Tahun 2017.
Kedai Tani.
Dara dan Kembang Desa kembali duduk, membaur dengan kedua temannya yang sedari tadi menunggu. Dikeringkan tangan mereka yang basah dengan selembar tisu, sebab baru saja keluar dari kamar mandi.
“Oh ya, kemarin katanya, kamu menunjukkan sesuatu?” Dara memulai obrolan, sorot matanya terarah pada satu-satunya gadis berjilbab di antara mereka, Si Mata Elang.
Mata Elang tersentak, dengan sigap ia mengeluarkan ponsel dan buku catatan ke meja. Lalu mengotak-atik ponselnya, membuka aplikasi youtube.
“Kemarin aku berhasil menemukan petunjuk penting soal Anne Martin. Wanita itu memilik akun youtube, tetapi sangat jarang dapat diakses oleh pengguna lain, karena memiliki clickbait yang kurang menarik sehingga tidak mudah direkomendasikan pada pencarian. Namun, setelah menghabiskan waktu berjam-jam menggali laman youtube hingga ke ujung bawah, aku menemukannya,” Si Mata Elang menyodorkan ponselnya ke tengah meja, sehingga ketiga temannya bisa turut melihat.
Mereka menyelidik, “Akun bernama MartinAnne ini tidak memiliki subsciber sama sekali. Terakhir update, persis beberapa hari sebelum dia dikabarkan hilang,” Si Mata Elang meneruskan celotehannya. Bak seekor burung yang berkicau, kini ia lihai dalam bercakap.
Ia mengklik salah satu video terakhir dari akun MartinAnne, berjudul Vlog Menuju ke Kampung Setan.
“Beneran ini milik dia? Kok ngeri,” ujar Dara, bulu kuduknya terangkat.
Si Mata Elang mengangguk, video dimulai.
“Halo, guys! Kembali lagi dengan MartinAnne di jurnal perjalanan saya. Hari ini, saya dan keluarga akan melakukan perjalanan ke … Ke mana, yah?” ujar wanita di video tersebut, Anne Martin. Ia mengarahkan kamera pada sang Ayah di sampingnya.
“Ke suatu tempat rahasia!” seru sang Ayah ceria.
Anne Martin terkekeh di dalam video, sang Ayah masih ikut menampakkan diri di dalam frame. “Nah, guys. Mumpung keluargaku lagi free. Aku bakal kenalin satu-satu dulu, ya. Di sebelah aku ini, ada ayah, lelaki penyayang yang bener-bener sabar banget, namanya Ayah Yaya. Sapa penontonku dulu dong, Yah!” seru Anne Martin.
“Halo, penontonnya An,” lelaki yang dimaksud Anne Martin itu melambaikan tangan, kemudian meninggalkan kecupan pada pipi kiri gadis itu.
Gadis itu beranjak, memperlihatkan seorang wanita seusia lelaki tadi, “Ini ibu aku, guys. Namanya Atha. Lalu sebentar lagi akan aku tunjukin adik aku, guys! Dia cantik banget, tapi jangan tergila-gila, ya. Secantik-cantiknya dia, kalian harus tetap setia ke aku, guys. Hahaha … canda, ya.” gurau gadis itu sembari berjalan masuk menelusuri rumah untuk mencari satu per satu anggota keluarganya.
Kembang Desa mulai bosan di tengah video itu disetel, “Jadi, ini isinya cuma perkenalan anggota keluarga, ya? Pantas saja subscriber dikit,” celetuk Kembang Desa.
Dara menabok dahi Kembang Desa pelan. “Aduh,” jerit Kembang Desa kesakitan seraya menggosok-gosok dahinya. Dara melirik sinis padanya, lalu menempelkan jari telunjuk pada bibirnya.
“Nah ini dia, guys. Bentar aku panggilin, ya. Ra … Rara, sini, Ra. Teman-teman aku mau lihat kamu. Iya, buruan ke sini,” Anne melambaikan tangannya pada adik perempuan yang ia masuk.
Dara tersedak ketika melihat adik perempuan yang Anne maksud dalam video tersebut. “Halo, guys! Aku Rara, Rara Athaya lebih tepatnya. Cantik, kan?” ujarnya kecentilan.
Video di-pause oleh Si Mata Elang. “Kalian lihat, bukan? Adik perempuan Anne Martin, Rara Athaya, mirip banget kan sama Rara?”
Dara tertegun, “Benar katamu, ini duplikatku. Sial, mirip banget. Mungkin gadis ini masih dua belas tahun kala itu dan jika kubandingkan dengan aku di usia dua belas tahun dulu, nggak ada bedanya sama sekali.” Dara menyelidik, tak berhasil menemukan sedikit pun celah perbedaan antara dia dan gadis itu.
Si Mata Elang menepuk-nepuk pelan punggung Dara, “Tapi, janggal aja. Jika memang, kamu dan dia anak kembar. Aneh aja kok diberi nama sama. Rara sama Rara, gimana coba manggilnya?” Wanita berjilbab itu terkekeh, membat Dara terdiam.
Jacob masih tenggelam dalam pikirannya, “Bentar, tadi si Anne ini bilang kalau nama ayahnya itu Yaya, bukan?” Ketiga temannya kompak mengangguk.
“Nah, kalian masih ingat dengan link berita yang pernah dikasih Kopi Jawa ke Dara? Pemilik perusahaan berita tersebut, Liputan Wara-wara, adalah Bapak Yaya ini.” Pantas rasanya jika pengetahuan Jacob luas soal perusahaan, bagaimana tidak, ia adalah calon pewaris tunggal perusahaan besar ayahnya, Dedrick Minoru.
Ketiga temannya melotot ke arah Jacob.
Dara bimbang, “Siapa mereka sebenarnya?”
“Kita lanjutin videonya dulu, ya. Aku udah ngumpulin beberapa data. Kemarin aku riset singkat.”
Jacob dan Dara mengangguk mantap. Kembang Desa sudah terjebak dalam rasa suntuk, sesekali ia menari-narikan jemarinya pada layar sentuh ponsel.
Gadis berkerudung itu segera menekan tombol play.
“Nah, itu tadi adik tiriku, guys. As you know, dulu ada sejarah panjang kenapa aku bisa masuk ke keluarga ini,” lanjut gadis dalam video itu, Anne Martin.
Video kembali dijeda oleh tangan lancang Dara.
“Bentar, berarti si Anne Martin ini, cuma anak angkat, ya?” tanya Dara seketika.
Si Mata Elang mengangguk tak yakin, “Sepertinya begitu atau bisa jadi juga dia adalah anak dari Yaya, tetapi bukan dari Atha. Ataupun sebaliknya. Maka bisa jadi dia lahir dari beda ibu atau beda ayah, paham nggak?”
Jacob dan Dara manggut-manggut. Satu-satunya pria gempal di meja itu, Jacob, memain-mainkan ujung janggutnya yang sebenarnya bersih dari bulu rambut. Wanita elegan, Kembang Desa, sudah sedari tadi tidak mendengarkan, sibuk dengan ponselnya sendiri.