Tak apa jika aku hanya terdiam didepanmu, karena kehilangan banyak kata. Tapi aku tak akan diam menyelipkan namamu disetiap sepertiga malamku, agar kita kelak dapat bersatu atas ridho-Nya.
~Alfan Syahrezi
"Kamu mau nggak dijodohin sama Rega?"
Uhuk Uhuk
Semua yang sedang Rose kunyah mendadak keluar mengenai wajah Satya yang ada di hadapannya. Sarah terkejut dengan reaksi Rose yang tak terduga.
"IH ... KAKAK JOROK AMAT!!! JIJIK AKU!!" Satya cepat mengambil beberapa helai tissue di dekatnya dan membersihkan butiran nasi yang menempel indah bagai sebuah maha karya disana.
Rose sama sekali tak memperdulikan ucapan Satya ia tengah sibuk menenggak air putih. Sedang Sarah menepuk pelan punggung putrinya yang terbalut baju tidur motif bebek.
"NGGAK MAH! jangan! Rose nggak mau!!" teriak Rose seusai menaruh gelas yang sekarang tinggal berisi setengah. Wajahnya ketakutan seperti habis melihat setan. Rose begitu takut membayangkan bagaimana nanti kelak rumah tangganya, jika yang memimpin saja sudah tak berpegang pada agama? kelam sudah masa depannya.
Jangan sampai itu terjadi. Haram hukumnya untuk Rose.
"Kakak! kamu tuh apaan sih?! mamahkan tanya aja, nggak usah lebay deh!!" dari tempatnya duduk Sarah menatap putrinya sebal.
"Ih ... itukan mamah duluan yang mulai," bantah Rose nadanya sedikit meninggi.
"Tuh, bentak lagi! katanya mau jadi anak shalehah," Sarah memperingatkan putrinya. Rose memajukan bibirnya, wajahnya sudah tertekuk sempurna. Kalau sudah membawa-bawa kata 'anak shalehah' Rose tak bisa lagi berkutik.
"Jangan bilang kamu suka ya kak sama mas Rega?!" ceplos Satya yang otomatis mendapat pelototan Rose.
"Enak aja!! NGGAK!"
"Kalo iya juga nggak papa kali, kak ..." Sarah tersenyum menggoda anak gadisnya yang semakin menekuk wajahnya.
"Mamah ...!" rengek Rose kemudian memasukkan sesuap nasi dengan sedikit kasar hingga terdengar suara gesekan antara sendik dan giginya. Marah juga butuh tenagakan?
"Mah, Rose masuk kamar dulu. Dah selesai makan," pamit Rose setelah menaruh piringnya di bak cucian nada bicaranya masih terlihat kesal.
"Jangan marah dong kak, mamah cuman bercanda," tutur Sarah mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Rose yang sudah menjauh dari meja makan.
"Iya mah," jawab Rose malas-malasan tanpa berbalik. Gadis itu segera memasuki kamarnya untuk mengambil air wudhu dikamar mandi yang ada di dalam kamar, pasalnya ia belum melaksanakan salat isya.
Dengan khusyuk Rose menjalankan shalat yang merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim di dunia. Tak lupa berdzikir, dan berdoa setelahnya. Memanjatkan berbagai keinginannya, termasuk menyebut nama seseorang yang telah lama singgah di hatinya agar mereka kelak bisa berjodoh di masa depan. Tak usah ditanya, pastilah nama Alfan Syahrezi yang ia selipkan dalam doanya.
"Aamiin," Rose mengusap wajahnya. Melipat mukena bermotif sakura dan sajadah yang tadi ia gunakan. Kemudian menaruh kembali ditempat yang seharusnya, disamping meja kecil disebelah meja riasnya.
Merebahkan badan yang terasa pegal. Tiba-tiba kejadian saat di meja makan terlintas lagi dipikirannya. Rose menggeleng keras.
Membayangkan perjodohan itu akan terjadi saja sudah membuat Rose sebal, takut, dan marah. Semuanya bercampur jadi satu. Bagaimana kalau itu sampai terwujud?
