Nara mendesah pelan teringat percakapannya dengan sang mama waktu itu. Sekarang ini dia sudah berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh Karrel. Kenapa Karrel dan bukan Marvin? Tentu ada alasannya tersendiri. Nara duduk di kursi belakang bersama Thalita, sedangkan Marvin duduk di depan di sebelah Karrel.
Dalam perjalanan menuju Puncak, Nara terus memikirkan bagaimana caranya bicara ke Marvin tentang keinginan mamanya itu. Bukannya apa-apa sih, tapi menurut pengalaman yang pernah dia alami, kebanyakan laki-laki kalau diajak berkenalan dengan keluarga pacarnya, pasti bakalan meolak dan macam-macam, alasannya. Alasan yang paling sering didengarnya adalah kalau mereka belum siap dan takut tidak direstui hubungannya. Padahal kan cuma pacaran, belum mau married juga ini.
Itu juga yang menjadi alasan Nara tidak pernah mengajak pacarnya ke rumah, karena mereka semua selalu mengatakan alasan macam-macam. Tapi menurut Nara, itu semua bukan alasan yang masuk akal. Nara lebih meyakini kalau mereka semua tidak serius menjalani hubungan dengannya. Sama seperti Nara sendiri yang hanya menggunakan mereka supaya bisa move on. Tapi kalau sekarang, apa itu alasannya? Dan Marvin? Apa dia juga sama seperti semua mantan-mantan pacarnya? Mr. GM nya itu.
Karrel yang menyetir sesekali mengecek kaca spion di atas kepalanya dan terlihat kesal, karena melihat Thalita yang sibuk bercermin dan berdandan sejak tadi.
"Duh, kenapa ada jerawat segede ini di muka gue? Hilang deh, kesempurnaan wajah cantik gue, Nara." Thalita mengeluh sambil terus memoles wajahnya dengan bedak, guna berusaha menutupi jerawat kecil yang ada di dahinya. Hampir tak terlihat tapi Thalita heboh sendiri.
Nara hanya menghela napas saja. Tak mau ambil pusing memikirkan tentang jerawat Thalita. Dia masih belum menemukan ide bagaimana caranya mengajak Marvin ke rumah.
"Gue nggak keberatan sih kalo gue diajak dan disuruh jadi sopir," terdengar suara Karrel yang menyahut. "Tapi yang gue bingung, ngapain sih Vin, lo pake bawa ondel - ondel segala?" tanya Karrel sambil melihat Thalita dari spion di atas kepalanya.
"Sembarangan lo kalo ngomong!" Thalita langsung mencak-mencak. "Gue juga ogah ikut kalo tahu ada lo juga."
"Ya udah kalo lo nggak mau, lo turun aja di sini. Terus pulang sono ke Jakarta---aduh!" Karrel kepalanya dipukul Thalita dengan botol air mineral kosong. "Ngapain mukul gue?! Gue lagi nyetir, nih."
Thalita cemberut. "Abis lo sih, bawaanya bikin kesel aja kalo ketemu."
"Ternyata selain jadi cewek mesum, lo juga hobinya mukulin kepala orang, ya."
"Eh, apa maksud lo 'cewek mesum'?" Thalita jelas tak terima dibilang cewek mesum, apalagi oleh Karrel.
"Kalo nggak mesum, ngapain lo waktu itu masuk-masuk toilet cowok? Pasti mau ngintipin cowok di toilet, kan?"
Thalita memukul lagi kepala Karrel. Kali ini bukan menggunakan botol air mineral kosong, melainkan dengan tasnya.