Axel Pov's
Malam ini entah karena sinar bulan yang terlalu redup atau memang aku saja yang terlalu meratapinya. Ya, aku memang seorang lelaki tetapi kalau sudah berhubungan soal bunda dan dia udah lain urusannya, lah jadi melow kan. Haduwwh. “Pedih”. Satu kata itu yang kurasa sekarang. Saking pedihnya kini rasa itu menjadi pahit jika teringat masa lalu yang enggan untuk ku ungkapkan secara langsung. Entah itu orang terdekat ataupun Alika. Yang selalu saja membuatku semakin terpuruk dengan kehadirannya. Perempuan itu sebenarnya tidak salah. Sama sekali ia tidak bersalah. Aku sangat ingin memeluknya setiap berada di dekatnya. Melihat wajahnya sangat memilukan perasaanku karena wajahnya yang sangat mirip dengan Vitaloka Alexandra. Ya, dia gadis masa lalu ku yang sudah ku kubur jauh dalam lubuk hatiku. Ia juga cinta pertamaku. Entah ini terdengar seperti hal yang childhish atau aku yang benar-benar jatuh cinta kepadanya. Aku hanya merasa seorang Vitaloka adalah sosok perempuan yang berbeda. Ia selalu punya cara tersendiri untuk membuatku bisa menikmati kehidupan yang sebenarnya, di tengah hiruk pikuk keluargaku yang bermasalah. Tidak ada orang yang mengetahui hal ini selain aku dan Bunda. Kami memang terlihat sangat bahagia. Memang itu hanya tameng yang sengaja kami buat. Aku merasa terlalu hancur dan rapuh mengingat nasib ayahku. Ah sudahlah, aku benar-benar tak ingin membahasnya lagi. Memikirkannya membuat kepalaku hampir pecah. Cukup aku yang menahan semua hal ini. Kadang orang hanya terlihat sok peduli dan bertanya. Padahal mereka tidak benar-benar peduli. Mereka hanya ingin tahu hal buruk yang kita alami dan pergi berlalu begitu saja. Sampai ketika aku bertemu dengan Alika Anastasya. Sesuatu yang berbeda ku rasakan saat ia hadir dalam hidupku. Bahkan bertetangga. Ini sangat menggangguku, sungguh. Aku dibuatnya muak seringkali. Tapi, aku tidak menampik bahwa ia sesungguhnya gadis yang lucu. Aku menyukainya. Di antara perempuan yang ingin dekat dan mengejarku. Bukan aku terlalu pamer, hanya saja ini memang nyata. Dia perempuan yang mampu mengalihkan dunia ku. Aku sudah lama mencoba melupakan seorang Vitaloka dengan sangat sulit. Tapi, dia datang menghancurkan segalanya. Mengapa dia terlalu mirip dengan Vitaloka. Apakah ada manusia diciptakan dengan wajah semirip ini atau mungkin halusinasi ku saja. Ah, bisa gila aku memikirkannya. Satu hal yang menjadi tanda tanya sampai saat ini, kenapa juga dia mau sibuk-sibuk nyari tau tentang aku. Perempuan aneh. Aku bukan orang yang ambil pusing dalam urusan pikir-memikirkan. Tapi, kenapa jadi aku terus memikirkan dia. Hahaha.
“Loh, kok aku ketawa.Ada-ada ajadeh. Alika Anastasya, aku tidak akan membiarkan kamu memporak-porandakan hati dan pikiranku” Ucap Axel.
***
Pagi ini jadwal kebersihan Axel di kelas. Ia berangkat pagi-pagi. Sebelum melajukan motornya Axel sempat menengokkan kepalanya ke arah rumah Alika. Lalu, ia pergi.
Tanpa ia sadari, Alika melihat itu dan Alika berdiam sejenak.
“Pagi sekali ia berangkat. Hmm..” Ucap Alika pelan.
Alika pun bergegas memakai seragam sekolahnya dan kemudian turun ke lantai bawah untuk sarapan.
***
Sesampainya di sekolah. Axel memarkirkan motornya dan berjalan menuju kelas. Tak seorang pun yang datang di kelasnya pagi itu. Ia pun mulai merapikan dan membersihkan kelasnya. Sedang asyik membersihkan, tak sengaja ia berada di depan meja Alika. Ia menyemprot cairan antiseptik ke meja itu dan mengusap meja Alika menggunakan tisu dengan lembut. Ia tersenyum simpul dan meneruskan pekerjaannya.