Naudzubillah, jangan sampe deh pokoknya, batin Rose ia menolak keras ide buruk itu.
πππ
"Rose kamu akan di jodohkan dengan Rega," ucap Reza memecah keheningan diruang tamu malam ini. Pertemuan dua krluarga sedang diadakan dirumahnya. Rose yang tadinya tertunduk di depan keluarga Rega langsung menegakkan kepala. Pernyataan apa itu?
"Ya sayang, kamu harus setuju. Kami udah sepakat," kali ini Sarah yang angkat bicara. Mamahnya menatap dengan tatapan penuh harap. Rose kebingungan, sampai semua yang dihadapannya terlihat blur, tak jelas.
"Iya nak, kami suah memutuskan kau yang akan menjadi menantu sekaligus putri kami," ujar Seol Ah membenarkan perkataan Sarah. Kemudian menoleh kesamping putranya dimana Ali duduk, menanyakan persetujuan Sang suami. "Iya kan, pah?"
"Iya, mah." Ali tersenyum kepada Seol Ah.
Rose yang berada di tengah-tengah orang tuanya merasa dipojokkan. Apa yang harus ia lakukan? ia masih ingin sekolah! dan ia tak menyukai Rega sama sekali. Bagaimana sekarang?!!
Ditengah kebingungan dan ketakutannya, seorang lelaki yang seumuran dengan Rose menaruh sebuah kotak kecil bludru berwarna merah di meja kayu yang menjadi pemisah antara dua keluarga.
Rega yang duduk diantara kedua orang tuanya menatap Rose lekat. Hal itu membuat tubuh Rose menegang seketika, matanya juga ikut terpaku menatap kedua bola mata beriris cokelat itu. Rega perlahan membuka kotak yang ada dihadapannya, Rose memperhatikan setiap gerakan yang lelaki itu lakukan. Ternyata dua buah cincin emas putih isinya. Salah satunya terlihat sangat mahal, ada sebuah batu mengkilap diatasnya. Apa itu berlian? Rose tak tahu.
Rega kembali menatap Rose lekat. Dan perkataan selanjutnya mampu membuat jantung Rose berhenti untuk berdetak sementara. "Menikahlah denganku," ucapnya dengan seringai yang menakutkan.
"NGGAK!!" teriak Rose masih dalam keadaan terduduk.
Seluruh pasang mata di dalam kelas menatapnya kaget dan bingung. Tapi didetik berikutnya mereka menertawakan Rose. Bahkan sampai ada yang memegang perutnya karena menahan sakit kebanyakan tertawa. Apalagi Haifa yang ada disebelahnya malah masih melongo dia.
Yang tadi cuman mimpi?!, batinnya kebingungan melihat dirinya masih berada didalam kelas. Rose begitu malu, seisi kelas menertawainya.
"DIAM!!" titah pak Adit membuat seisi kelas terdiam seketika.
DEG
Mati aku, batin Rose lagi lenapa ia malah ketiduran saat KBM Ekonomi yang diampu guru terkiller. Rose menunduk, tak berani melihat bagaimana ekspresi pak Adit. Ia sudah bisa membayangkannya tanpa harus melihatnya sendiri. Mata yang menatapnya nyalang dan mulut yang sudah bersiap memberikan khutbah, jangan lupa bonus hukumannya.
"Dasar Rose ngapa kamu kebo banget sih?!!" gumam Rose bermonolog, sambil menepuk jidatnya sendiri, itu masih dalam keadaan Rose menunduk dalam-dalam loh.
Jantungnya semakin berpacu cepat saat ia mendengar suara sepatu pantoufel semakin mendekat kearah mejanya yang ada di dekat tembok. Ya Allah selamatkanlah hambamu ini, aku mohon, didalam hati Rose merapalkan doa.
Rose begitu merutuki dirinya sendiri, kenapa ia malah membuat masalah di jam pelajaran terakhir. Seharusnya ini nggak akan terjadi, kalau ia tidak tidur, lebih tepatnya ketiduran.
