Marriage Agreement

Sofia Grace
Chapter #5

Permintaan Aileen

“Halo? Kamu masih ada di sana, Leen?” tanya Samuel setelah suasana menjadi hening selama beberapa saat. “Kenapa jadi diam?”

“Sam…,” kata gadis itu parau. “Apakah rumah kita nanti harus sebesar tempat tinggalmu yang sekarang? Aku…aku nggak terbiasa memakai jasa pembantu rumah tangga. Nggak enak menyuruh-nyuruh orang lain mengerjakan hal-hal yang bisa kukerjakan sendiri. Aku merasa lebih nyaman tinggal di rumah yang biasa-biasa saja. Yang kukenal seluk-beluknya dengan baik. Takut kalau malam hari terasa sepi sekali. Lagipula pasti nggak cukup mempekerjakan satu orang pembantu di rumah sebesar itu. Bisa tiga atau empat orang. Lha, tuan rumahnya sendiri cuma dua orang. Nggak sepadan menurutku,” komentar Aileen panjang lebar. Begitulah kebiasaan gadis itu kalau bermaksud meyakinkan orang lain.

Samuel akhirnya mengalah. “Baiklah. Akan kubicarakan hal ini dengan orang tuaku. Tapi apakah rumah kita nanti harus satu lantai juga seperti rumahmu?”

“Kalau bisa begitu ya, lebih baik. Jadi aku nggak terlalu repot bersih-bersih,” jawab si gadis jujur. Dia sebenarnya suka melakukan pekerjaan rumah tangga. Tapi kalau terlalu banyak ya susah juga. Takutnya dirinya tak sempat menggarap pekerjaannya menerjemahkan novel-novel online. 

Ya, berbekal kemampuannya berbahasa Inggris yang dimilikinya, Aileen memilih profesi sebagai penerjemah novel dari bahasa Inggris ke Indonesia, demikian pula sebaliknya. Sudah satu tahun dirinya menggeluti profesi itu. Sebelum lulus kuliah. 

Ternyata pendapatannya lumayan. Dirinya juga merasa nyaman bekerja di rumah tanpa terikat oleh jam kantor. Pokoknya target menyelesaikan terjemahan terlampaui, ya sudah. Setelah enam bulan menekuni pekerjaan tersebut dengan serius, Aileen akhirnya memutuskan inilah jalan hidupnya.

Untungnya orang tua gadis itu termasuk demokratis dalam hal profesi yang dipilih anak mereka. Yang penting halal, dapat menghasilkan uang, dan anak semata wayang mereka itu menikmatinya. Meskipun tidak kaya raya seperti keluarga Ruben Manasye, keluarga Harris Benyamin termasuk hidup sangat berkecukupan. 

Sayangnya persaingan bisnis jasa bengkel mobil di kota Surabaya semakin ketat. Pengusaha harus jeli membaca situasi dan berhubungan baik dengan pihak asuransi kendaraan. Kerja sama yang dilakukan melibatkan sejumlah uang pelicin yang mengakibatkan pendapatan bengkel berkurang meskipun kelihatannya jumlah orderan tidak menurun. 

Disamping itu bengkel harus meng-upgrade peralatan yang digunakan sehingga perbaikan bodi mobil tak memakan waktu lama, namun hasilnya tetap memuaskan.

Sayangnya perhitungan yang keliru membuat bisnis Harris merugi. Demi mempertahankan kegiatan operasional bisnisnya, ayah Aileen itu terpaksa meminjam uang dari bank. Nominal pinjamannya yang semula tidak seberapa kemudian bertambah terus hingga akhirnya membengkak dan tak terbendung lagi. 

Penghasilan bengkel hanya sanggup membayar bunga hutang, sedangkan pokoknya sama sekali tak tersentuh. Itulah sebabnya laki-laki itu kemudian memberanikan diri untuk meminjam uang pada Ruben, teman baiknya di SMA dulu. Karena hanya orang sekaya Ruben Manasye-lah yang mampu mengeluarkan dana sebesar itu secara tunai.

Harapan Harris, temannya itu takkan membebaninya dengan bunga yang berat. Tak dinyana, Ruben bahkan membebaskannya dari kewajiban membayar hutang sepenuhnya asalkan bersedia menikahkan anak-anak mereka! 

“Sam…, kok giliran kamu yang diam?” tanya Aileen beberapa saat kemudian. “Apakah permintaanku itu terlalu susah?” tanya gadis itu kuatir. Maklum, calon suaminya ini tajir melintir. Takutnya tak mampu beradaptasi tinggal di rumah yang tidak megah.

“Aku sedang memikirkan gimana cara ngomong yang enak sama Papa,” sahut Samuel terus terang. 

Lihat selengkapnya