripada orang-orang yang mencari Kutil sebelumnya. Keduanya terlihat seperti anggota FBI, CIA, atau agen-agen rahasia dalam film-film aksi Hollywood. Mereka menggunakan jenis pakaian yang tipikal dan mencolok: jaket hitam dan kacamata hitam. Mereka datang menggunakan mobil Pajero yang juga hitam. Gaya keduanya cukup khas sehingga tidak akan mudah dilupakan. Yang perempuan selalu memasukkan tangannya ke saku jaket dan yang laki-laki berbicara dengan nada yang datar, namun kalimatnya selalu dipenuhi ancaman.
Kedua orang ini, begitu turun dari mobil, langsung mencari-cari aku. Mereka tahu Kutil tidak di sini dan langsung mencariku di ruangan Kutil. Aku yang saat itu sedang berada di ruangan Kutil merasakan ketegangan yang tidak menyenangkan. Meski mereka tidak menunjukkannya dan berusaha selalu terlihat tenang, aku bisa merasakan mereka sedang dalam situasi panik. Tidak peduli sekeras apa mereka berlagak tenang, ada ketegangan yang tidak bisa disembunyikan dari wajah mereka. Si lelaki meminta aku memberitahu ke mana Kutil pergi. Aku berkata aku tidak tahu dan dia tidak percaya. Jujur, aku merasa sangat ketakutan saat itu. Tidak seperti yang sebelum-sebelumnya, aku masih bisa santai menghadapinya. Tentu saja aku tidak memperlihatkannya di depan kedua orang ini. Aku meniru gaya dan ketenangan Kutil ketika diancam masuk penjara. Namun, begitu aku mendengar dia menyebut nama Mona (entah dari mana ia tahu nama istriku?), aku berdiri dan meraih vas di meja ruangan itu. Ia boleh mengancamku apa saja, aku tidak akan bereaksi. Tapi begitu nama istriku disebut, aku bersumpah akan membunuhnya. Lelaki ini tidak menanggapi ancamanku. Ia malah tersenyum. Rekannya lantas membisikinya sesuatu ketika melihat tanganku menggenggam vas bunga itu dengan erat. Lelaki ini mengancam balik dengan meniru gaya bajingan-bajingan dari film Holywood. Ia meraih sesuatu yang menonjol di balik jaket dan dengan sengaja memperlihatkan benda itu. Ketika melihatnya, rasa takut menjalari tubuhku seumpama ada semut-semut yang sedang berjalan di pembuluh darahku. Aku tahu benda apa itu dari bentuknya, meski benda itu berbalut jaket tebal. Itu benda yang bisa membuat aku kehilangan nyawa dalam satu kedipan mata. Aku tidak pernah menyangka akan mengalami situasi seperti ini dalam hidupku. Rasanya situasi yang kami alami di Pujut tempo lalu tidak ubahnya komedi ringan jika dibandingkan situasi yang aku alami sekarang.
Aku tidak bisa bergerak. Tanganku yang meraih vas bunga ini bahkan tidak mampu mengangkat benda kecil itu, seolah vas bunga kini telah berubah menjadi besi seberat seratus kilogram yang diangkat orang-orang saat fitnes. Laki-laki itu lantas melirik ke arah tanganku. Ia tersenyum. Ia menunggu apa yang terjadi selanjutnya, seolah ia mengharapkan aku bergerak lebih dulu. Tetapi aku tidak juga bergerak. Lebih tepatnya aku tidak bisa bergerak. Rasanya seolah-olah ada Kutilhan karet yang membaluri sekujur tubuhku. Berat. Tubuhku benar-benar berat ketika digerakkan. Aku tidak bisa bergerak. Lelaki di hadapanku juga tidak bergerak. Tidak juga ia mengatakan sepatah kata pun. Suasana hening menyelubungi kami. Pintu dibuka dan Tama masuk memecah keheningan itu. Ia memandangi aku dan kedua tamuku.
“Apa-apaan ini?” tanya Tama. “Kita semua rekan di sini. Rekan dengan kepentingan yang sama.”
Lelaki itu lantas mengeluarkan tangannya dari kantong jaket. Setelah itu ia merenggangkan lehernya.
“Katakan itu pada temanmu ini,” ujar lelaki itu membalas Tama.
Tama tidak membalas. Ia tidak mengatakan satu patah kata pun. Aku juga tidak mengatakan apa-apa. Setelah itu rekannya, si perempuan tadi, menepuk pundak si lelaki. Ia mengajak lelaki itu keluar dari ruangan. Aku mendengar tawa lelaki itu setelah keduanya keluar ruangan. Tawa itu menyikut isi kepalaku. Nadanya penuh olok-olok.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Tama.
“Bukan masalah,” balasku.
Aku berbohong. Aku masih berusaha menstabilkan napasku yang seperti orang baru saja dipaksa berlari sprint tanpa pemanasan, tanpa persiapan.
Tama sepertinya mengetahui kebohonganku.
20 Januari 2024
Kutil benar-benar tidak pernah muncul lagi. Aku mulai merasa sesuatu yang buruk telah terjadi kepadanya. Jangan-jangan ia sudah kabur keluar negeri atau bahkan sudah dikubur di dasar laut. Orang-orang yang mendatangiku itu bukan orang yang bisa dianggap enteng, kata Tama. Mereka bukan lagi orang-orang pergerakan seperti yang datang kemarin. Tidak perlu diberitahu pun, aku sudah tahu. Aku punya bayangan di kepalaku terkait siapa mereka.
Aku mulai berpikir untuk sebaiknya berhenti sebelum hal buruk menimpaku.
23 Januari 2024
Sudah tiga hari aku tidak datang ke Posko dan Kutil secara tiba-tiba menghubungiku. Ia seolah tahu apa yang terjadi kepadaku, ia seolah tahu apa yang terjadi di sekeliling Posko, dan karenanya ia berkata aku tidak perlu khawatir. Kutil menjelaskan dirinya baik-baik saja. Namun, tidak seperti yang dikatakannya, yang tertangkap di telingaku dia tidak sedang baik-baik saja. Suaranya seperti orang yang menahan sakit. Samar-samar aku bisa menangkap isyarat halus itu dari nada dan cara bicaranya. Aku bertanya di mana dia sekarang, dan dia malah berkata dirinya ada di tempat yang tepat. “Itu tidak menjawab pertanyaanku,” balasku. Kutil tidak membalas. Aku bertanya kapan ia akan kembali, dan ia lagi-lagi tidak membalas. Ia hanya berkata, ada sesuatu yang penting sedang dikerjakannya. Setelah itu ia mematikan telepon.