Martabak Manis Dua Rasa

Rio Nhana
Chapter #5

Bab 5. Kamar Tanpa Jam

Senjani duduk di sisi ranjang putih yang dingin. Tangannya menggenggam jemari Sejiwa yang dinginnya seperti fajar sebelum matahari datang. Di kamar itu, tak ada suara selain detak jantung dari monitor. Tak ada jam di dinding. Waktu seakan terhenti.

Ia menatap wajah Sejiwa, pucat, damai, namun seolah menyembunyikan ratusan mimpi yang sedang berjalan tanpa arah.

"Aku datang lagi," bisiknya, nyaris tak terdengar.

Di luar jendela, hujan turun perlahan. Hujan yang sama seperti dalam mimpi—seolah alam tak ingin membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak.

Senjani menatap mata Sejiwa yang terpejam, mencoba membaca garis-garis halus di wajahnya seperti membaca puisi lama. Ia menyelipkan setangkai bunga kecil di sisi bantal, bunga liar yang tumbuh di tepi jalan tempat mereka biasa berjalan kaki setelah kelas, dahulu.

Lalu ia berbicara. Bukan untuk membangunkan, tapi agar suara itu tersimpan dalam ruang batin yang barangkali sedang menjelajah dunia lain.

"Aku bertemu kamu... kemarin, atau entah kapan. Kamu bilang, jangan biarkan dunia ini membentukku. Kamu bilang aku harus terus menulis. Tapi, anehnya, kamu tahu hal-hal yang belum pernah aku ceritakan."

Kepalanya tertunduk.

"Apakah kamu mendengarku dari tempatmu? Atau... kita saling mengunjungi dalam bentuk yang tak kita mengerti?"

Seketika, dalam keheningan itu, ia merasa hangat menjalari ujung jarinya—hanya sekejap. Mungkin hanya halusinasinya sendiri. Atau mungkin... sesuatu yang lebih.

Lihat selengkapnya