MarriedZONE!

JUST HANA
Chapter #19

💍 Awal Bencana

Aku kira semalam kita telah resmi berpisah, tapi ternyata qadarullah ... Dia yang diatas telah menggariskan yang lain,

Dan saat aku bersamamu hanya akan membawa masalah dalam hidupku, camkan itu.

~Eira Rosemary Ningrum

Karya Ana Husna


"Nih, kak dimakan dulu!"

Uluran jagung bakar dari Satya membuat lamunan Rose buyar, ia menerimanya.

"Pedas manis kan?" tanya Rose memastikan saat Satya ikut duduk lesehan disebelahnya.

"Iya tenang aja, aku tahu kakak nggak terlalu suka sama pedes," ucap Satya sebelum menggigit jagung miliknya.

Sedang Rose bukannya menikmati malam, ia lebih asik dengan pikirannya sendiri, membiarkan jagung yang ada ditangannya diterpa angin malam. Sadar Rose tak kunjung memakannya, Satya kembali menyadarkan Rose untuk kesekian kalinya.

"Kak dimakan, keburu dingin entar nggak enak, lagian kenapa sih ngelamun terus?! nggak seneng khitbahannya batal ya?!" sinis Satya, begitu kentara nada ketidak sukaannya disana.

"Nggak dek, kamu tuh apaan sih?! jangan bikin mood kakak rusak tahu nggak, ah!" dengus Rose kesal, lalu merotasikan matanya malas.

"Oke, oke terserah kakak. Aku nggak akan ganggu lagi," ujar Satya menghindari masalah. Ya disaat seperti ini akan lebih baik Satya diam, dari pada ia bisa kena semprot lagi. Benarkan?

Kedua remaja itu akhirnya sibuk dengan jagung masing-masing, Rose mulai memakan jagung bagiannya. Satya? jangan ditanya lagi, hampir dari setengah jagungnya telah hilang berpindah kedalam perutnya.

Malam ini langit sangat cerah, ia menampakkan bulan sabitnya bersama bintang yang menjadi pendampingnya, kontras dengan keadaan hati Rose yang mendung.

Setelah selesai menjawab, atau lebih tepatnya menolak khitbahan Rega, Reza dan Sarah langsung pamit pergi dari restaurant, mereka masih merasa tidak enak hati. Apalagi Ali adalah sahabat Reza yang selalu membantunya, tak pernah menolak jika ia sedang mengalami kesulitan.

Tapi baru kali ini Ali meminta sesuatu, dan ia langsung menolaknya.

Selepas dari resto Sarah dan Reza memilih memesan makanan agar bisa mereka makan di kamar. Sementara Satya telah meminta izin kepada Reza agar bisa keluar hotel sekedar untuk mencari makan bersama Rose.

Berakhirlah mereka disini, di kedai bakar-bakaran kecil pinggir jalan, tak jauh dari hotel mereka makan jagung bakar.

"Sat, kakak salah nggak sih nolak perjodohan ini?" tanya Rose ragu. Ia menatap Satya yang sudah menautkan keningnya sejenak, hingga lelaki itu menghentikan aktifitas menguyahnya.

Satya secepat kilat menyelesaikan kunyahannya, lalu menelannya. Kerasukan apa kakaknya malam ini? sepertinya ia harus memberi sebuah pencerahan.

"Kak kamu nggak salah," ucap Satya penuh penakanan disetiap katanya. "Itu hak kakak kalo mau nolak,"

Meskipun telah mendengarkan Satya Rose masih menunduk lesu. Di sisi hatinya yang lain, ia merasa takut akan membuat hubungan kedua sahabat itu menjadi renggang.

"Kak harusnya kamu tuh bersyukur, Allah udah ngabulin apa yang kamu minta, jangan sampe Allah marah terus  bikin kamu jadi nyesel sama ucapanmu sendiri,"

"Iya iya, kakak ngerti. Udah deh kamu tuh bukannya buat hati kakak jadi tenang, justru bikin kakak kepikiran," sewot Rose menajamkan matanya.

"Yowes, tapi matane ojo mendelik-mendelik kali, biasa wae! (Yaudah, tapi matanya jangan melotot-melotot kali, biasa aja!)" ketus Satya membalas Rose dengan lirikan yang sama tajamnya.

Kalau udah bahasa jawa mereka keluar, bisa dipastikan perang dunia akan dimulai.

"Yo salahe sopo? kowe seng mulai disek kok! (Ya salah siapa? kamu duluan yang mulai kok!)" tuduh Rose menunjuk Satya dengan jagungnya.

"Lah kok aku?! kan kowe dewe, (Lah kok aku?! kan kamu sendiri!)" tampik Satya tak terima dengan tuduhan Rose.

"POKOKE KOWE. (Pokoknya kamu.)" Ujar Rose tak peduli.

Mereka berdua sampai-sampai tak merasa telah berhasil menjadi pusat perhatian kedai ini. Akang-akang yang punya kedai cuman bisa geleng-geleng melihat perilaku primitif salah satu pelanggannya.

"A' teteh, punten kalo lagi ganggu berantemnya, tapi harusnya kalo pacaran ada masalah bisa dibicarakan baik-baik," ucap lembut seorang lelaki berumur tiga puluhan pada kedua kakak beradik itu. Keduanya langsung mengalihkan fokus pada akang berbaju kuning, terlihat disamping kanan pundaknya tersampir sebuah lap. Mereka diam sejenak, hanya menatapnya sekilas dengan tatapan tajam lalu kembali bertengkar.

"Kowe kak, ora aku! (Kamu kak, bukan aku!)" balas Satya tak kalah ngotot.

"Kowe! (Kamu!)"

"Kowe kok! (Kamu kok!)"

"Kowe pokok men. (Kamu pokoknya.)"

Merasa tak digubris akang tadi menghela nafas menggunakan tenaga dalam bersiap meledakkan amarahnya. Bisa-bisanya pasangan ini membuat keributan di kedai mereka, plus menggunakan bahasa yang tak dimengerti oleh si akang pula.

"Punten aa' teteh kalo mau ribut, ribut aja, tapi jangan disini, minggir," bentaknya penuh kejengkelan.

Bukannya diam keduanya malah menatap lebih tajam si akang yang telah berani menginterupsi pertandingan debat se-kecamatan tadi.

"DIAM!!"

Si akang sampai terperanjat mendengar bentakan yang Satya dan Rose berikan.


Lihat selengkapnya