Marvin untuk Nara

Larasatiameera
Chapter #37

37. Kejutan di Rumah Billy

Marvin dan Cindy pulang ke rumah bersama. Mereka memasuki rumah dan menemukan Nadia dan Billy sedang duduk santai di ruang tengah. Nadia fokus menonton televisi, sedangkan Billy asyik dengan ponselnya. Setelah melihat Marvin dan Cindy pulang bersama, mereka tampak terkejut.

"Lho? Cindy? Marvin? Kok kalian bisa pulang barengan?" tanya Nadia heran.

Marvin diam saja, sedangkan Cindy sempat menoleh sebentar ke arah Marvin meminta pendapat tentang jawaban apa yang harus dia keluarkan. Tapi Marvin tidak mau balas menatap Cindy. Bersikap masa bodoh.

Billy juga penasaran, tidak biasanya Marvin pulang bareng Cindy kalau mereka tidak baru datang dari suatu tempat bersama. Dia mengalihkan pandangannya dari ponsel kesayangannya.

"Nggg ... oh ... aku ketemu sama Marvin di jalan," jawab Cindy berbohong. Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya tentang kedatangan Marvin ke kampusnya dan berkelahi dengan Irgi. Cindy sudah memutuskan untuk menanganinya sendiri tanpa melibatkan siapapun. "Cuma kebetulan aja kok, Ma."

Nadia mengangguk tanpa keraguan apapun. Justru tadi dia berharap kalau Marvin dan Cindy memang baru dari suatu tempat bersama. "Oh iya, Cindy. Mama sama Billy punya kejutan buat kamu." Wajah Nadia langsung berubah ceria.

Cindy penasaran, begitu juga dengan Marvin.

"Kejutan?" Cindy menatap Billy dan melihat raut wajah Billy yang tampak tidak sebahagia mama mereka. Kejutan apa yang membuat Billy dan Nadia mempunyai reaksi berbeda? Dan juga reaksi apa yang akan dia tunjukkan setelah ini? Dia akan seperti mamanya atau adiknya?

"Iya, Sayang. Kejutan."

"Kejutan apa, Ma?"

Nadia tersenyum penuh arti, lalu menengok ke belakang. "Keluar sekarang." Nadia memberikan isyarat untuk seseorang yang ada di belakang.

Marvin dan Cindy memutar kepalanya ke arah lain untuk melihat ada apa di sana dan siapa yang dipanggil oleh Nadia.

Seseorang muncul dengan senyuman bahagianya. Berjalan dengan langkah tegap dan santai untuk bergabung dengan semua orang yang sedang berkumpul di ruang tengah. Seorang pria paruh baya berperawakan tinggi dan gagah sekarang ini berdiri di tengah-tengah mereka.

Ini semua memang merupakan sebuah kejutan yang membahagiakan untuk Cindy dan Nadia, tapi bukan untuk Marvin dan juga Billy.

"Papa?" pekik Cindy tak percaya.

Sosok pria yang notabene-nya adalah kepala keluarga di rumah itu pun mengangguk dengan senyuman. "Iya, Cindy. Ini Papa."

Cindy melangkah maju dan langsung memeluk papanya itu dengan penuh rasa rindu. "Papa, aku kangen banget sama Papa."

"Iya, Papa juga kangen banget sama kamu. Bagaimana kabar kamu?"

"Aku baik-baik aja kok, Pa," jawab Cindy seraya melepaskan pelukannya untuk bisa menatap wajah Ferdinan---papanya. "Papa kapan datang?"

"Tadi pagi."

Nadia tersenyum, dia tahu Cindy pasti akan senang sekali bertemu dengan papanya. "Papa akan mengurus bisnis di Jakarta, jadi untuk beberapa bulan ke depan, Papa akan menetap di Jakarta bersama kita."

Cindy semakin senang mendengarnya. "Hah? Yang bener, Pa? Papa bakal stay di Jakarta selama beberapa bulan?"

Ferdinan mengangguk. "Iya."

Cindy memeluk Ferdinan lagi dengan hati yang dipenuhi kegembiraan. "Aku seneng banget, Pa."

"Iya, Papa juga senang." Lalu Ferdinan melihat ke belakang Cindy tempat Marvin berdiri. Pria itu tersenyum pada Marvin yang belum dia sapa sejak tadi karena terlalu sibuk melepas rindu dengan anak gadisnya. "Marvin, apa kabar kamu?" tanyanya ramah.

"Baik," jawab Marvin singat dengan wajah tanpa ekspresi. Meskipun tanpa ekspresi, tapi siapapun pasti akan tahu kalau Marvin terlihat tidak bahagia.

"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Soalnya terakhir kali Om melihat kamu, kamu masih ada di rumah sakit setelah kecelakaan tahun lalu. Om minta maaf karena waktu itu Om harus segera berangkat ke Aussie. Om cuma dengar kabar kamu dari Cindy. Dan Om sempat khawatir kamu kenapa-napa." Ferdinan berkata panjang lebar.

"Saya baik-baik saja, jadi Anda tidak perlu khawatir," ujar Marvin dingin dengan tatapan mata tk bersahabat. Sepertinya memang hubungan mereka tidak begitu dekat.

Ferdinan tidak terlalu mempermasalahkan sikap dingin Marvin terhadapnya, dia menebar senyuman pada seluruh anggota keluarganya, tak terkecuali Marvin. "Untuk merayakan kepulangan Papa, bagaimana kalau malam ini kita semua makan malam di luar? Papa ingin mengajak kalian semua makan di restoran yang mahal. Bagaimana? Apa kalian setuju?"

Lihat selengkapnya