Tanpa ia sadari, Alika sudah datang ke sekolah saat itu dan ia memerhatikan Axel saat membersihkan mejanya. Ia melihat Axel memberikan perhatian khusus saat membersihkan mejanya. Alika pun terdiam dan ia memilih duduk di kursi panjang kelas sebelahnya. Agar tak terlalu tampak oleh Axel. Ia mencoba mencerna hal yang baru saja dilihatnya. Tanpa ia sadari Alden juga ternyata sudah datang ke sekolah dan berada di dekat Alika namun bersebrangan dengannya. Alden juga dapat memerhatikan ekspresi keduanya saat itu tanpa mereka sadari. Alden terlihat agak menunduk saat itu dan ia memilih untuk tidak masuk kelas, ia pun pergi ke taman sekolah.
Setelah kelas dirasa bersih dan teman-teman yang satu jadwal kebersihan pada hari itu dengannya berdatangan, Axel pun meletakkan alat kebersihan di pojok kelasnya. Ia segera berjalan menuju wastafel yang berada di luar tepat di depan kelasnya untuk mencuci tangan. Saat keluar kelas. Ia pun melihat ke samping kiri dan terkejut melihat Alika yang duduk sambil menatap ke depan dengan tatapan yang seolah sedang berpikir. Axel pun bertanya-tanya dalam hati dan ia berdoa semoga Alika memang baru saja datang juga tidak melihatnya saat membersihkan meja Alika.
“Ya semoga saja” Axel bergumam pelan.
Alika yang merasa dipandangi, mulai tersadar dan memandangi ke sekitar. Ketika itu juga matanya bertemu pandang dengan mata Axel. Ia pun sedikit tergagap lalu mengalihkan pandangan matanya. Setelah cukup tenang, dan Axel sudah masuk kelas. Ia pun mulai melangkah ke dalam kelas, secara tak sadar ia bersinggungan bahu dengan Alden di pintu saat sama-sama masuk kelas. Mata Axel langsung tertuju kepada mereka, dan Cassandra juga Dimas yang ingin masuk pun menghentikan langkah mereka sejenak. Alika seolah terkejut dan Alden terdiam sambil menatap ke dalam bola mata Alika. Seolah mencari dan ingin mengetahui perasaan Alika saat itu. Setelah itu, Alden pun tersadar dan segera menuju ke tempat duduknya, begitupula dengan Alika. Alika masih terdiam, lalu Cassandra dan Dimas mencoba mengajaknya berbicara. Namun, guru matematika memasuki kelas saat itu dan beliau mengucap salam. Seisi kelas menjawab salam beliau dan pelajaran di mulai. Sepanjang pelajaran, Alika, Axel, dan Alden masih terbayang-bayang dengan kejadian sebelumnya. Namun, mereka kembali fokus ke pelajaran saat itu. Meskipun baik Alden maupun Axel sesekali melirik kepada Alika. Alika sibuk mencatat dan mencoba menyibukkan diri dengan menghitung. Pembelajaran berlangsung dengan lancar. Entah kenapa, pagi itu suasana seolah mendukung perasaan mereka saat itu.
Kringgggggg!
Bunyi bel itu menandakan istirahat dan mereka segera ke kantin.
Cassandra segera mengajak Alika dan Dimas makan mie ayam. Mereka pun setuju. Sedangkan, Axel dan Alden juga berniat ingin makan mie ayam. Mereka duduk berdekatan karena kantin penuh saat itu. Cassandra duduk di sebelah Dimas, dan hanya ada tempat duduk yang kosong di sana sisa tiga. Alika masih memesan makanannya, ia tak sadar di belakangnya ada Axel. Setelah memesan, Alika lalu berpaling. Ia melihat Axel dan sedikit menunjukkan senyum simpul. Namun, entah mengapa, Axel kali ini juga melempar senyuman pada Alika. Alden yang berada di sampingnya lalu bergumam.
“Ekheemm” gumam Alden.
“Ada apa?” sahut Axel.
“Enggak. Mau nanya deh, kamu suka ya sama Alika?” ucap Alden.
Lama terdiam, Axel pun menjawab.
“Hmm, aku juga nggak paham. Hanya saja dia mengingatkan aku dengan sangat detail akan Vitaloka” sahut Axel.
“Bukankah Vitaloka sudah kamu lupakan, dan itu artinya kamu tidak perlu mengusik Alika, kan? Ucap Alden dengan nada yang sedikit meninggi.
Axel terdiam sejenak. Ia agak bingung dengan sikap Alden kali ini. Tetapi, ia memilih mengabaikan hal itu, karena mungkin emosinya lagi kurang stabil, dan ia tidak ingin memikirkan hal lebih.
“Ehh, kita jadi kelupaan mesan minuman, kamu tolong pesan kan jus di sebelah sana ya buat kita. Aku nunggu antrean makanan di sini” ucap Axel mengalihkan pembicaraan.
“Oke” sahut Alden dengan ekspresi yang datar.
“Mas Axel, kantinnya saat ini penuh banget, bibi aja ya nanti yang mengantarkan ke mejanya mas. Mas Axel cari tempat duduk dulu aja, supaya kebagian” ucap bibi kantin.