Seperti rencana, pulang sekolah Billy mengajak Nara jalan-jalan dengan mobil putih kesayangannya. Tempat yang mereka tuju adalah sebuah kafe dengan nama Sistar's Café. Saat turun dari mobil, hal pertama yang terlihat adalah kekagetan Nara. Dia senang Billy paling tahu tempat romantis untuk mengajak gadis keluar, tapi yang Billy tidak tahu adalah di kafe itu menyimpan kenangan yang menyebalkan untuk Nara. Kafe itu mengingatkan Nara tentang Randy--- salah satu mantannya yang sempat membuat dia kesal sampai berhari-hari, pada akhirnya kekesalan Nara berujung pada insiden 'batu nyasar'
"Ra?"
"Hah?" Nara kaget dan lamunannya buyar saat Billy menyapanya.
"Kamu kenapa?" tanya Billy yang keheranan melihat Nara bengong. "Kok bengong, sih? Masuk, yuk."
Tidak tahu harus menjawab apa, Nara cuma bisa mengangguk-ngangguk saja. "Eh? I-iya."
Nara makan siang berdua dengan Billy. Semuanya Billy yang mentraktir tentunya. Meskipun tergolong kafe yang romantis, tapi kalau siang hari tidak ada pertunjukan musik apa-apa. Kafe terlihat sangat sepi meskipun pengunjungnya juga lumayan banyak.
"Aku sengaja ngajak kamu ke sini, karena aku tahu kamu pasti lapar, kan? Makanya kita makan siang dulu di sini, baru setelah itu kita lanjutin jalan-jalannya. Kamu mau pergi ke mana, Billy akan setia anterin kamu ke mana pun." Billy dengan bangganya berkata, lalu memegang sendok mau memulai makannya. "Ya udah, yuk. Kita makan."
Nara mengangguk-angguk, perutnya juga kebetulan terasa lapar. Karena dia tipe-tipe orang yang tidak tahan menahan lapar, makanya kalau perut lapar harus langsung diisi. "Eh iya, Bil. Katanya tadi di sekolah kamu bilang mau jelasin sesuatu sama aku?"
Teringat dengan janjinya itu, kesenangan Billy karena jalan berdua dengan Nara pun sedikit terusik. Karena memang alasan Nara mau pergi dengannya karena Billy menjanjikan sesuatu, dan Nara tidak salah kalau sekarang menagih janji itu. Billy bukannya tak ingat, tapi memang sengaja dia abaikan dulu sementara mereka masih menikmati makan siangnya.
"Jadi gimana, Bil? Gimana caranya biar Marvin mau maafin aku?"
Billy terpaksa meletakkan sendoknya dan menghentikan makannya untuk lebih fokus membicarakan tentang Marvin kepada Nara. Laki-laki itu menatap wajah Nara yang penuh harap itu dengan serius. "Kamu kenapa sih, ngotot banget mau minta maaf sama Marvin? Emang itu penting banget ya, buat kamu?"
"Ya jelas penting lah, Bil," jawab Nara. "Kalo nggak penting ngapain juga aku sampe ngomong serius kayak gini sama kamu?" Nara lalu bertopang dagu sambil menerawang. "Aku cuma nggak mau aja, ada masalah di kemudian hari. Jadi apapun yang terjadi aku harus dapetin maaf dari Marvin."
Menanggapi keseriusan Nara ini, Billy hanya bisa menarik napas panjang. Mengusir segala ketegangan yang ada di hatinya. "Sulit."