Tahun 2017.
Kedai Tani.
“Dimana mereka?” Dara sedari tadi melihat arlojinya. Menunjukkan pukul 12.00.
Dara dan Jacob sudah 2 jam berada di tempat itu, menunggu tiga orang lainnya. Tapi mereka tak kunjung datang. “Sial, sudah 2 jam kita menunggu disini, apakah mereka tidak akan datang, hah?” Kesabaran Jacob juga sudah mulai habis.
Bersamaan dengan itu, seorang wanita berjalan berlenggak-lenggok menghampiri mereka. Sebuah tas berwarna merah, tergantung di salah satu tangannya. Kacamata hitam menutup kedua matanya.
Dara dan Jacob saling menatap, “Dia kah orangnya?”
Dara mengangkat bahu, tak tau. Wanita itu semakin dekat, dilepasnya kacamata hitam yang menutupi kedua matanya. Wajahnya terlihat jelas. Elegan.
“Hai! Maaf membuat kalian menunggu. Jalanan sekarang macet, ya, hehehe.” Wanita yang sedikit jauh lebih tua dari Dara itu menyapa mereka berdua, menarik salah satu kursi di depan mereka berdua. Sepertinya selisih 15 tahun dari usia Dara sekarang.
Jacob melongo, pandangannya fokus kepada wanita elegan itu. Dara mencubit paha pria gempal itu, membuyarkan lamunannya.
Wanita itu terkekeh melihat tingkah Dara dan Jacob, “Em… bolehkah aku duduk di sini?” ujar sang wanita sembari menunjuk kursi yang ia tarik tadi.
Dara hendak menjawabnya, namun Jacob menyambar pertanyaan tersebut terlebih dahulu.
Sang wanita duduk, ia menyingkupkan roknya.
“Tinggal 2 orang lagi, ya?”
Dara mengangguk. Dari suara lirih wanita itu, Dara bisa menebak kalau dia adalah si Kembang Desa.
Jacob masih terpaku pada wanita elegan itu. Kesekian kalinya, Dara memukul paha lelaki gempal itu.
“Siapa dia?” Jacob berbisik pada Dara.
Dara mengangkat bahu, “Nona? Mata Elang, kah? Atau Kembang Desa?”
Wanita itu memukul dahinya pelan, “Astaga, aku lupa memperkenalkan diri. Aku Kembang Desa.” Ia menyodorkan tangannya ke Dara kemudian Jacob.
“JurnalRara.”
“Ini siapa? Kopi Jawa?” Dahi si Kembang Desa berkerut.
Jacob menggelengkan kepala, “Aku JurnalJack.”
Wanita itu terkekeh seraya mengangguk. “Apakah pria ini yang kau ceritakan semalam?” Ia menunjuk Jacob, bertanya pada Dara.
Dara mengangguk, “Ya, dia saudaraku.”
Kemudian dari kejauhan terlihat seorang wanita berkerudung tengah berjalan ke arah mereka. Drastis, ia benar-benar berbanding terbalik dengan si Kembang Desa yang elegan itu.
Dara yakin, wanita berkerudung itu adalah si Mata Elang.
***
Kopi di cangkir mereka berempat sudah mulai dingin.
“Baiklah kita mulai saja ya. Si Kopi Jawa takkan datang rupanya.” Si Mata Elang memberi saran seraya meraih cangkir kopi di hadapannya.
Mereka bertiga mengangguk, setuju.
“Nah, bagaimana? Kita akan memulai penyelidikan kasus ini darimana?” Dara memulai pembicaraan.
Semua terdiam, tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
Si Mata Elang membenahi kerudungnya, sembari memoncongkan bibir. “Apakah benar kita tidak akan meminta bantuan kepada, mereka, pihak kepolisian?”
“Mata Elang, bagaimana mungkin kita meminta pertolongan kepada mereka, hah? Bahkan para penyidik sudah menutup erat-erat kasus ini, yang kemudian dicap sebagai kasus bunuh diri bukan pembunuhan.” Dara mengusap dahinya.
Jacob menggigit bibirnya, “Em … JurnalRara, bisakah engkau mengeluarkan berkas yang memuat data-data orang hilang yang kau tunjukkan padaku kemarin?”
Dara mengeluarkan berkas tersebut dari tas ranselnya.
“Ini,” ia menyodorkan berkas tersebut ke tengah-tengah mereka. Disambarnya berkas tersebut oleh si Kembang Desa. Ia memicingkan mata, membacanya pelan.
Nama: Anne Martin
Tahun Lahir: 1985
Menghilang: 2007