Marsha and Miranda

Tesya Ridal
Chapter #2

Bunda, Marsha Kesepian !

🌻

Seorang wanita berusia 29 tahun sedang sibuk di meja riasnya. Ia mengenakan rok span hitam di bawah lutut dan kemeja putih lengan pendek dibalut blezer hitam yang lengkap dengan name tag.

“Marsha bangun Sayang. Bunda udah telat ini Nak. Sebentar lagi bis jemputanmu juga mau datang,” ucap Aliana sambil memoles make up di wajahnya.

“Males ah Nda. Kenapa sih sekolah mulu setiap hari,” ucap Marsha yang masih dibalut selimut. 

Selama Ayahnya yang bernama Aditya Fahri masih bekerja di lapangan Marsha selalu tidur bersama Aliana ibunya yang biasa dipanggil dengan sebutan Nda yang merupakan singkatan dari Bunda. 

“Tot....tot.....tot....” Suara bis sekolah yang biasa menjemput Marsha berbunyi. Bis itu sudah berada tepat di luar halaman rumah Marsha.

“Tuh kan! Bisnya udah datang, Kamu belum mandi lagi,” ucap Aliana sedikit kesal. Ia segera beranjak ke luar rumah untuk memberi tahu kepada supir bis bahwa Marsha akan pergi menuju sekolah bersama dirinya.

Marsha yang merasa malas akhirnya beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi yang berada di kamar Bundanya itu. 

“Ndaa.....Ndaa....” Teriak gadis kecil yang baru berusia enam tahun itu dari balik kamar mandi.

Aliana yang baru saja dari depan halaman rumahnya sontak berlari menuju arah suara teriakan putri semata wayangnya itu. 

“Ada apa Sha?” Tanya Aliana panik. Ia sudah berada tepat di depan pintu kamar mandi. 

“Ada kecoa Nda,” ucap Marsha ketakutan, lalu memeluk Aliana. 

Aliana sedikit menarik nafas, ia berusaha menahan emosinya, hal itu dikarenakan Marsha yang benar-benar ketakutan dan wajahnya yang sudah pucat. 

“Bunda usir dulu kecoanya ya,” ucap Aliana lembut, namun ada sedikit rasa kesal di dalam hatinya kepada Marsha, karena ia akan terlambat tiba di kantor, sedangkan Marsha juga akan terlambat masuk sekolah. 

“Tuh! Kecoanya udah pergi, Kamu mandi ya Bunda siapin baju dulu,” ucap Aliana kepada Marsha. 

“Mandiin Nda,” pinta Marsha manja kepada ibunya itu.

Tanpa banyak bicara Aliana segera membuka blezer hitamnya, lalu ditaruh di atas kasur dan secepat mungkin ia memandikan Marsha. Setelah memandikan anaknya, wanita yang sebentar lagi berusia kepala tiga itu mengambil handuk, lalu melilinyat ke tubuh mungil Marsha.

“Tunggu aja di kamar! Bunda mau ambilin baju, sepatu, sama kerudung Kamu,” perintah Aliana kepada Marsha. 

Marsha hanya mengangguk sambil jongkok di dalam ruangan kamar yang cukup luas itu, karena ia merasa kedinginan.

🌻

Jalanan kota Jakarta mulai padat dan sesak, mobil pribadi yang dikendarai Aliana harus berjalan sedikit merayap. Sedangkan Marsha sedang fokus mengenakan kaos kaki dan sepatu yang tidak sempat ia gunakan ketika berada di rumah.

“Makannya Sha, kalau Bunda suruh mandi itu langsung buruan mandi, jadinya Kita gak kejebak macet gini kan,” ucap Aliana menasihati Marsha yang sedang fokus mengikat tali sepatunya. 

Marsha hanya diam mendengar ucapan Aliana. Hampir setiap hari gadis kecil yang memiliki kulit putih itu mendengar omelan-omelan kecil bundanya.

“Udah pasang sepatunya?” Tanya Aliana yang masih fokus menyetir. 

“Udah Nda,” ucap Marsha melihat kemacetan di luar jendela mobil. 

“Sekarang sisir rambutnya, pake kerudungnya!” Perintah Aliana sedikit tegas kepada Marsha. 

“Siap Nda!” Ucap Marsha sambil menyisir rambut dan mengenakan kerudung yang merupakan seragam dari sekolahnya. 

