Billy akhirnya tiba di rumahnya. Dia keluar dari dalam mobil merah Cindy, dan untuk sesaat hanya berdiri mematung di depan rumahnya memandangi sebuah rumah besar berlantai dua bercat cream cerah yang selama ini menjadi tempat tinggalnya bersama dengan keluarganya. Setelah setahun lamanya meninggalkan rumah itu, kini setelah kembali Billy merasakan kerinduan yang mendalam terhadap rumah itu. Bukan saja rindu dengan rumah, tapi Billy juga rindu dengan seluruh penghuninya, terutama mamanya.
"Ayo masuk." Cindy membuyarkan lamunan Billy. "Mau ngapain kelamaan berdiri di sini?"
Billy menoleh dan tersenyum. "Iya."
Cindy mengunci mobilnya dan masuk ke dalam rumah dengan Billy.
Di dalam rumah, Nadia memberikan sambutan hangat atas kedatangan anak laki-lakinya itu. Bagi seorang ibu, berpisah dalam waktu yang lama dengan anaknya bukan hal yang mudah. Setahun mungkin bagi sebagian orang hanya waktu yang sebentar, tapi untuk Billy dan Nadia, itu adalah waktu yang cukup lama. Billy pun sangat merindukan pelukan hangat mamanya ini.
"Mama kangen banget sama kamu," ujar Nadia setelah dia melepaskan pelukannya dan menatap wajah tampan anaknya.
"Iya, Mama. Aku lebih kangen sama Mama."
Di tengah-tengah mereka yang sedang saling melepaskan kerinduannya, terdengar sebuah suara yang membuat hati mereka merasa tenteram dan damai. Suara yang lembut yang membuat siapapun yang mendengarnya akan merasakan kebahagiaan tersendiri. Dan suara lembut nan indah itu berasal dari lantai dua. Suara sebuah alat musik yang mengalun dengan indahnya, dan sedang dimainkan oleh seseorang.
Billy menengadahkan kepalanya ke lantai dua, sepertinya dia baru ingat belum menemui seorang lagi di rumah itu. "Ma, aku ke atas dulu, ya!"
Nadia mengangguk mengerti. "Iya."
Billy berjalan menaiki satu per satu anak tangga rumahnya dan penasaran akan ada kejadian apa setelah dia sampai di atas. Meskipun ragu akan mendapatkan sambutan dan pelukan sehangat yang diberikan kakak dan mamanya, tapi tetap Billy ingin menemui orang ini.
Di kamarnya, Marvin sedang bersantai sambil memainkan biolanya. Rupanya suara lembut dan indah itu berasal dari biola yang dimainkan Marvin. Lagi yang dimainkannya dari gesekan senar dengan bow biola itu pasti akan sukses membuat siapa saja bergidik dan meremang saat mendengarnya. Lagu yang sangat lembut.
Hal itu juga yang sekarang ini dialami Billy. Billy berdiri di depan pintu kamar Marvin yang tertutup dan sengaja tidak masuk dulu karena tahu kebiasaan Marvin yang pasti akan marah kalau ketenangannya terusik. Billy memilih menunggu di luat dulu sampai Marvin selesai bermain biola.
Billy tersenyum tipis. Seandainya hati kamu bisa selembut permainan biola kamu, Vin.
Billy pun juga mengakui kemampuan Marvin dalam bermain alat musik, termasuk biola. Sangat mahir. Dia yakin, siapapun tidak akan percaya kalau laki-laki seperti Marvin pandai bermain biola dan permainannya sangat menggetarkan hati.
Tak selang berapa lama kemudian, suara biola tidak terdengar lagi, pertanda Marvin sudah selesai bermain biola.