Biarkan hanya aku dan Dia yang tahu bagaimana perasaanku padamu, teman masa kecilku.
~Eira Rosemary Ningrum
"Kak akwu pokwoknya ndukwung kamu terus, jangwan mau samwa Rega!" ujar Satya dengan semangat empat lima. Padahal ia sedang menguyah cap jay seafood kesukaannya.
Rose terharu mendengar dukungan dari adik yang biasanya selalu mengibarkan bendera perang padanya, atau yang biasanya sering mengajaknya ke arena tinju.
"Iya ... makasih ya,"
"Makanya kak kamu tuh jangan ketiduran kalo belajar! Semangat dong!! Jangan kayak beruang, hibernasi mulu!"
Yang tadinya tingkat terharu Rose ada diatas langit mendadak terjun payung, bagaimana tidak?! ia telah disamakan dengan makhluk berbulu dan berbadan besar.
"Enak aja kamu samain kakak sama beruang!" ketus Rose tangannya ikut maju. Dengan manja Rose memelintir gemas lengan Satya.
"Awwhh, ya ya ampun!" pekik Satya saat mendapatkan sebuah jitakan dari Rose yang menyeringai menatap penderitaan adiknya.
Waktu ujian dari sekolah akan berlangsung selama tujuh hari, sedangkan Rose sudah melewati setengahnya. Ya, baru empat hari ia melaksanakan ujiannya, tapi rasanya ia seperti sudah lelah selalu berkutat dengan buku tebal dari berbagai pelajaran yang berbeda.
Setelah menjemput Satya dari sekolah sesuai titah Sang ibunda ratu Sarah. Mereka tak langsung pulang, Satya yang menggantikan Rose mengendarai motor setelah meninggalkan sekolah malah membawa kakak perempuannya itu ke sebuah food court yang ada di depan sebuah mall. Masih menggunakan seragam pula.
Memang Satya adik yang tak tahu diri.
Syukurlah Rose membawa uang lebih dari hasil menyisihkan uang sakunya, jika tidak lebih baik ia menyerahkan Satya sebagai jaminan. Tidak, tidak, Rose hanya bercanda. Ia belum mau RIP karena dimarahi Sarah habis-habisan, sebab menyerahkan adik satu-satunya.
Jadi kakak kan harus baik, hehehe iya kan?
Tentang hadiahnya? Tentu ia masih mengingat janji yang dibuat papahnya tempo hari, dan ia menyesal. Sekarang janji itu lebih terasa seperti beban, beban yang terus menuntutnya lebih keras dalam belajar. Ia bahkan tak pernah menonton tv lagi, atau streaming drakorย seperti biasa walau hanya setengah jam untuk refreshing.
Ponselnya saja ia gunakan untuk belajar. Mencari sebuah ilham, dari soal yang bahkan semesta-pun tak tahu apa jawabannya. Ia tentu mengunjungi aplikasi yang tengah tenar, akhir-akhir ini. Dewa kecerdasan julukannya, apalagi kalau bukan br**nly, ya kan?
Rose memasukkan sesendok kwetiau goreng kedalam mulutnya. Dalam keadaan makan-pun, ia masih melihat latihan soal ekonomi ditangan kirinya untuk ujian besok. Tiga nilai penting agar ia naik kelas sebagai anak IPS, Ekonomi, Geografi, Sosiologi, belum lagi ditambah mata pelajaran lain.
Dan sebagai warganegara yang baik dan berbudi luhur, ia harus mendapat nilai di atas KKM pada pelajaran PKN.
Untuk bisa menjadi umat yang bertaqwa dan membuktikan ia anak yang shalehah nilai PAI haruslah di atas delapan.
"Kak pokoknya kamu harus jauhin si Rega, dia itu nggak baik!" pernyataan Satya membuatnya meletakkan latihan soal di meja dan mengalihkan perhatiannya sejenak.
"Kamu tahu dari mana?" tanya Rose keheranan. Padahal sepertinya adiknya itu belum pernah melihat Rega melakukan hal yang tidak-tidak.
"Insting lelaki," Rose melongo mendengar jawaban adiknya. "Hanya laki-laki yang bisa tahu karakter laki-laki lain,"
Ucap Satya begitu percaya diri dengan telunjuk yang mengarah ke kepalanya, lebih tepatnya mengarah ke organ yang ada didalamnya. Otak. Rose mendengus geli melihat tingkah Satya yang berlebihan.
"Pfft, yang benar aja!" Rose mati-matian menahan tawanya, kalo ini dirumah ia mungkin sudah terbahak sampai sakit perut. Tapi didalam hati ia tertawa miris membenarkannya.
Rose tak bisa menceritakan hal yang menyangkut Rega pada Satya, bibirnya seakan terkunci rapat. Dia tak mau adiknya itu khawatir dan menyebabkan suasana rumah menjadi ricuh, karena memaksa untuk membatalkan perjodohan ini.
Walau mereka sering bertengkar, tapi kalian tahulah tak ada yang bisa mengalahkan rasa sayang seorang saudara kepada saudaranya yang lain. Rose dan Satya sebenarnya saling menyayangi dan saling melindungi satu sama lain, pertengkaran hanya emosi sesaat yang akan menguap diantara mereka.
"Kak jangan bercanda! Aku serius!"
"Iya iya, kakak tahu. Oke?!" Rose mengangkat kedua alisnya. Kemudian kembali melanjutkan makan begitu juga dengan Satya.
Malam dimana Rose dikhitbah ternyata Reza telah mengetahuinya terlebih dulu, tepat seperti dugaan Rose. Dan soal Satya yang tak ada di malam itu, Reza sengaja memberinya uang agar bisa leluasa bermain dengan teman-temannya. Satya yang terlena karena tak pernah diijinkan keluar malam sebab belum memasuki usia tujuh belas tahun mengiyakan tawaran dengan gembira, tanpa merasa curiga sedikitpun.
Bahkan Satya yang baru mengetahui acara khitbah semalam, mencak-mencak tak karuan dan meminta penjelasan apa yang terjadi pagi tadi. Ia merasa bodoh, tak bisa melindungi kakaknya sendiri. Begitu katanya.
Itu yang Rose tahu langsung dari Satya saat paginya.
"Sudah belum?" tanya Satya melirik makanan Rose yang masih tersisa setengah. Sedang milik adiknya? Jangan ditanya. Piring Satya sudah licin, tak bersisa satu butir nasipun.
"Belum,"
"Cepetan dong kak! Keburu kemaleman entar dimarahin mamah lagi!" cecar Satya yang mendapat pelototan dari Rose.
๐๐๐
"Rose ayok semangat," ujar gadis berpiyama biru menyemangati dirinya sendiri. Beberapa kali ia kembali merapikan mahkota indahnya yang terkuncir kuda saat sudah terasa berantakan karena ulahnya sendiri. Rambut hitam legamnya yang sepanjang punggung memang sungguh indah, apalagi belum pernah ada lelaki yang melihatnya kecuali Reza dan Satya.