Marvin untuk Nara

Larasatiameera
Chapter #38

38. Jangan Membenci Aku

Nara terpukul sekali dengan kebenaran apa yang dia dapat hari ini. Dia menangis di kamarnya mengingat tentang kecelakaan sepuluh tahun lalu yang menewaskan kedua orang tua Marvin dan juga calon adik laki-lakinya. Nara menyesali dirinya sendiri yang waktu itu tidak mendengarkan ucapan mama dan papanya untuk tidak mengejar penjual mainan itu. Kalau saja Nara menuruti kata-kata mamanya, kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi. Marvin tidak akan kehilangan orangtuanya dan mama dan papa tidak akan kehilangan anak mereka. Ini semua salah Nara. Nara tidak sanggup lagi untuk menangis karena dia sudah terlalu lelah dengan semua kenyataan buruk ini. Dia sudah sangat salah. Salah dalam hal apapun.


"Gue nggak pernah mau memiliki sesuatu karena gue nggak mau kehilangan. Apapun itu. Gue nggak mau. Gue nggak mau semua orang ninggalin gue setelah gue milikin mereka. Karena itu gue nggak pernah memiliki siapapun kecuali kenangan tentang orang tua gue yang udah meninggal."


"Marvin, aku minta maaf," ujar Nara dengan kesedihan yang mendalam. "Aku minta maaf. Tolong jangan membenci aku."

Ponsel Nara berbunyi dari atas meja. Dengan malas dia meraih benda pipih itu dan melihat nama 'Marvin' di layar ponsel. Marvin yang menelepon. Tangis Nara semakin pecah mengingat tentang Marvin.

Marvin ....

Kenapa Marvin harus menelepon di saat seperti ini? Nara tidak sanggup untuk menjawab telepon dari Marvin apalagi dalam kondisi seperti ini. Kondisi yang tidak memungkinkan untuk mendengarkan suara Marvin, dan berbicara dengannya. Nara tidak sanggup.

Sementara itu Marvin resah mondar-mandir di kamarnya menunggu Nara menjawab teleponnya. Marvin sampai mencoba berkali-kali karena tidak sabar menunggu jawaban teleponnya.

"Nara ke mana, sih? Kok teleponnya nggak diangkat?" Marvin menatap ponselnya dengan bingung. "Nggak biasanya dia kayak gini?"

Nara masih terus menangis dengan membiarkan ponselnya terus berdering. Marvin masih berusaha untuk menelepon Nara.

"Ke mana sih, dia?" Marvin akhirnya menyerah dan melempar tubuhnya ke ranjangnya dengan posisi terlentang. Saat menoleh menengok jam dinding, jam menunjukkan pukul 19.15 WIB. "Baru juga jam segini masa sih, dia udah tidur?"

Nara bingung harus berbuat apa sekarang. Bagaimana kalau Marvin tahu yang sebenarnya bahwa dialah yang menyebabkan kecelakaan itu? Nara yakin tidak akan ada lagi pintu maaf untuknya. Karena itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Marvin akan benar-benar membencinya kali ini. Nara akan kehilangan Marvin. SELAMANYA?

***

Marvin mencari-cari Nara di sekolah esok harinya. Dia khawatir karena semalaman teleponnya tidak ada yang diangkat. Sampai tadi pagi juga, Marvin belum berhasil berbicara dengan Nara. Laki-laki itu mencari ke kelas, tapi Nara tidak ada di sana. Lalu dia pergi menelusuri lingkungan sekolah untuk menemukan sosok Nara yang dia cari-cari.

Pencarian Marvin akhirnya membuahkan hasil saat dia melihat Nara sedang berjalan sendirian dengan langkah pelan di teras sekolah. Marvin langsung berlari ke tempat Nara.

"Nara!" panggil Marvin yang beberapa detik kemudian sudah ada tepat di sebelah Nara.

Nara menoleh kaget. Melihat Marvin datang menghampirinya, membuat dia kembali teringat tentang kecelakaan itu.

"Kamu tadi malem ke mana, sih? Kok telepon aku nggak diangkat semalaman?" tanya Marvin. "Kenapa? Nggak biasanya lho, kamu kayak gini?"

"Aku minta maaf," ujar Nara yang tetap berwajah murung tanpa seulas senyum seperti biasanya. "Semalem aku ketiduran dari sore. Jadi nggak bisa angkat telepon kamu." Nara terpaksa berbohong pada Marvin. "Ada apa kamu telepon aku? Ada hal yang penting?"

Marvin menggeleng, kelihatannya dia menerima alasan Nara dengan senang hati. "Nggak, kok. Nggak ada apa-apa. Tadi aku cuma heran aja. soalnya nggak biasanya kamu nggak angkat telepon dari aku padahal belum terlalu malem."

"Aku minta maaf ya, Vin." Hanya maaf yang bisa diucapkan Nara, meskipun Nara sudah merasa kalau dia tidak pantas lagi terus mengucapkan maaf pada Marvin "Kemaren aku capek banget soalnya. Sampe ketiduran dari sore."

Marvin tidak keberatan dan dia tersenyum memandang Nara. "Iya, nggak apa-apa, kok."

Nara sedih melihat senyum Marvin. Biasanya dia selalu bahagia melihat senyum itu, tapi kali ini beda. Apa Marvin akan marah kalau tahu yang sebenarnya? Marvin akan terpukul dan kembali menjadi Marvin yang dingin seperti dulu atau bahkan lebih parah dari itu? Nara takut kalau semua itu akan benar-benar terjadi. Dia memeluk erat Marvin.

Marvin bingung, tanpa ada sebab apapun, Nara tiba-tiba memeluknya erat sekali. "Kenapa, sih? Ada apa?" tanya Marvin yang balas memberikan pelukan untuk Nara.

Lihat selengkapnya