MARKESOT BERKOTBAH

Dudun Parwanto
Chapter #2

Markesot Terperangah

Suatu sore, seorang bapak tua berprofesi tukang Pos mencari rumah Markesot. Panjul seorang tukang ojek online dan Tepos, ketua RT sedang duduk sambil chat WA di gardu pos dekat pohon bambu. Mereka heran di zaman now masih ada tukang pos membawa surat bersepeda persis seperti di film jaman old .

 “Wah hari gini masih ada tukang pos bawa sepeda, gak salah lihat apa? ” ujar Tepos.

Kita ajak selfie yuk pak RT , langka ini, nanti bisa viral “ ajak Panjul sambil memanggil tukang pos.

           Pak RT mengangguk, mereka lalu menghentikan pak pos dan mengajak selfie.

“Pak kenapa sih masih naik sepeda, kayak tukang pos jaman old,” tanya Pak RT

Saya orangnya gak bisa move on Pak, sebenarnya ada motor di kantor, nanti sepeda sekalian olahraga pak, jaman sekarang susah kerja sambil olahraga ” jawab tukang Pos.

"Ya jaman milenial, olahraga online semua," sahut pak RT

Oh bapak berarti anti mainstream, tidak disruption..” tanya Panjul. 

Ah mbuh…ngomong yang gampang saja. Saya mau ngantar ini ke Markesot, “

 “Wesel pos…?” Tepos kaget melihat pak Pos membawa wesel.

“Apa itu pak?” tanya Panjul.

“Surat buat ngambil uang ” tegas pak Pos.

 Pak pos kembali menggenjot sepedanya, Panjul dan pak RT masih berdiri di tempat, heran.

"Kok masih ada wesel pos kayak jaman Jepang aja" celutuk pak RT

"Ah memang pak RT sudah lahir jaman Jepang" cegah Panjul

Pak RT menggeleng sambil memerhatikan si tukang Pos.

“Berarti Markesot memang orang jaman dulu….” ujar Panjul meledhek.

Tepos tersenyum.

****

Sarinem, perempuan gemuk itu menjaga warung di teras rumahnya, ia membuka toko kelontong menjual kebutuhan sehari-hari termasuk pulsa listrik dan voucher isi ulang.

Assalamualaikum, assalamualaikum…” teriak tukang Pos rajin sekali.

Walakumsalam..eh pak Pos ” Sarinem sumringah keluar rumah. Sepertinya ia sudah hafal dengan maksud dan tujuan kedatangan pak Pos.

Ini Bu biasa, nganter honor tulisan bapak…?” pak Pos menyerahkan wesel.

Sarinem melihat angkanya, wajahnya langsung berubah.

Kecil amat pak, kalau segini saya nggak bisa buatin kopi” jawab istrinya.

“Walah kok kopinya menyesuaikan jumlah honor sih bu? ” pak Pos protes.

Maaf Pak lagi resesi, krisis ekonomi. ”

“Kayaknya yang lain nggak krisis, situ kali,” ledhek pak Pos.

Sarinem menatap muka pak Pos dengan senep lalu tanda tangan.

Kalau mau gedhe , bilang sama Bapak jadi pengusaha jangan jadi penulis bu,” ujar Pak Pos pun mengambil sepeda.

"Eh kok ngomong gitu ya?" Sarinem emosi.

"Ya lain kali buka rekening bank bu, honornya ditransfer saja, saya kan gak perlu minta kopi"

Tukang pos kabur...

Lihat selengkapnya