Martabak Manis Dua Rasa

Rio Nhana
Chapter #7

Bab 7. Hujan Malam, dan Dinding yang Berbisik

Senjani belum bisa tidur malam itu. Hujan mengetuk pelan di jendela kamarnya, seperti mengulang irama langkahnya siang tadi saat ia meninggalkan ruang rumah sakit dengan napas yang menggantung. Lampu di kamarnya sengaja ia redupkan. Hanya cahaya dari luar yang tersaring tirai tipis, membias remang di dinding seperti bayangan kenangan yang mulai bergerak pelan.

Tubuhnya berbaring di atas kasur, tapi pikirannya belum berani rebah.

Di meja kecil, buku catatan berwarna biru langit terbuka. Di sana tertulis tanggal hari ini, dan di bawahnya goresan tinta yang masih hangat:

“Kenapa tatapan orang yang koma bisa lebih menusuk dari seribu pertanyaan?

Kenapa diamnya seperti tahu segalanya?”

Ia menghela napas panjang, lalu menulis lagi, lebih perlahan:

“Aku merasa bukan cuma aku yang datang hari ini, tapi kenangan yang belum selesai juga ikut berdiri di sisi tempat tidur Sejiwa.”

Suaranya terdengar menggema dalam diam kamar. Ia membaca kalimat itu lagi, lalu menutup buku perlahan, seolah khawatir suara dari dalam lembarannya bisa bangkit dan berjalan.

Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah jendela. Tirai disibakkannya sedikit. Hujan masih turun. Halaman depan rumah basah dan sepi. Tak ada lalu lintas suara selain bunyi hujan yang seperti menggali-gali tanah. Udara malam menyusup masuk, dingin dan basah, dan Senjani menarik lengan bajunya lebih rapat.

Lihat selengkapnya