Leher Nara terasa kaku. Tapi dia paksakan untuk menoleh ke belakang memandang Marvin. Nara nyengir.
"Cepetan pulang."
"Iya, iya. Nggak usah ngusir berkali-kali juga kali, Vin," kata Nara yang kembali melangkahkan kakinya.
"Masuk."
Nara kaget. Dia berhenti berjalan untuk mencoba mempertajam pendengarannya. Berpikir suara siapa yang barusan terdengar dan mengatakan 'masuk'. Marvin menyuruh siapa? Dia? Masuk ke mana? Ke rumahnya? Marvin menyuruh Nara masuk? Nara pasti salah dengar.
Terdengar suara gembok pintu dibuka. Nara penasaran dan memutar tubuhnya ke belakang. Dia melihat Marvin membuka pintu pagar.
"Masuk," ujar Marvin lagi.
"Aku?"
"Ya iyalah, siapa lagi? Emangnya ada orang lain di sini selain lo?" Marvin menjawab ketus.
Nara kebingungan. Antara percaya dan tidak percaya. Tadi bukannya Marvin mengusirnya? Tapi kenapa sekarang justru menyuruhnya masuk? Cepat sekali berubah pikiran?
"Lo laper, kan?" ujar Marvin. "Gue tahu lo laper. Suara perut lo bahkan kedengeran sampe Kepualuan Seribu. Jadi mendingan lo masuk. Di rumah masih ada makanan kalo lo mau."
Kebingungan dan ketidakpercayaan terus melanda Nara. Marvin nyuruh gue masuk ke rumahnya? Terus gue disuruh makan di rumahnya? Di rumah Marvin? Mimpi nggak sih, gue?
"Ngapain bengong? Cepetan masuk. Gue nggak bakal nyuruh lo buat kedua kalinya, ya." Marvin berbalik dan berjalan menuju pintu rumahnya, menyuruh Nara mengikutinya.
Karena Marvin yang minta, Nara pun masuk mengikuti Marvin dengan senyuman kebahagiaan. Tidak menyangka saja Marvin akan menyuruhnya masuk setelah mendengar bunyi perutnya. Padahal itu juga tidak disengaja.