“Sori ya, Leen. Mamaku tadi cerewet sekali soal gaun pengantin. Untung kamu dan Tante Ernie sabar sekali menuruti kemauannya. Aku sungguh berterima kasih,” kata Samuel malam harinya di telepon. Baru pukul enam petang tadi dia mengantar Aileen dan Ernie pulang ke rumah. Sementara Tina diantar pulang oleh sopir pribadinya.
Sesampainya di rumah Aileen, Samuel sebenarnya diajak mampir ke rumah dulu oleh Ernie. Tapi dengan halus pemuda itu menolaknya. Dia berkata harus segera pulang untuk membicarakan hal penting dengan ayahnya. Padahal sebenarnya dirinya ingin memberikan Aileen kesempatan untuk segera beristirahat. Pemuda itu dapat merasakan calon istrinya tersebut merasa kelelahan mencoba begitu banyak model gaun pengantin demi memenuhi selera Tina yang perfeksionis.
“Nggak apa-apa, Sam,” jawab Aileen lirih. “Lagipula gaun yang untuk acara pemberkatan di gereja itu bisa dibilang pilihanku sendiri. Aku sangat menyukainya. Mamaku juga.”
“Aku juga,” sela lawan bicaranya spontan. “Kamu cantik sekali memakai gaun itu, Leen.”
Si gadis tertegun mendengar pujian pemuda itu. Mendengar suasana menjadi hening, Samuel langsung tersadar. Dia lalu berusaha mengalihkan pembicaraan. “Eh, tapi kamu pinter, lho. Menyerahkan sepenuhnya urusan lainnya pada mamaku.”
“Oh, itu,” sahut Aileen cepat tanggap. “Maksudmu soal urusan souvenir, menu hidangan, konsep acara, dan lain-lainnya? Yah, kupikir kan Tante Tina yang lebih menguasai hal-hal seperti itu. Jadi sebaiknya beliau saja yang mengatur semuanya. Orang-orang yang diundang oleh pihak keluargamu kan juga jauh lebih banyak dibandingkan keluargaku. Jadi biarlah pihak mayoritas yang menentukan, deh. Cuma yah mamaku yang masih harus bersabar karena besok lusa giliran dia yang diatur-atur Tante Tina mengenai gaun pesta yang akan dipakainya nanti. Hehehe….”
Samuel terkekeh geli. “Tante Ernie orangnya sabar sekali. Mamaku beruntung mempunyai besan seperti beliau. Oya, jadi besok kamu beneran nggak mau ikut ke showroom jas pengantin? Kalau mau, biar kujemput saja. Nggak apa-apa, kok.”
Buat apa aku ikut-kutan memilih jas pengantin buat pernikahan palsu yang hanya akan bertahan dua tahun saja? batin si gadis sambil meringis. Apalagi ada si ibu suri yang kata-katanya bagaikan titah raja yang tak dapat ditolak! Aku hanya akan menjadi dayang-dayang yang mengiyakan pendapat-pendapatnya saja di tempat itu nanti. Haizzz…. Buang-buang waktu, deh. Mending nerjemahin beberapa bab novel yang tadi nggak sempat kukerjakan karena pergi ke bridal showroom!
Mendengar jeda yang cukup lama dari lawan bicaranya, Samuel langsung mahfum. “Ok deh, Leen. Besok aku pergi berdua saja sama Mama. Lalu besok lusa menjemput mamamu untuk pergi ke tempat desainer gaun pesta. Kamu mau ikut?”