Men SAH-kan ku dengannya bukan memecahkan masalah, melainkan sumber masalah itu sendiri.
~Eira Rosemary ningrum & Muhammad Oregano Zyandra
Rose tak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang, ia merasa hanya tidur sendiri semalam. Tapi kenapa sekarang ada Rega disampingnya?
Ya Allah maafkan hambamu ini, bagaimana sekarang?!, batinnya kebingungan dan merasa bersalah tak bisa menjaga diri. Dan air mata Rose berhasil tumpah dengan derasnya.
Hiks hiks
Perlahan ia melihat kedalam selimut, ia bisa bernafas lega bajunya masih utuh. Lalu pelan-pelan melihat Rega, ia akan melakukan hal yang sama. Tangannya gemetaran saat akan membuka selimut milik Rega.
Alhamdulillah, batin Rose bersyukur. Ternyata Rega hanya melepas kemeja dan jas, bukan celananya. Terbukti, Rose melihat barang Rega tercecer disekitar kasur. Dengan cepat Rose mengusap kasar air matanya dengan punggung tangan, ia begitu emosi dengan makhluk disebelahnya. Dipastikan Rose takkan memberi ampun. Kakinya sedang ingin menendang sesuatu.
DUKK
"AWWWKK," Rose menendang paha Rega hingga terjatuh dari kasur. Tanpa belas kasih, matanya menatap Rega bagai predator mengintai mangsa yang siap melahap.
"BR*NGS*K!! SIAPA YANG BERANI GANGGU GUE PAGI-PAGI!" berang Rega. Lelaki itu berusaha bangun untuk duduk, sementara tangan kirinya sibuk mengelus punggungnya yang mencium lantai. Padahal matanya masih setengah terpejam.
"KELUAR LO DARI KAMAR GUE!!" Rose seakan sudah lupa dengan yang namanya tata krama, ia juga tak lagi menggunakan aku-kamu.
Pundak Rose terlihat naik turun, berusaha mati-matian menahan emosinya. Secepat kilat ia menarik selimut untuk menutupi semua auratnya, termasuk rambut.
Mendengar suara wanita dikamarnya, lantas kesadaran Rega kembali seratus persen lebih cepat.
"Lo ngapain dikamar gue?!" bentak Rega bangkit berdiri di sisi kasur memandangi Rose tak percaya.
"Gue yang harusnya nanya!! ngapain lo dikamar gue! dasar kurang ajar, cowok s*alan!!" Rega sempat tergelak mendengar Rose yang tak pernah mengumpat, untuk pertama kali telinganya mendengar sendiri umpatan keluar dari perempuan yang rapat menutupi dirinya dengan selimut. Kain putih itu hanya menyisakan wajah Rose yang nampak memerah karena marah.
Rega memijat pelipis kepalanya yang terasa sakit, ia berusaha mengingat kejadian tadi malam, yang hampir dilupakan karena segelas alkohol. Benarkah hanya segelas? Rega lupa pastinya. Kenapa masalah sebesar ini bisa menimpa dirinya?
Rega melihat sekeliling kamar, lalu menyugar rambut sebahunya yang berantakan, tak terkuncir. Ia berusaha keras menggali memorinya. Sekarang baru pukul empat, mataharipun belum keluar dari peraduannya.
"Damn it," umpat Rega mengacak rambutnya kasar melihat dari jauh, nomor kamar yang terbuat dari kayu itu terpajang sempurna di dinding dekat pintu. Nomor 116, bukan 119. Sial*n, hanya karena wine ia bisa salah kamar.
Rega terus mengumpati dirinya. Seharusnya ia lebih berhati-hati karena membawa kartu khusus yang Ali berikan. Kenapa dikatakan kartu khusus? karena kartu itu bisa mengakses semua kamar dan ruangan, tanpa terkecuali. Jangan lupakan dia anak pemilik hotel ini.
"KELUAR SEKARANG LO!! GUE NGGAK MAU LIHAT WAJAH LO LAGI!! KELUAR!!" teriak Rose sembari menyeka kasar air mata yang terus turun ke pipinya.
Beruntung kamar hotel ini dirancang agar kedap suara, jadi takkan ada yang bisa mendengar mereka beradu mulut.
Tak sabar melihat Rega memunguti kaos dan jasnya yang ada dilantai, Rose sampai turun tergesa dari ranjang, mendekati Rega tanpa menggunakan selimut. Tanpa Rose sadari ia malah memperlihatkan seluruh tubuhnya. Pikirannya sudah kacau. Pikirannya tak lagi berfikir sampai sana, bisa hancur hidupnya jika sampai kedua orang tuanya melihat ini. Mereka bisa kecewa, hanya itu yang ada dipikirannya sekarang.
Rose takut mereka bisa salah paham melihat ini.
Rega sempat terdiam, ia terpesona melihat lekuk tubuh Rose yang bisa dibilang sempurna, memakai nightgown yang seperti itu tak buruk jugalah untuknya, ia malah terlihat ... sedikit sexy mungkin.
Ingat ya, Rega bilang cuma sedikit. SEDIKIT.
Rega kembali tersadar saat Rose melempar kaos dan jas yang belum sempat ia pungut, tepat diwajahnya.
"Gue-"
"Pergi lo sekarang!! gue nggak mau ada yang sampe ngelihat ini!" Rose menekankan suaranya disetiap katanya.
Belum sempat Rega mengucapkan maaf dan menggunakan bajunya, Rose sudah lebih dulu mendorongnya kasar ke arah pintu. Tak ada perlawanan dari Rega, karena ia tahu. Ia salah.
Saat Rose sudah terbakar amarah dan akan membuka pintu, ia tak tahu ada sebuah kejutan menantinya dibalik pintu.