"Mau nanya apa, sih? Kamu selingkuh?" Marvin asal nyeletuk saja.
"Hah? Ya enggaklah." Nara langsung buru-buru meluruskan. Jangan sampai hal itu menjadi kesalahpahaman. "Kamu kok tega banget nuduh aku selingkuh, Vin?"
"Ya terus kenapa? Serius amat?" Berbanding terbalik dengan Nara yang takut sekali dikira selingkuh, Marvin justru terlihat santai. Tadi dia hanya asal bicara saja karena dia tahu Nara tidak mungkin seperti itu.
"Jelas serius lah, Marvin. Aku nggak mau ya, kamu tuh mikir yang macem-macem soal aku. Aku emang playgirl tapi aku bukan tukang selingkuh."
Marvin mengangguk saja. "Ya udah. Bagus kalo emang kayak gitu."
Nara sedikit kesal juga pada Marvin. Meskipun hanya asal bicara, bisa-bisanya Marvin menanyakan perihal perselingkuhan padanya. Padahal dunia pun tahu kalau yang ada di hati Nara hanya Marvin seorang.
"Terus mau nanya apaan tadi?" Marvin kembali ke topik awal dan melupakan topik tentang perselingkuhan.
Nara memperbaiki posisi duduknya dan berdehem sebentar lalu kembali serius menatap Marvin. "Maksud aku gini loh, Vin. Kamu kan tahu aku playgirl. Kok kamu mau sih, sama aku?"
Marvin diam. Dia sibuk mengamati gitar di tangannya dan memetik senar gitar sesekali---menimbulkan nada yang berbeda-beda.
"Marvin." Karena tidak mendapatkan jawaban, Nara mulai khawatir.
"Emang kenapa kalo kamu playgirl?" ujar Marvin masih belum mengalihkan pandangan dari gitarnya serta kesibukannya memainkan senarnya. "Kayak yang kamu bilang tadi, kalo kamu emang playgirl dan bukan tukang selingkuh. Ya udah. Apa yang harus dibahas lagi?"
"...."
Marvin menghela napas dan menatap Nara. "Aku nggak pernah peduli soal masa lalu seseorang. Asal dia nggak pernah bohongin aku, itu nggak masalah kok, buat aku."
Nara merasa bahagia dan lega. Akhirnya dia bisa menanyakan hal yang sejak dulu ingin dia tanyakan pada Marvin. Awalnya Nara khawatir Marvin akan berubah pikiran saat dia membahas tentang masa lalunya yang memalukan itu---ya walaupun dulu dia terpaksa menjadi playgirl karena keinginannya move on dari Marvin.
"Makasih ya, Vin."
"Hm."
"Vin, kamu tahu nggak, kalo kamu itu pacar aku yang kesebelas?"
"Apa aku harus bangga soal itu?" tanya Marvin.
"Kamu tahu apa arti angka 11?"
Marvin terlihat berpikir, dan yang terlintas di benaknya adalah kesebelasan sepak bola di mana anggota timnya berjumlah sebelas orang. "Kenapa sama angka 11?"
"Arti angka 11 itu adalah nomor satu dari yang nomor satu."
Suasana hening kembali.
Marvin tak bisa melepaskan pandanganya dari gadis depannya itu. Seorang gadis yang selalu menatapnya dengan penuh cinta.
"Kamu adalah nomor satu dari yang nomor satu di hati aku," ujar Nara dengan senyuman yang mengembang dan keyakinan dalam dirinya.
"...."
"Marvin, kamu milik aku ingat?" Nara maju dan mengecup kilat tepat di bibir Marvin.
Hal itu tentu membuat Marvin terkejut. Jantungnya hampir berhenti berdetak saat Nara tiba-tiba menciumnya. Nara memang nekat, tapi dia tak pernah berpikir gadis itu akan melakukan hal itu lebih dulu. Tapi apapun itu, bukan menjadi masalah besar untuk Marvin. Hanya saja ... dia terkejut.
"Daffindra Marvin Pradana adalah milik Kallista Kinara Alvina. Oke?" tanya Nara dengan wajah semringahnya.
Marvin tak bisa menahan tawanya mendengar kalimat yang Nara ucapkan padanya. "Apa selain playgirl kamu juga psikopat? Kamu mengklaim aku sebagai milik kamu?"
Nara mengangguk-angguk santai. "Ho-oh. Kenapa? Keberatan?"
"Nggak. Terserah kamu aja, deh." Marvin memalingkan wajahnya sambil menahan senyuman kebahagiaannya. Dia tidak tahu kenapa, tapi Nara selalu bisa membuat hatinya gembira walaupun dengan cara-cara yang unik.
***
Hari Senin di jam istirahat, Nara berlari-lari kecil dengan wajar ceria di lorong sekolah. Dia sedang menuju ke kelas 12 IPA 1. Kelas yang digarismiringi Nara sebagai kandang singa itu sekarang tidak lagi mengerikan seperti dulu dikarenakan singanya sudah jinak dan berhasil ditaklukkan olehnya. Hari ini juga Nara sengaja datang ke sana untuk menemui si 'Singa' pujaan hati. Mr. GM yang paling tampan dan membuatnya jatuh cinta seumur hidup---Marvin.