Ketika di sekolah...
Alika memutar-mutar pulpennya sambil melamun. Kini ia mulai mendengus sebal karena chat yang ia kirim pada Axel Wijaya belum dibalas sedikitpun. Cukup sudah ia menunggu selama seminggu ini kabar dari lelaki itu. "Semoga aku bisa lebih bersabar menghadapi orang seperti ini" Ucapnya sebal.
Entah mengapa bila berurusan dengan lelaki itu dia lebih memprioritaskannya. Padahal ia tahu, seorang Axel Wijaya hanyalah teman biasa. Namun, hati tidak akan pernah tau kemana takdir akan membawanya.
*Flashback
Alika bermain di depan rumahnya sendiri. Saat itu bunda, ayah, dan adiknya Naura sedang pergi berbelanja keperluan rumah. Ia sendiri sebenarnya mau dititipkan di rumah Oma. Tapi ia enggan, dan memilih di rumah bersama bibi Nimas yang sudah sejak kecil menemani dirinya di saat ayah dan bundanya sibuk bekerja. Bisa dikatakan orang tuanya sangatlah sibuk urusan bisnis dan ditambah Ayahnya berprofesi sebagai seorang dokter dan Bundanya membantu bisnis keluarga yang bisa dikatakan maju, membuat Alika dan Naura sering ditinggal dan ditemani bibi di rumah. Ia dan Naura pun tak terlampau jauh usianya hanya berbeda 2 tahun. Jujur, di umurnya yang masih belia itu, ia merasa kesepian. Akan tetapi, ia selalu bersyukur dan bahagia karena meskipun ayah dan bundanya sangatlah sibuk, mereka tetap meluangkan waktu untuk orang-orang terkasihnya.
Saat ia sedang asyik duduk santai di depan rumahnya sambil membuka galeri foto di ponsel, Alika dikejutkan dengan bunyi klakson mobil di seberang rumahnya dan terbukalah jendela kaca mobil itu yang menampilkan wajah lelaki yang sangat tampan dan menawan tampak seumuran dengannya. Tiba-tiba ada yang menyapanya. "Hai anak manis, lagi sendirian aja sayang? Tante tetangga baru di sini. Kasian kamu nggak ada teman. Tante panggilin anak tante si Axel nih. Biar bisa temenan sama kamu" Ibunda Axel berujar. Laki-laki itu tersenyum ramah pada Alika dan segera mematuhi bundanya untuk berteman dengan Alika. Alika sangat senang. Akan tetapi, tidak lama setelah bunda Axel beranjak pergi dari mereka. Wajah Axel berubah datar. "Kamu siapa sih, kalau bukan karena bunda aku yang minta, aku nggak akan mau. Dasar cewek aneh" Axel dengan kesalnya berbicara sambil menatap mata Alika secara dalam. Alika lantas saja terkejut, ia lalu menunduk dan memperkenalkan diri. Di situlah pertemuan di mulai. Entah siapa yang nanti akan memulai, merajut kenangan-kenangan yang dulu tidak pernah terbayangkan. Sampai suatu ketika takdir mencampuradukkan kehidupan mereka. Di suatu keputusan berat yang harus mereka hadapi.
*Flashback End.
Ting!
Alika segera membuka notif yang masuk ke hp nya.
Axel : “?”
“Sumpah ya ni orang, heran. Kalau bukan tugas kelompok aku nggak bakalan menghubungi orang ini. Benar-benar seorang yang tidak peka!” Alika berujar dalam hati.
Alika pun mulai mengetik pesan untuk Axel.
Alika : “Cuman mau ngasih tahu. Hari ini ngerjain tugas barusan yang dikasih itu di rumah Viona jam 3 sore”.
Axel : “Aduh gimana ya, aku udah ada janji”.
Alika : “Kalau sempat, datang aja. Kalau enggak, yaudah nanti ada dikasih tugas ke kamu”.
Axel : “Yaudah deh, aku usahain. Eh, tapi mending aku dikasih tugas ngeprint aja deh!”
Alika mendengus sebal. “Apa-apaan dia ini, otaknya sangat encer, tapi nggak mau banget direpotin. Ininih, contoh orang yang kurang bersyukur. Maunya yang enak saja, nggak kasian apa sama teman yang lain”.
Alika : “Gaada minta-minta kebagian tugas kayak begitu doang. Gaada!”
Axel : “Sewot banget sih, ya suka-suka aku lah. Emang kamu siapa?”
Alika tertawa kesal sambil mengomel “Astaga ni orang, tiap hari kalau ngobrol sama teman yang kayak begini modelnya, lah emosiku meningkat terus ya, bagus! Kalau bukan karena tugas-tugas ini, gaperlu ngechat ni orang.
Alika : “Halooo kita ini mau ngerjain tugas ya. Tolong kerja samanya!
Melihat wajah kesal Alika, Naura lalu bertanya penasaran.
“Kenapa kak, ada masalah?” Naura memulai pembericaraan.
“Ini nih, susah memang ya, kalau kerja kelompok tapi ada anggota kelompok yang hobinya itu bikin kesal orang” sahut Alika.
“Siapa, Kak? Emangnya bikin kesal kayak gimana?” Naura bertanya lagi.
Alika mendengus, karena Naura terlalu banyak bertanya kepadanya, padahal ia sedang kesal dan malas bicara.
“Yaa adalah. Orang itu sebenarnya cerdas, tapi kalau ngerjain tugas kelompok malah ogah-ogahan. Masa harus kakak terus yang ngomong ke dia baik-baik banget, pakai harus dibujuk segala lagi. Memangnya siapa coba dia, gak ada istilah ngespesialin sesama teman kan” Sahut Alika.
“Wah, kok aneh ya. Kayaknya dia cuman mau cari perhatian Kakak ajadeh” sahut Naura.
Alika berpikir dan bola matanya memutar. Ia lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Nggaaaaak. Ngapain juga dia nyari perhatian aku? Pentingnya apaaa?” Sahut Alika.
“Yaelah, Kak. Santuy aja kalii.. Hal kayak gitu mah, biasa aja menurut dia. Lihat deh nanti apa yang terjadi waktu kerja kelompok” Naura meyakinkan.
Alika hanya melihat ke arah naura dengan tatapan malas.
“Apa-apaan Naura ini, membuat perasaan ku menjadi aneh. Ah, sudahlah. Lebih baik aku bersih-bersih dulu, sholat, makan, tidur sebentar, lalu bersiap kerja kelompok” ucap Alika di dalam hati.