Married by Magic

Ikhsan Ardiansyah
Chapter #21

Move On

Waktu berputar seiring jarum jam. Baru beberapa menit, Dilan mulai merengek. Zuli menghela napas panjang. Dia memberi kode pada suaminya. Sudah bisa ditebak. Anak bungsunya itu tidak pernah betah di tempat asing selain di rumahnya. Berbanding terbalik dengan Mega, kakaknya, yang suka diajak bepergian. Cukup dikasih susu, dan biskuit kesukaannya, dijamin kerasan.


Zuli mendumel. Belum apa-apa, Dilan merengek minta pulang. kalau sudah begini, susah untuk menenangkannya kalau tidak segera dituruti. Zuli menyerahkan Dilan pada suaminya. Anak laki-lakinya itu biasanya paling nurut sama ayahnya. 


Rajab mencoba memenangkan Dilan dengan menggendongnya sembari memberikan kue red velved. Gagal. Dilan tidak bisa diam malah menangis histeris.


Kalau sudah begini, Dilan tidak gampang dibujuk. Kedua orang tuanya mulai panik. Baru beberapa menit di situ, anaknya sudah bikin heboh.


"Dilan kenapa, Mbak?" tanya Daffa.


"Biasa, Daf. Minta pulang. Ya begini nih, kalau ajak Dilan bepergian. Gak kerasanan," ujar Zuli sebal.


"Paling mintanya susu terus tidur di kamar. Iya, kan?"


"Iya. Kamu kan tahu sendiri Dilan bagaimana. Makanya kalau di rumah aku gak bisa ke mana-mana. Sampai jadi bahan omongan karena gak pernah main ke rumah tetangga. Padahal, nongkrong ke rumah sebelah pun, Dilan sudah minta pulang. Mik dot, bubuk ama1. Gitu terus."


Diar mendengar penjelasan saudara Daffa dengan saksama hingga membuat jiwa keibuan dalam dirinya meronta-ronta. Istingnya cukup kuat. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Menghadapi anak seperti Dilan butuh kesabaran yang ektra.


Di kawasan kampus USB, terdapat tempat bermain untuk anak-anak. Dilan pasti suka kalau diajak main. 


"Dek Dilan main prosotan yuk sama tante Iyha," tawar Diar halus. Namun sayang, Dilan tidak tertarik. Malah tangisnya makin menjadi.


Gagal. Usaha Diar dalam mengalihkan perhatian Dilan belum berhasil. Namun, dia belum menyerah. Diar berpikir untuk mencari cara lain agar membuat balita lucu itu tenang. "Dilan tantrum, Mbak."


"Tantrum itu apa, Mbak Diar?" tanya Zuli. Baru kali ini dia mendengar istilah itu.


"Tantrum itu ledakan emosi yang biasa terjadi pada anak dengan ditandai sikap keras kepala, teriak-teriak, suka menjerit kalau nangis, ya kayak Dilan ini." Diar menjelaskan.


"Terus cara mengatasinya gimana?" tanya Rajab sambil menggendong Dilan yang masih saja menangis histeris.


"Kita harus tetap tenang dan gak boleh panik. Biarkan dia menangis nanti dia berhenti dengan sendirinya."


"Terus gimana kalau gak mau berhenti?" Zuli bertanya terus. Galau.


Diar paham. Sebagai orang tua, pasti khawatir dengan keadaan anaknya tersebut. Mereka akan melakukan sesuatu entah itu dengan cara halus atau kasar agar anaknya berhenti menangis.


"Atau coba bawa ke tempat yang lebih tenang. Lalu alihkan perhatiannya pada sesuatu yang membuat dia tertarik."


"Oh gitu ya Mbak Diar. kalau gitu, Mas, tolong bawa Dilan keluar. ini sambil kasih dotnya." Zuli menyerahkan dot yang sudah terisi susu pada suaminya.


Rajab menurut apa kata istrinya. Kemudian dia ke luar.


"Aku susul Yak Jab, ya," ujar Daffa guna membantu menenangkan keponakannya itu.


"Iya Daf. Ajak Dilan keliling gitu atau apa," pinta Zuli.


"Oke," ujar Daffa sembari berlalu.


"Maaf ya, Mbak Diar, Pak Ustadz, anakku bikin repot...," ucap Zuli pada kedua teman Daffa.


"Gak apa-apa kok, Mbak. Namanya juga anak kecil," hibur Diar.


"Iya Mbak. Tenang saja." Ustadz Karim menambahkan. Dia kemudian melirik jarum jam di dinding yang menunjukkan pukul dua lebih tiga puluh lima menit. "Oh ya, aku pamit dulu ya ke masjid. mau persiapan sholat ashar," pamitnya.


"Silahkan Pak Ustadz," ucap Zuli.


 "Yang tadi belum selesai loh Pak Ustadz. Nanti setelah sholat ashar lanjut lagi." Diar mengingatkan.


Lihat selengkapnya