Married by Magic

Ikhsan Ardiansyah
Chapter #11

Wangi Yang Tak Biasa

"Alhamdulillah sudah matang," ucap syukur Daffa usai mematikan kompor.


Pagi itu, Daffa memasak tumis tempe dan kacang panjang. masakan sederhana, namun menggugah selera.


Memasak bukanlah hal baru bagi Daffa. Sejak lulus SMP dia belajar mandiri. Segala sesuatu dia lakukan sendiri. Hanya saja, dia mulai belajar memasak sepeninggal Ibunya. 


Aroma wangi tak biasa menguar tiba-tiba tertangkap oleh indra penciuman Daffa. Tunggu. Ini bukan aroma dari masakannya tetapi semacam parfume. Hei, parfume siapa ini? Yang jelas bukan parfume anak-anak. Daffa hafal betul jenis parfume yang dipakai Nando, Arman dan juga Adi.


Daffa celingukan. Tak ada siapa-siapa di sekitarnya. Bulu tengkuknya berdiri. Merinding, namun dia tidak takut. Hal semacam ini sudah biasa dia alami. Hanya, aroma ini sangat berbeda. Wangi sekali. Hantu mana lagi yang lewat? Ah, sudahlah yang terpenting tidak mengganggunya.


Sudah lebih dari setahun tinggal di tempat itu, Daffa mengalami banyak hal-hal mistis. Dari penampakan kakek-kakek berpakaian serba putih, suara-suara yang kadang membangunkan Daffa di sepertiga malam. Semua itu bukan menjadi hal yang menakutkan bagi Daffa. 


Daffa berjalan menuju ruang kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 08.30 dan anak-anak masih tidur. Astaga. Tidak hari biasa, tidak hari libur, kelakuannya sama saja. Apa ini tanda-tanda orang sukses? Bukankah keluarga besar Doktor Soebagjo termasuk keluarga yang sukses? 


Daffa menyambar handuknya. Kemudian masuk ke kamar mandi. Di gedung mess putra lantai dua, sengaja dibangun ruang kamar khusus untuk keponakan Doktor Soebagjo yang sudah dilengkapi kamar mandi dalam. Dan dapur khusus di samping kamar mereka.


Selesai mandi, Daffa mengambil pakaiannya. Bersamaan itu, Nando terjaga. Sesaat dia menguap. "Masak, Daf? Sudah matang?" tanyanya tanpa merasa berdosa.


Daffa memiringkan sudut bibirnya. Enak benar ya bangun tidur tanya makanan?


"Mulia sekali ya hidup Anda, bangun-bangun tanya masakan!" seru Daffa penuh penekanan.


"Ya loh. 'Kan itu yang dicari." Nando menggeser tubuhnya.


"Bangun, mandi terus ngantor. Jangan tidur mulu!" Titah Daffa.


"Sekarang tanggal merah. kantor libur," bantah Nando.


Apa Nando menolak lupa kalau buat kita tidak ada kata libur? 


"Tapi biasanya kalian kan tetap ngantor meski tanggal merah. Kalau staf lain libur, kalian tetap masuk."


Ya, meski tanggal merah atau hari besar kecuali hari raya, ketiga keponakan doktor Soebagjo tak pernah absen masuk kantor. Sudah menjadi perintah Pak Munip, manager USB sekaligus adik kandung Doktor Soebagjo, Om mereka untuk tetap piket di kantor USB.


"Hari ini Pak De sekeluarga sama Pak Munip ke Trenggalek, jadi ngapain kita repot-repot ngantor? Sekali-kali gak piket berjamaah," kata Nando santai. Cowok jangkung itu berjalan malas menuju kamar mandi.


Pantas di rumah Doktor Soebagjo tampak sepi tak berpenghuni. Mobil Fortuner dan Alphard yang biasanya terpakir di halaman rumah sudah tidak ada. Kapan berangkatnya? Tumben Doktor Soebagjo tidak memberitahu?


Ah, biarkan saja. Lebih enak seperti ini. Daffa tidak ada yang merecoki lagi. Ini kesempatan buat rebahan seharian. Yes. Seharian ini Daffa ingin bermalas-malasan. Namun sebelumnya dia membangunkan Adi dan Arman untuk sarapan bareng. Mumpung masakan masih hangat.


"Arman, Adi, bangun. Ayo sarapan." Daffa menggoyang-goyangkan tubuh keduanya secara bergantian.


Arman, kakak Nando, terjaga. Sementara Adi, seperti biasa, susah sekali dibangunkan. Tidurnya seperti mayat. Kalau misal ada kebakaran, kemungkinan terpanggang hidup-hidup lebih dulu karena telat menyelamatkan diri.


"Ambilkan air, siram entar juga bangun," seloroh Arman setengah sadar. Meski nyawanya belum terkumpul benar, namun idenya brilian.


Sesuai saran, Daffa mengambil segelas air. Saat melihat wajah damai Adi ketika tidur, Daffa menjadi tidak tega. Lantas dia hanya memercikan air di wajahnya. Dan, apa yang terjadi? Adi tetap tidak bangun! Subhanallah.


Ini anak manusia apa anak kebo? Susah banget dibangunin. Daffa mengeluh dalam hati. Sesaat dia berpikir.


Tink. Daffa mendapat ide yang lebih dari sekadar brilian. Dia mengambil ponselnya lalu membuka sebuah aplikasi. Karena Adi tidurnya seperti mayat, maka Dia berinsiatif untuk mengadzaninya. Siapa tahu sang mayat hidup lagi setelah mendengar adzan berkumandang.


Daffa memaksimalkan volume, lalu speaker ponsel ditempelkan di telinga Adi. Dan, berhasil. Mayatnya bangkit. Eh, maksudnya, Adi terbangun dengan gelagapan. Hehehe.


Lihat selengkapnya