Martabak Manis Dua Rasa

Rio Nhana
Chapter #19

Bab 19.Ujung Syaraf dan Jejak Memori

Ruang rawat putih itu masih sunyi. Hanya denting jam dinding yang mengisi jeda waktu. Senjani duduk setengah bersandar, tubuhnya belum benar-benar pulih, namun matanya mulai lebih jernih dari hari-hari sebelumnya. Satria duduk di sampingnya, memegang tangannya erat, seakan masih belum percaya bahwa ia bisa kembali menggenggam tangan itu dalam keadaan sadar.

Seorang pria paruh baya dengan jas putih masuk. Ia tersenyum tipis, lalu mengangguk pada Satria. “Saya bisa mulai menjelaskan, kalau kalian sudah siap.”

Senjani mengangguk pelan. Satria hanya menatap lurus, seperti menyimpan pertanyaan yang tak kunjung bisa dilafalkan.

“Senjani,” dokter itu membuka berkas di tangannya. “Kau mengalami kondisi yang kami sebut sebagai disosiasi neurologis akibat trauma akut. Singkatnya, tubuhmu memutuskan untuk 'menutup' sebagian besar fungsinya agar bisa bertahan.”

Ia menatap Senjani sejenak, memastikan bahwa penjelasannya bisa diterima perlahan.

“Selama dalam keadaan itu, otakmu tidak sepenuhnya tidak aktif. Ada bagian dari korteks prefrontal yang masih menyala—samar, tapi cukup untuk menandakan aktivitas. Kami melihat gelombang beta-mu tidak sepenuhnya hilang.”

Satria mendekat. “Itu yang membuat... dia masih bisa bermimpi?”

Dokter mengangguk. “Bukan hanya bermimpi. Tapi menyusun dunianya sendiri, berdasarkan serpihan memori dan asosiasi emosional yang kuat. Kami menyebutnya sebagai state of residual consciousness—kesadaran sisa.”

Senjani memejamkan mata. Ia tak sepenuhnya paham istilah itu, tapi yang ia tahu... ia pernah berada di tempat yang lain. Tempat di mana kenangan dan imaji menyatu, membentuk satu semesta.

“Dan dunia itu,” lanjut dokter, “bisa tetap ada... karena ada upaya dari Satria.”

Lihat selengkapnya