MarriedZONE!

JUST HANA
Chapter #16

💍Penyesalan

Janji adalah hutang, dan hutang harus dibayar.

~Eira Rosemary Ningrum

Karya Ana Husna

Man jadda wa jada

~Alfan cogan


Rose tersenyum menatap salah satu sticky notes biru yang tertempel pada batang coklat ke limanya dari sepuluh pemberian Alfan. Baru setengah batang Rose memakannya, itu saja Rose makan dengan sangat hati-hati. Sambil memakan sebatang coklat berisi kacang mede, mata indahnya tak kunjung lepas dari sticky notes yang berpindah ditangan kirinya.


"Yaelah yang lagi dimabuk asmara, baru dapet sticky notes aja udah serasa dapet lotre," ejek abigail setelah duduk disamping kanan gadis berhijab itu. Sebenarnya semua murid sedang berada dilapangan untuk melihat pertandingan basket yang diadakan dijam class meeting siang ini.


Ya, karena hari ini hari terakhir class meeting, pihak OSIS sudah mengaturnya agar para murid pulang jam dua. Mereka juga akan membagikan hadiah untuk kelas yang memenangkan pertandingan disemester ini.


Hanya Rose yang berada di kelas. Rose hanya berniat sejenak menyingkir dari hiruk pikuk para penonton yang begitu semangat melihat idola mereka bermain.


Hari terasa berlalu cepat, Rose bersyukur bisa melewati ujian kenaikan kelas yang membuat kepalanya hampir meledak. Jujur, ia sangat khawatir dengan nilainya kali ini. Mengingat nilainya akan menjadi penentu hidup dan matinya.


Apalagi hari yang akan menetukan hidup atau matinya adalah besok. Tertulis dalam surat edaran yang Rose terima kemarin, besok saat fajar menampakkan diri Rose akan menerima hasil kerja kerasnya selama satu tahun di kelas XI.


Hati dan pikirannya belum tenang, sebelum menerima rapot.


Sekarang Rose hanya bisa berdoa menunggu hasilnya. Semoga nilainya bisa seperti yang diharapkan. Ia ingin terbebas dari perjanjian itu.


"Kenapa? iri?! bilang bos!" canda Rose setelah ia melihat sekilas Abigail yang menaik turunkan alisnya. Rose terkikik diakhir kata sambil kembali menatap sticky notes itu penuh arti. Rose tahu gadis berpakaian olahraga itu sedang menggodanya.


Sudah pernah Rose bilangkan, semua teman satu kelas tahu bagaimana kisah cinta dalam diamnya.


Abigail tergelak. "Ngapain gue iri sama lo? Dirga udah biasa tuh ngasih gue kayak gituan,"


"Iya iya, yang hubungannya awet kayak pengawet," cibir Rose membuat gadis yang ada disebelahnya tersenyum malu-malu.


"Udah selesai lomba lari estafetnya?" tanya Rose melihat keadaan Abigail yang bercucuran peluh. Keringat membanjiri dahi dan lehernya yang terlihat karena rambut Abigail dikuncir kuda.


Abigail hanya mengangguk, lalu kembali menyedot es tehnya yang ada di plastik. Omong-omong Rose baru sadar Abigail bawa es teh, enak tuh.


Tanpa meminta izin dulu, sama seperti yang dilakukan teman-teman less akhlaqnya, Rose mengambil alih plastik yang sudah mengembun dari tangan Abigail. Itulah gunanya teman, harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.


"Makasih Abi," ucap Rose mengembalikan es teh pada Sang empunya. Abigail yang sudah paham sifat temannya ini menggelengkan kepala.


"Nggak kelapangan lihat basket?" Rose menggerakkan tubuhnya untuk mengahadap Abigail sepenuhnya. Abigail menoleh menatap Rose, lalu menggeleng lesu.


Mengingat kebiasaan Abigail yang selalu stand by saat pertandingan basket dari tahun ketahun, lalu menjadi pemandu sorak yang berteriak paling keras dari kursi penonton.


"Nggak ada yang beb," Abigail memanyunkan bibirnya.


"Pfft ... uhh, tututu kasihan," Rose menepuk-nepuk bahu Abigail, ia berusaha keras menahan tawanya melihat wajah Abigail yang sudah ditinggal kekasihnya dari sekolah. Ia tahu apa penyebabnya.


Abigail berpacaran sejak kelas sepuluh dengan kakak kelas yang menjabat sebagai ketua basket. Oleh karena itu, sebab yang dirindu sudah tak nampak batang hidungnya. Ini anak jadi kayak orang-orangan sawah kalo disekolah. Ada raga, tapi nggak ada jiwa.


Bisa dibilang, sedih. Alias galau tingkat akut. Udah nggak ada obatnya lagi di apotek.


"Lha emangnya kamu nggak? Alfankan juga udah nggak disini," balas Abigail yang merasa diejek, gadis itu tersenyum dapat menangkis serangan temannya.


Rose gantian memanyunkan bibirnya, ia baru sadar kalau ejekannya itu juga berimbas padanya.


"Ciah ... yang berdua mulu, lagi bahas gosip apaan sih? kelihatannya asik, gue join!" ujar Ghea semangat duduk di kursi yang ada dimeja depan bersama Haifa disebelahnya. Ia baru saja datang dari kantin bersama Haifa dan Khansa dibelakangnya.


"Gosip apaan! gue baru aja ngalahin Rose debat," Abigail tersenyum bangga sembari memukul dada dan mendongakkan dagunya tinggi.


"Wilih, debat apa?" tanya Ghea mengalihkan tatapannya pada Rose meminta jawaban.


"Bukan apa-apa," ketus Rose masih memasang wajah pura-pura bete. Ia tahu Abigail cuman bercanda.


"Nih pentol punya lo!" khansa menyodorkan sebungkus plastik pentol bersaos cabai. Setelah itu ia mengambil kursi untuk duduk di dekat meja Abigail.


"Ngapain sih kudu titip, lo kan bisa ikut tadi!" protes gadis yang memakai seragam putih abu-abu, sama seperti yang Rose dan Haifa pakai.


Lihat selengkapnya