Martabak Manis Dua Rasa

Rio Nhana
Chapter #21

BAB 21. Kode Tak Tercerap oleh Kesadaran

“Jadi… yang aku lihat itu bukan mimpi?”

Pertanyaan itu meluncur pelan dari bibir Senjani. Di kursi kayu ruang perawatan khusus, tubuhnya tampak lebih tegar, walau wajahnya masih menyimpan kelelahan yang tidak sepenuhnya jasmani.

Dr. Raka menoleh dengan senyum datar, lalu melirik ke arah layar monitor yang memperlihatkan hasil aktivitas neuron Senjani selama dua pekan terakhir.

“Bukan mimpi dalam pengertian biasa. Tapi bukan juga dunia nyata. Kita menyebutnya: neural-stimulated echo memory.

Senjani mengerutkan alis. “Gemaan memori?”

“Bisa dibilang begitu,” jawab dokter. Ia berdiri, lalu menampilkan gambar tiga dimensi dari otak manusia. Simulasi itu memperlihatkan jaringan saraf yang saling bertautan—berpendar seperti gugus bintang.

“Selama kamu tidak sadar, tubuhmu berada dalam fase hibernasi neurologis, tetapi dengan bantuan program yang dibangun Satria dan tim, kita menanamkan titik-titik penghubung agar bagian tertentu dari memorimu tetap aktif—khususnya yang berasosiasi dengan emosi tinggi: cinta, kehilangan, dan nostalgia.”

Senjani terdiam. Perlahan, ia mulai memahami bagaimana dunia yang selama ini ia hidupi, yang terasa begitu nyata—dengan hujan, warna, wangi, bahkan kerinduan—bisa hadir tanpa ia sadari sebagai rekonstruksi kompleks dari memorinya sendiri.

“Jadi semua yang aku alami… adalah diriku sendiri?”

“Sebagian besar, ya,” sahut Dr. Raka, “tapi ada bagian yang bukan dari kamu. Yang itu berasal dari Satria.”

Beberapa hari sebelumnya, di ruang panel AI Memory Lab, Satria duduk bersama teknisi utama program AI Memetik Memori. Di hadapannya, layar berisi ribuan frasa yang terekstrak dari jurnal pribadi Senjani—yang sebelumnya ditemukan di kotak buku tua.

Dari jurnal itu, Satria mengidentifikasi pola: kejadian yang sering ditulis, nama-nama yang berulang, kata kunci emosi yang dominan, bahkan simbol-simbol yang tak pernah diucapkan Senjani secara lisan. Semua itu ia susun sebagai dasar input ke dalam struktur algoritma dunia “mimpi”.

“Dia pernah menulis: dunia yang ingin ia tinggali adalah dunia yang mengenal ‘diam’ dan ‘mengulang kenangan tanpa rasa sakit’,” ucap Satria lirih.

Lihat selengkapnya