Aku tak mau bersamanya untuk sedetik saja, apalagi untuk selamanya. IMPOSSIBLE.
~ Eira Rosemary Ningrum & Muhammad Oregano Zyandra.
Tak seperti suasana pada acara makan malam yang biasanya terasa hening, kini di meja ruang tamu yang telah Sarah sulap menjadi meja makan nampak ramai dengan tawa para orang tua di sela pembicaraan mereka.
Ya, hanya mereka yang berbicara. Sementara anaknya malah mendadak bisu. Mereka tengah bergelut dengan pikirannya masing-masing. Rega yang takut jika Rose akan membongkar segala kebusukannya malam ini, dan Rose yang masih memikirkan kejadian tidak senonoh di cafe kemarin.
Bagai dua orang asing yang baru saja bertemu, mereka duduk berjauahan bahkan tak saling menyapa atau sekedar saling melempar senyum sebagai formalitas, sama sekali tak dilakukan. Mereka hanya akan bersuara atau tersenyum, jika di tanyai oleh salah satu dari orang dewasa yang ada disini.
Keduanya menghindari kontak mata satu sama lain. Rose merasa nafsu makannya kini menghilang, padahal ia sangat menyukai lumpia. Tapi malam ini, lumpia baru termakan setengah bagian dipiringnya.
Rega pun tak jauh beda, ia hanya mengaduk-aduk makanan yang ada dipiringnya. Bukannya tidak enak, makanan yang baru saja Rega kenal ini malah langsung cocok di lidahnya, rasanya unik. Tapi keadaan tidak mendukungnya untuk melahap makanan yang ia ambil.
"Rega, apa rasa makanannya nggak enak?" tanya Sarah khawatir melihat Rega yang terus mengaduk-aduk piringnya yang berisi kering tempe.
Rega yang tersadar, sontak menggeleng. "Nggak kok tan, makanan ini malah rasanya enak banget." jawab Rega dengan senyum tulusnya. Nadanya masih terlihat sedikit kaku.
"Oh ... yaudah alhamdulillah deh kalau begitu. Tante kira kamu nggak suka sama makanannya, dihabiskan ya!" Sarah mengelus dadanya lega, kemudian menoleh kepada sang putri yang masih setia dengan lumpia di piringnya. Putrinya itu nampak tak memperdulikan apa yang mereka bicarakan.
"Tuh kak, kamu denger nggak makananmu dipuji loh sama Rega, katanya enak." Merasa disebut namanya, Rose yang ada disamping Sarah hanya bisa memberi respon seulas senyum. Yang dipaksakan tentunya.
"Loh, ini bukan kamu Sarah yang masak kering tempe?"
"Apa benar sayang ini kamu yang masak?"
Ali dan Seol Ah nampak tak percaya, karena pasalnya sekarang jarang ada gadis dizaman now yang bisa memasak masakan indonesia yang bumbu rempahnya ribet bin rempong. Apalagi dengan rasa seenak ini.
"Iya tan, om," Rose tersenyum malu-malu. Semburat merah muda sekilas muncul di pipi putihnya.
Rega sama sekali tak mau memperhatikannya. Ia memilih menulikan indra pendengarannya.
"Wow ... kamu hebat sayang, ciri-ciri menantu idaman sekali. Sudah shalehah, pintar, bisa urusan rumah, beruntung orang yang akan menjadikanmu menantunya," Rose bukan hanya merona, tapi kini ia sampai menunduk malu-malu mendengar pujian Seol Ah yang terlalu berlebihan untuknya.
"Makasih tante, tapi tante kayaknya ... terlalu berlebihan deh." tukas Rose lembut.
"Nggak kok sayang," Seol Ah melengkungkan bibirnya pada gadis yang duduk tak jauh darinya. Lalu ia beralih pada Sang suami. "Tuh kan pah ... bener, gimana? Sekarang aja, ya?!"
Semua orang yang mendengar itu terlihat tak mengerti dengan ucapan Seol Ah, kecuali Rega yang masih tak acuh. Dia meminta izin untuk apa?
Kenapa perasaan Rose mulai merasa tak enak, ya? Apa nantinya akan sesuatu yang tak ia duga? Ah, iya Rose baru ingat mimpinya kemarin siang. Apa mimpi itu akan jadi nyata? naudzubillah, jangan sampe pokoknya. Tapi feeling-nya mengatakan kalau ...
"Reza, Sarah," Seol Ah menatap mereka bergantian, sedikit memberi jeda sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Sebenarnya, maksud kedatangan kami disini untuk melamar Rose buat Rega."
Jeduarr
Tuhkan bener apa feeling-nya!!! Rose membulatkan matanya lebar-lebar, sedangkan Rega yang mendengar itu sontak terbatuk-batuk disuapan terakhirnya.
Seol Ah segera mengambilkan segelas air syrup yang tersedia untuk Rega. "Kamu tuh kalau makan pelan-pelan dong!! Nggak malu apa sama calon istrimu?!"