Martabak Manis Dua Rasa

Rio Nhana
Chapter #25

Bab 25. Dua Rasa yang Sama

Martabak dua rasa itu kembali hadir di meja makan malam ini.

Senjani menatapnya lama, seolah mencoba memahami sesuatu yang jauh di balik permukaannya. Separuh manis—cokelat dan keju bertabur kacang, separuh asin—telur bebek dan daun bawang, gurih dan tebal. Ini bukan kali pertama makanan itu disuguhkan, tapi malam ini terasa berbeda. Aluna yang biasanya berebut bagian keju, tertidur lebih awal setelah hari yang panjang. Dan kini, hanya mereka berdua.

Satria duduk di seberang, diam, memperhatikan istrinya menatap martabak seperti menatap pertanyaan besar.

“Aku pernah mimpi tentang ini,” gumam Senjani, hampir tak terdengar.

Satria mengangkat kepalanya. “Martabak dua rasa?”

Senjani mengangguk pelan. “Tapi di sana… rasanya tidak seperti ini. Manisnya terlalu manis. Asinnya... terasa seperti kangen yang ditahan.”

Mereka diam. Waktu seperti berhenti sejenak, membiarkan kenangan mengisi ruangan.

“Aku sempat percaya bahwa hidupku yang nyata adalah di sana,” lanjut Senjani, masih menunduk. “Di dunia itu. Di sisi Sejiwa. Kita punya rumah kecil. Ada kedai di ujung jalan yang selalu menjual martabak dua rasa. Tapi aku selalu memilih bagian manis.”

Satria menatapnya, tidak dengan cemburu, bukan pula dengan kesedihan. Ia hanya ingin mengerti.

“Dan sekarang?” tanyanya lembut.

Senjani tersenyum samar. Ia menyobek martabak bagian asin, memasukkannya ke mulut. Mengunyah perlahan.

“Sekarang, aku tahu kenapa bagian asin itu penting. Bukan hanya untuk menyeimbangkan rasa. Tapi karena… hidup memang begitu, kan? Selalu ada pahit yang mendahului manisnya. Atau sebaliknya.”

Satria mendesah lega. “Martabak ini punya sejarah panjang, ternyata.”

Senjani terkekeh, dan tawa itu adalah yang paling jujur sejak ia bangun dari koma.

Lihat selengkapnya