Kalah bukan berarti mengalah. Masih banyak jalan tikus buat menuju Roma, dan masih banyak juga seribu satu cara buat aku batalin khitbahannya.
~Eira Rosemary Ningrum
Mobil Reza sudah sejak tadi melaju ke salah satu hotel bintang lima ternama di Bandung, yang Rose tahu itulah tempat Ali dan Reza akan mendiskusikan tentang perjodohan kedua anaknya lebih lanjut.
Bukan hanya semata-mata akan melakukan khitbah saja, Reza sekaligus berencana mengajak keluarga kecilnya berlibur, rehat dari kegiatan yang padat. Apalagi sekarang sedang libur sekolah, jadilah Reza berencana akan berkeliling Bandung tiga hari.
Walau hanya sebentar, namun bagi Reza waktu itu sangat berharga. Perkerjaan yang membuatnya harus menghabiskan waktu di resto, dan berkeliling karena sudah punya banyak cabang tak bisa membuatnya meluangkan waktu lebih pada Rose dan Satya.
Dan kali ini ia akan menebusnya, dengan berlibur sekeluarga.
Rose sebenarnya bahagia, jika acara liburan sekolah tak berlangsung bersamaan dengan acara khitbahannya. Ya, mereka hanya akan bertukar cincin dan akan melangsungkan akad setelah sama-sama menyelesaikan kuliahnya. Seharusnya Rose lega, moment sekali sumur hidup itu masih lama, menunggu bahkan lima atau ... sampai enam tahun lagi, ditambah dengan mencari kerja.
Tapi, tidak dengan keadaannya didunia nyata. Di dalam mobil Rose merasa gelisah, sedih, dan tak terima secara bersamaan. Dia sangat ingin meluapkan amarahnya sejadi-jadinya. Tapi hak-nya telah tercabut dengan kekalahan yang didapat.
Ia ingin menaruh kepalanya dibahu Satya, tapi ia urungkan saat mengingat lagi bagaimana dasyatnya pertengkarannya dengan Satya kemarin malam. Rose menatap Satya sekilas, yang jelas tertidur pulas disebelah kanannya. Begitu juga dengan Sarah yang ada disebelah kursi Reza--kursi pengemudi, ia sudah tertidur.
Rose menghela nafas berat, kegiatan itu lebih sering ia lakukan sejak berada dalam mobil. Matanya tak bisa terpejam, ia ingin tidur sejenak melupakan setumpuk masalahnya, tapi tak bisa. Akhirnya yang dilakukannya dari tadi cuman memandang ke arah luar.
Semuanya terlihat bahagia, kecuali dirinya. Senyum palsulah yang berusaha ia ukir hari ini. Walau sulit, ia harus berusaha.
Terlalu lama tenggelam dalam pikirannya membuat Rose tak sadar tertidur dengan sendirinya.
____________
Mobil Reza telah memasuki area hotel berbintang, setelah menempuh waktu selama lima jam di mobil, mengingat hari ini adalah liburan sekolah membuat jalanan macet. Rose mulai menggeliat, ia terbangun lalu mendapati Hotel berlantai tiga puluh yang dari luar saja sudah tampak elegan dan terkesan mewah dengan gedung berwarna hitam.
Langit sudah mulai menampakkan warna jingganya, menandakan sebentar lagi berkumandannya adzan magrib. Perjalanan ini sungguh melelahkan, padahal mereka sudah pergi dari jam dua belas.
Sebelum turun Reza membangunkan Sarah dan Satya, setelah semuanya keluar barulah, Reza memberikan kunci mobilnya agar bisa diparkirkan ditempatnya pada salah satu pegawai disana yang berpakaian kemeja putih dengan celana bahan hitam lengkap dengan sarung tangan berwarna putih.
"Tolong ya mas, nanti saya tunggu di loby," ucap Reza yang diangguki seorang pria muda berumur dua puluhan. "Terimakasih,"
Bersamaan Rose dan yang lain menuju ke dalam hotel dipimpin dengan Reza yang menuju loby terlebih dulu. Selesai dengan administrasi dan setelah menerima kembali kunci mobil, mereka menuju ke lift. Rose melihat angka yang yang terus bertambah disana hingga berhenti di angka dua puluh tiga.
Melewati lorong sepi yang berlantai karpet merah, dan memiliki lampu hias kecil berwarna kuning yang menempel di tiap dinding di sisi kanan pintu kamar. Masih satu kesan yang ia tangkap, MEFAH.
Rose menghentikan langkahnya disaat Reza juga berhenti di pertengahan lorong.
"Kak ini kartu kamar punya kakak," Reza memberikan satu kartu dari tiga kunci yang dipegangnya. Rose menyambutnya.
Reza lalu beralih pada Satya dan mengulurkan kartu. "Nih buat adek, inget ya kalian gak boleh tidur! inget ini bentar lagi udah mau ..."
Reza menunggu sahutan kedua anaknya.
"Magrib," ujar Satya dan Rose bersamaan.
"Pinter," pujian Reza membuat Sarah tersenyum, ia senang bisa mempunyai suami seperti Reza, yang juga mau membantunya dalam mendidik anak. Sedari tadi Reza yang mengarahkan, ia hanya diam.
"Kalian boleh istirahat dulu, nonton TV, main hape, atau apalah yang kalian suka, tapi ga boleh tidur," imbuh Sarah gantian. "Jangan lupa shalat magrib sama habis isya nya, juga sempetin baca..."
Sarah menunggu jawaban.
"Al-Qur'an," Sarah tersenyum mendengar sahutan kompak dari Satya dan Rose.
Itulah yang selalu Sarah ajarkan kepada putra putrinya, selalu membaca Al-Qur'an minimal satu halaman sehabis shalat fardhu. Reza dan Sarah memang pasutri yang mempunyai misi dan visi yang sama, yaitu berusaha mendekatkan keluarga mereka agar terus mendekat sejengkal ke arah jannah-Nya setiap hari, tentu dengan menanamkan nilai agama yang kuat pada Rose dan Satya.
"Kayak rencana awal kita keluar kamar jam delapan, oke?" Reza menatap kedua anaknya bergantian. Mereka telah membahas hal itu tadi dirumah, sebelum berangkat.
Rose dan Satya mengangguk tahu. Lalu kemudian keempatnya pergi menuju kamar masing-masing yang bersebelahan.