Rose terus merapalkan shalawat dan berbagai doa perlindungan diri yang dihafalnya.
"Rose!" panggil pak Adit pelan tapi begitu tajam. Perlahan Rose mendongak, hatinya sudah terasa mencelos ketika melihat pak Adit yang berkemeja batik sudah menatapnya tajam dan bersedekap.
"I-iya pak, s-saya minta maaf, saya nggak ada maksud buat ti-dur, tapi saya tadi keti-duran pak, saya minta maaf ya ... pak." Cicit Rose. Bahkan ia sampai tergagap.
"Nggak papa kamu tidur," sesaat Rose terbelalak tak percaya. Pasti ada udang dibalik bakwan. "Tapi jawab pertanyaan bapak. Apa jawaban dari nomor lima?" tanya pak Adit mambuat nyali Rose semakin menciut, keringat dipelipisnya semakin bercucuran, padahal kelasnya sudah difasilitasi dengan mesin pendingin ruangan. Tuhkan bener, batin Rose.
Pelan tapi pasti Rose mengintip papan putih besar didepan kelas yang ada dibalik tubuh menjulang pak Adit. Matanya searasa akan keluar melihat soal yang sudah pasti tidak akan bisa ia kerjakan. Materi yang paling tidak ia sukai, dan Rose tidak kuasai. Jika APBN negara A adalah .... belum selesai Rose membaca soalnya saja sudah bisa membuatnya pusing tujuh keliling.
Demi apa ya Allah, lebih baik ia disuruh bersih-bersih rumah dari pada ngerjain yang di depan. Rose melirik Haifa, dengan matanya Rose memberi kode siaga satu. Ia butuh bantuan.
"Jangan tengak-tengok!!" ucap pria berkulit coklat itu lantang membuat Haifa tidak jadi memberikan buku kotaknya pada Rose. Satu-satunya harapan Rose malah terkejut dan tertunduk takut saat mendengarnya.
Rose menghela nafas pasrah, alamat. Sudah pasti ua dihukum nanti. Ia sudah putus asa.
"Sebagai hukuman karena tidur dikelas bukannya mendengarkan dan mengikuti pelajaran," Rose mendengarkannya dengan serius. Semoga hukuman itu tidak berat. "Berhubung sebentar lagi mau ujian, kamu kerjakan latihan soal halaman lima satu dilapangan, sekarang! jangan diulangu lagi ini kesempatan terakhir. Kalau kamu ulangi lagi, bapak pastikan kamu nggak akan mengikuti pelajaran ekonomi! mengerti?!"
Rose hanya bisa mengangguk lemas, benarkan apa yang ia tebak. "Di jawab dong!! bukan cuman ngangguk aja!!"
Rose tersentak, bukan hanya dia. Tapi semua murid juga tertegun. "Iya pak," cicit Rose.
"Ini juga buat yang lain, bukan cuman Rose." Ujar pak Adit berputar menghadap keseluruh murid. "Dah, sekarang kamu boleh pergi, yang lain buka halaman lima satu juga!"
Haifa yang ada dipinggir memberinya sedikit celah agar Rose yang sudah menenteng buku dan tempat pensil warna jingga bisa keluar dari meja kayu yang telah tercoret-coret.
Rose mengangguk, ia berjalan lunglai menuju lapangan yang jaraknya cukup jauh dari kelas. Sepanjang koridor ia meneteskan air mata. Ia menangis dalam diam, mati-matian sejak dikelas Rose menahannya agar tak jatuh.
Itu pengalaman pertama kalinya Rose dibentak oleh guru. Sungguh. Rasanya hatinya sakit, ia juga harus menanggung malu.
Ia tak habis pikir, kenapa Rega datang dalam mimpi? padahal kejadian di mini market dan meja makan itu sudah seminggu berlalu. Semua penyebab kejadian ini adalah Rega, coba kali Rega nggak datang dalam mimpi, Rose pasti nggak akan ketahuan kalau dia tertidur di kelas.
"Dasar hiks--Rega kampret!!" gumam Rose dengan nafas tersengal sehabis menangis.
πππ