"Bapak kenapa ngomong kayak begitu?" Aurel memasang wajah marah karena orang tuanya tidak menolak lamaran dari pria tua yang barusan datang.
"Bapak pikir kamu mau memikirkannya terlebih dahulu, Nak." Ucap Hendra.
"Tapi, masa Bapak berpikir Aurel mau nikah sama pria tua kayak dia." Aurel masih kesal masa iya nikah sama pria tua.
"Jodoh 'kan gak tahu Nak, bisa aja jodoh kamu adalah pria yang barusan kamu bilang tua." Hendra mencoba tetap bersikap lembut ketika Aurel berkata tidak baik mengenai laki laki yang memiliki niat baik untuk melamar Aurel.
"Amit-amit ihh..." Aurel langsung masuk ke kamar dengan menghentak-hentakkan kakinya.
Aurel melihat adiknya yang sudah tertidur padahal masih jam tujuh malam.
"Kak, ibu boleh masuk?" Ucap Halimah sang ibu.
"Masuk aja." Aurel menyandarkan tubuhnya dengan wajah yang ditekuk.
"Ibu mau bicara sama kamu, Kakak beneran mau nolak lamaran dia? Kakak tahu keadaan kita 'kan? Buat makan aja susah dengan hutang yang semakin berbunga setiap harinya, setidaknya kakak bisa pikirkan lagi baik-baik. Semoga aja ini jadi jalan keluar dan Kakak juga bisa menemukan jodoh yang baik. Ibu berharap Kakak mendapatkan suami yang bisa membuat Kakak bahagia dengan kehidupan yang layak." Ibu Halimah merasa kalau Damar adalah pria yang baik meskipun usianya terpaut sangat jauh dengan Aurel.
"Emang boleh Bu nikah tapi ada tujuan kayak gitu?" Aurel masih tidak ingin menerima Damar karena Aurel ingin menikah dengan pria yang ia cintai.
"Nikah 'kan harus ada tujuan, kalau gak ada tujuan yah buat apa nikah. Ibu terserah Kakak aja, lagi pula Kakak yang menjalaninya."
Setelah Halimah pergi Aurel merenung memikirkan keadaan ekonomi keluarganya, Aurel membayangkan bagaimana orang tuanya banting tulang untuk makan tapi hutang tak terbayar berakibat bunganya semakin berkembang.
Aurel harus memilih antara menerima atau menolak, jika menerima ia akan membantu keluarganya dan jika menolak ia akan membuat keluarganya tetap terpuruk.
***
Tiga hari berlalu dan sekarang Damar sedang duduk menunggu jawaban Aurel, Damar berharap Aurel bisa menerimanya.
"Bagaimana, Nak?" Hendra sebagai orang tua memberikan keputusan kepada Aurel sendiri yang mau menerima atau menolak.
Mengangguk