Marrilied

Savage Page
Chapter #2

Misi 001: Primbon, Weton, dan Ajun.

Yogyakarta, 2020.

Pendopo kediaman Palamarta hari ini terasa panas, bukan hanya karena sinar mentari yang bagus tetapi juga ketegangan tensi membara.

Sejujurnya, tegang atau api emosi sering terjadi di sini apalagi antara nyonya Palamarta dengan sang ponakan, Arjuna Dimitrio. Alasannya klasik, selayaknya ditampilkan di sinema pagi televisi maupun sekelas film layar lebar ternama. Pernikahan.

Ajun—sapaan akrab Arjuna Dimitrio—percaya bahwa takdir adalah sesuatu yang pasti terjadi, salah satunya tentang pernikahan. Dia juga percaya, mau atau tidak, terlambat atau lebih cepat. Kalau ditakdirkan terjadi pasti terjadi. Tidak bisa memaksa, tidak bisa diburu.

Makanya, Ajun heran bagaimana bisa Bude Ayu—sapaan Rahayu Palamarta—ngotot memintanya menikah tahun ini dengan embel-embel primbon atau weton yang dia sendiri gak paham sama sekali.

Ajun menggaruk pangkal hidungnya, berusaha menahan suara agar tidak meninggi. “Sial atau enggaknya Ajun gak bergantung sama status pernikahan Ajun.”

“Tapi, Jun. Lik Sari bilang kamu bisa sampai meninggal!”

“Bude, kalau memang Ajun harus meninggal ya tinggal meninggal aja terus kuburin. Kan udah takdir.”

“Arjuna!”

Dalem, Bude.”

Rahayu menghela napas, matanya terpejam beberapa masa. Pening kepalanya menasihati keponakannya yang satu ini. Andai Saka—kakak Ajun—masih ada, tentu lain acara. Anak itu akan menuruti segala titahnya.

Cangkir berisikan teh hijau di atas meja segera diraih Ajun, diberikan ke Rahayu. Dia tau teh itu pahit, namun setidaknya budenya bisa menghapus sedikit pening.

Tangan lentik Rahayu membentuk gerakan melambai, menandakan para pelayan untuk pergi dari pendopo tanpa terkecuali. Setelah yakin tidak ada yang tersisa selain dirinya dan Ajun, Rahayu membuka bibirnya.

“Kamu tau betul ‘kan kenapa bude sengotot ini?”

“Iya, Bude.”

“Terus kenapa kamu isih nolak, Arjuna?”

Iris legam Ajun bertemu netra cokelat pudar budenya, berusaha menyampaikan maksud hati walau tau akan ditepis. “Ajun masih enjoy sama karir, Bude. Kalo dipaksa percuma, nanti akhirnya buruk. Dia sakit hati, Ajunnya dosa.”

“Kamu gak akan tau kalau gak usaha, Jun.”

“Bude Ayu,” panggil Ajun lembut. Tatapannya serius, juga lelah. “Pasti Ajun akan nikah, Bude gak usah khawatir. Kapan dan sama siapanya, biar aja waktu yang kasih liat.”


✨✨✨


Lewat sebulan dari perbincangan alot bersama budenya, Ajun hampir balik lagi. Menuntut dan menanyakan apa yang diperbuat budenya pada dia.

Kok bisa gitu?

Ya, jadi begini, pemirsa. Entah memang betulan takdir atau budenya melakukan hal aneh, Ajun jadi sering kena apes semenjak kembali dari Jogja dan apesnya itu pasti berhubungan sama perempuan. Aneh-aneh pula kejadiannya. Mulai dari disangka perebut pacar orang, dikejar orang gila, sampai dikira lelaki mesum.

Ajun masih berusaha berpikir positif di minggu pertama hingga minggu ketiga, tapi akal sehatnya tidak bisa tahan lagi saat tepat sebulan segala kesialan aneh masih mengikutinya.

“Kata gue juga ape, ikutin aja titah bude lo. Kena tulah ‘kan lo sekarang,” ledek Jae—sahabat sekaligus gitaris Enam Hari. “Nikah tuh enak, Jun. Belom tau aja rasanya lo.”

“Belagu bener mentang-mentang udah kawin lo, Njir.” Nah, yang ini namanya Libra Danapati alias Libra. Dia gitaris Enam Hari merangkap manajer pribadi Ajun. “Belom aja gue tikung bini lo.”

“Jangan songong lo, gini-gini gue lebih tua! Gue abang lo!”

Lihat selengkapnya