“Nda, Mamanya temen-temenku pada pake khimar semua. Bunda kok gak pake Khimar?” Tanya Marsha sambil mengenakan kerudung instan yang menutup dada yang biasa di sekolahnya disebut dengan sebutan khimar.

“Nanti ya in syaa Allah Bunda pake khimar-nya. Sekarang Bunda belum siap,” ucap Aliana seperti membenarkan apa yang dikatakannya. Padahal jauh di dalam lubuk hatinya ia merasa jawaban itu bukanlah pernyataan yang tepat. 

“Tapi kata bu Ustadzah di sekolah pake khimar itu wajib loh Nda, itu perintah dari Allah. Masa Bunda belum siap?” Tanya Marsha yang membuat Aliana terdiam dan kebingungan untuk kembali membenarkan apa yang baru saja diucapkan oleh dirinya. 

“Tuh udah sampai. Belajar yang bener. Ini uang jajannya. Ingat jangan jajan sembarangan,” ucap Aliana yang sudah memberhentikan mobilnya di gerbang sekolah Marsha, lalu memyerahkan uang kepada anaknya itu. 

“Nda, nanti Aku pulangnya ke rumah atau ke rumah Yana?” Tanya Marsha sambil mencium tangan ibunya itu. 

“Bunda hari ini ada lembur, Kamu main di rumah Yana dulu ya sayang,” ucap Aliana yang biasa dipanggil dengan Lina itu. 

“Bosen Nda main di rumah Yana terus,” protes Marsha dengan wajah yang ditekuk. 

“Marsha sayang, Bunda kan harus cari uang buat sekolah sama jajannya Marsha. Marsha ngertiin Bunda ya Nak. Marsha kan anak baik,” ucap Lina membujuk Marsha sambil tersenyum. 

“Kan ada Ayah yang kerja Nda,” jawab Marsha kembali.

“Bunda kan mau nolongin Ayah Sha. Biar uang kita cukup. Apalagi Kamu mau punya dede kan?” Ucap Lina tidak menyerah memberi pengertian kepada Marsha. 

“Ha..di dalam perut Bunda ada dede bayi?” tanya Marsha merasa terkejut. 

Aliana tersenyum sambil mengangguk. Ia sudah terlambat haid dua pekan dan pagi ini baru saja ia melakukan test kehamilan dengan hasil positif. 

“Asyikk.....Aku mau punya dede,” teriak Marsha bahagia. 

“Yaudah kamu masuk kelas ya. Udah telat tuh!” Perintah Lina kepada Marsha dengan lembut. 

“Oke Nda. Assalammualaikum,” ucap Marsha seakan lupa dengan kesedihan dan kemalasan yang ia rasakan untuk masuk kelas.

“Waalaikumsalam”

🌻

“Marsha dipanggil bu Ustadzah,” teriak Yana yang baru saja keluar dari ruangan khusus. Ruangan itu khusus untuk siswa-siswi melakukan test bacaan iqronya. Jika sudah menyelesaikan iqro satu sampai enam maka akan dilanjut dengan memperbaiki bacaan Al Quran.

Marsha segera membuka resleting tasnya dan mengambil iqro empat. Ia segera berjalan menuju ruangan khusus untuk menemui Ustadzah Shofiya yang merupakan guru yang mengajarkan bacaan iqro kepada Marsha.

“Assalammu’alaikum Marsha,” salam Shofiya dengan senyuman. 

“Waalaikumsalam Ustadzah,” jawab Marsha sambil tersenyum.

“Gimana kabarnya baik, Nak?” Tanya Ustadzah Shofiya sambil mengecek bagian bacaan terakhir yang dibaca Marsha. 

“Alhamdulillah, Baik Ustadzah,” jawab Marsha yang dirautnya terpancar wajah bahagia.

“Ustadzah, Aku mau punya adik loh,” ucap Marsha tanpa ditanya oleh Shofiya. 

“Oh ya? Alhamdulillah. Marsha seneng dong?” Tanya Shofiya menanggapi ucapan Marsha. 

“Seneng......banget,” lanjut Marsha dengan ekspresi bahagia. Shofiya tersenyum melihat muridnya itu. 

“Di rumah iqronya suka diulang dibaca lagi gak sama Bunda?” Tanya Shofiya sebelum memulai melakukan test bacaan kepada Marsha. 

Lihat selengkapnya