Kehidupan ideal bagi pria berusia di atas tiga puluh tahun adalah mapan, memiliki rumah sendiri dan berkeluarga. Namun, itu tidak berlaku pada Daffa, pria berambut ikal ini justru masih mengejar gelar sarjananya.
Sempat mengalami keterpurukan saat ibunya meninggal dunia karena penyakit kanker serviks. Kehilangan orang yang sangat dicintainya itu seperti kehilangan separoh jiwanya.
Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, tiga tahun setelahnya, dia berusaha untuk bangkit. Daffa sadar semua itu takdir ilahi dan dia harus tetap menjalani kehidupannya.
Alih-alih ingin segera menuntaskan pendidikan S1-nya, Daffa justru mulai bosan dengan kuliahnya. Sudah semester sembilan, namun dia belum lulus juga. Sementara teman-teman sekelasnya sudah sarjana bahkan sebagian dari mereka sudah mendapatkan pekerjaan bagus setelah wisuda.
"Dari pada kamu merantau jauh-jauh yang pada akhirnya kamu malah sakit, lebih baik di sini saja bantu saya mengurus yayasan. Soal biaya kuliah tidak perlu dipikirkan. Pihak yayasan yang akan menanggungnya," ucap Doktor Soebagjo menawarkan.
"Saya pikirkan dulu, Pak. Soalnya saya masih menjalani pengobatan," ucap Daffa dengan sedikit terbata.
Daffa mengatur napas yang mulai ngos-ngoskan. Mengucapkan satu kalimat saja, ia harus mengeluarkan energi ekstra.
Ya, sejak divonis radang paru-paru, pernapasan Daffa terganggu. Ia gampang sekali capek, dan napasnya pendek-pendek. Hal ini yang membuatnya tidak lancar berbicara.
Pemilik Yayasan Purna Bangsa, sekaligus rektor Universitas Samudera Biru itu, bisa memahami keadaan Daffa.
Sebelumnya, Doktor Soebagjo pernah memberikan tawaran itu saat Daffa meminta izin cuti karena harus merantau ke Papua dua tahun silam.
Seminggu yang lalu, Daffa diminta Doktor Soebagjo datang ke kampus untuk membahas masalah kuliahnya. Namun, baru hari ini dia baru bisa datang.
"Kamu ambil jurusan apa dan semester berapa?"
"Saya jurusan Ilmu Komunikasi Pak, semester sembilan," terang Daffa.
Doktor Soebagjo bangkit dari duduknya. "Mari ikut saya," ajaknya.
"Baik, Pak," ucap Daffa sambil mengangguk. Dia berdiri lalu mengikuti langkah rektor USB itu keluar dari ruang kerjanya.
Meski usia Doktor Soebagjo sudah menginjak 50 tahun ke atas, namun, tubuhnya masih terlihat bugar dan gagah.
Di kompleks Yayasan Purna Bangsa terdapat beberapa blok yang memiliki gedung bertingkat dengan cat warna biru mendominasi. YPB menaungi beberapa instansi yaitu SD, SMP, SMK, dan perguruan tinggi.
Doktor Soebagjo membawa Daffa ke sebuah ruangan yang terpisah dari gedung lain. Setahu Daffa, dulunya ruangan itu digunakan untuk ruang baca. Namun, sepertinya sudah beralih fungsi.
"Ini kantor yayasannya. Kalau kamu menerima tawaran saya, kamu bisa menempati ruangan ini. Masalah makan, bisa gabung sama anak-anak di rumah," kata Doktor Soebagjo menjelaskan usai membuka pintu kantor.