Mark The Dates

Noor Cholis Hakim
Chapter #9

Es Kopi Beracun

Di grup chat.

Kembang Desa: Dimana kita akan bertemu?

Mata Elang: Jangan kedai itu lagi, kumohon!

Kembang Desa: Hahaha … baiklah. @JurnalRara, dimana nih?

JurnalRara: Ke rumahku, gimana?

JurnalJack: Nah, ayo ke sini, guys! Hehehehe …

Kembang Desa: Siap, laksanakan!

JurnalRara: @Kopi Jawa, bagaimana denganmu? Ikut atau tidak? Kami ingin bertemu.

Kesekian kalinya, tak ada jawaban apapun dari si Kopi Jawa itu. Dara melempar ponselnya ke tempat tidur, pendaratan yang empuk. Ia menghempaskan diri ke sandaran, mendengus kesal.

“Siapa Kopi Jawa itu, hah?” gumamnya pelan.

Seseorang berjalan ke kamar Dara.

“Tok … tok … tok!”

“Siapa di sana?” teriak Dara. Orang di seberang sana menjawab, “Jacob.”

“Masuk!” Dara mengambil ponsel di depannya, sekitar 30 sentimeter dari ia duduk.

Pria gempal itu menarik gagang pintu, membukanya dari sisi depan kamar Dara. Ia tergesa-gesa bak dikejar seekor anjing.

Dara memandang aneh adik angkatnya itu, “Ada apa lagi denganmu?”

Jacob memoncongkan bibirnya, “Tadi malam …”

Dara menyambar ucapan Jacob, memotongnya, “APA? Ada apa lagi? Jangan bicara yang tidak-tidak ya. Awas saja kau!”

Jacob mendengus kesal, “Lanjut nggak?”

Wanita keras kepala itu meringis seraya menganggukkan kepalanya. “Dar, tadi malam, kau dengar nggak suara teriakan perempuan?”

Dara mengernyitkan dahi, “Hah, siapa?”

“DARA ATHAYA! Tolong lah kalau aku tahu, aku nggak akan tanya ke kamu,” Jacob berteriak kesal pada saudara angkatnya itu.

“Maaf maaf hehehe …” tatapan Dara sedari tadi terpaku pada ponselnya.

Jacob menarik nafas panjang bersiap berceloteh panjang pula, “Kurasa itu suara Bik Marni, Dar. Tapi apa yang dilakukan Bik Marni, kenapa ia berteriak seperti itu, hah?”

Dara memalingkan muka pada Jacob. “Bik Marni?” Ia teringat sesuatu, kemarin malam ibu Minoru memanggil Bik Marni. Namun, Dara tak tahu terlalu jelas kenapa ibu angkatnya itu memanggil asisten rumah tangga tersebut.

“Iya, Bik Marni. Apa kau tahu sesuatu?” Jacob menggerak-gerakkan tubuh saudara angkatnya itu. Pria gempal itu berhasil membuyarkan lamunan si gadis keras kepala.

“Oh, kemarin ayah dan ibumu pulang ke rumah. Kupikir tumben mereka pulang, padahal biasanya jarang, kan? Lalu, ibu berteriak memanggil Bik Marni. Hanya itu yang kutahu.”

Jacob manggut-manggut seraya memoncokan bulatkan bibirnya. Ia hendak beranjak meninggalkan kamar Dara, namun wanita itu menahan tangan gempal pria tersebut.

“Eits, Jacob tunggu dulu. Ada hal penting yang ingin kutanyakan”

Jacob berbalik arah, menengok ke arah Dara duduk. “Ada apa, nona?” Ia menggoda saudara angkatnya itu.

“Duduk sini!” Ia menepuk-nepuk bagian tempat tidur kosong di sebelahnya – menyuruh Jacob duduk di sebelahnya.

Jacob duduk.

“Bagaimana dengan panggilan polisi yang kemarin? Kau kan sudah menyampaikannya ke ayah dan ibumu, lalu? Apakah mereka memenuhinya?”

Lihat selengkapnya