Martabak Manis Dua Rasa

Rio Nhana
Chapter #23

Bab 23. Rumah yang Pernah Terbayang

Langit pagi itu jernih, seolah membersihkan sisa-sisa mimpi dari jendela rumah sakit. Senjani duduk di kursi roda, selimut tipis menutupi kakinya. Ia belum sepenuhnya pulih, tapi tubuhnya tak lagi seperti dulu—diam tanpa tujuan. Ada arah baru dalam tatapannya.

Di belakangnya, Satria mendorong pelan, menjaga agar setiap roda tak menyentuh bayangan gelisah.

"Siap pulang?" tanyanya pelan.

Senjani tidak langsung menjawab. Matanya justru tertuju pada trotoar, pohon-pohon yang berdiri diam, dan suara lalu lintas yang asing tapi nyata. Dunia ini terasa baru, tapi juga samar. Seperti lagu lama yang baru diputar ulang setelah bertahun-tahun.

"Ke mana kita akan pulang?" tanyanya akhirnya.

Satria berhenti sejenak, lalu tersenyum. “Ke tempat yang pernah kau bayangkan dalam tidurmu.”

**

Mobil meluncur tenang di jalanan luar kota. Sepanjang perjalanan, Senjani lebih banyak diam. Bukan karena bingung, tapi karena mencoba menyatukan dua dunia yang kini bersisian di dalam dirinya.

Saat mobil berbelok memasuki gerbang besar berwarna gading, matanya membesar perlahan.

Rumah itu—tinggi, putih, berdiri anggun dengan pilar-pilar megah dan taman bunga berjejer rapi—begitu persis seperti yang pernah ia datangi... dalam dunia yang tidak nyata.

“Istana ini...” gumamnya. “Aku... aku pernah tinggal di sini.”

Satria menoleh. “ini rumah impianmu, Senjani. dan... kamu yang membangunnya.”

Senjani mengerutkan kening. “Maksudmu?”

“Rumah ini desainmu. Dua tahun sebelum kecelakaan, kita beli tanah ini. Kamu bilang, kamu ingin rumah yang sederhana tapi anggun. Putih. Tinggi. Banyak cahaya. Tempat anakmu bisa berlarian di tangga.” Ia tersenyum kecil. “Arsiteknya cuma mengeksekusi apa yang ada di buku sketsa kamu.”

Lihat selengkapnya