"Re?"
Rea yang sedang fokus pada layar laptop, berdehem sebagai jawaban.
"Masih lama enggak fokusnya?" Laki-laki dengan toxedo hitam dan balutan jeans dengan warna senada, menatap Rea dengan lembut. Terlihat dari cara ia berpakaian dan wajah tegas, tapi kontras tetap terlihat muda karena ketampanannya, bisa dengan mudah menebak bahwa ia bukan orang biasa. Orang-orang pun akan tahu berapa umurnya; 18 tahun.
Rea mengerutkan dahi. Gadis yang juga berumur 18 tahun dengan dress navy selutut yang memangku laptop, ikut menatap Alerd, laki-laki yang bersamanya sekarang. "Kenapa?"
Alerd tersenyum. Ia meraih laptop Rea, lantas menyimpannya di atas meja di hadapannya. "Mau bicara serius, boleh?"
Tidak enak jika harus menolak, membuat Rea mengangguk dan tersenyum kecil. "Wait," ucapnya. Ia meraih laptopnya, segera menyimpan berkas yang sedang dikerjakannya tadi terlebih dahulu, lalu mematikan laptop dan menutupnya.
"Dua tahun kita udah kenal," Alerd menjeda ucapannya. Ia menghela napas sejenak, berharap detak jantungnya tetap normal agar ia pun tetap terlihat santai. "Dimulai dari projek film adaptasi novel kamu yang pertama, saat kamu masih sekolah SMA kelas akhir, hingga sekarang. Projek film adaptasi novel kamu yang ketiga. Dan aku selalu jadi peran utama di sana."