Nara turun ke lantai bawah sambil menyandang tas selempangnya. Dia sudah rapi dan siap sarapan bersama Fadira dan Alvin kemudian berangkat ke sekolah. Namun, saat tiba di ruang makan gadis itu tak menemukan siapapun di sana. Alvin dan Fadira tak terlihat di mana pun padahal makanan sudah tersaji lengkap di atas meja.
"Loh? Mama sama Papa ke mana?" Nara mengedarkan pandangan ke segala arah. "Makanan udah siap kok nggak ada orang?"
Karena penasaran dengan keberadaan mama dan papanya, Nara melangkahkan kakinya ke belakang. Dia sudah lapar dan harus berangkat ke sekolah. Tidak mungkin dia makan duluan tanpa mama dan papanya.
Langkah pelan Nara, berhenti ketika dia berada di halaman belakang rumah. Gadis itu melihat Alvin dan Fadira sedang duduk berdua di teras rumah dengan posisi membelakanginya. Entah apa yang sedang dilakukan kedua orangtuanya tersebut di pagi hari seperti ini.
"Ma, sudahlah." Alvin sepertinya berusaha membujuk sang istri akan suatu hal. "Nggak perlu terlalu dipikirkan tentang Kak Nadia."
Nadia? Nara terpaksa menguping dan ternyata kedua orangtuanya sedang membahas tentang Nadia.
"Lagipula Nara dan Marvin kan sudah putus. Apa yang Mama masih khawatirkan? Kak Nadia nggak akan mengganggu kita lagi."
Mengganggu? Apa Tante Nadia datang lagi?
Fadira tampak sangat khawatir. "Bukan itu, Pa. Mama bukan memikirkan Kak Nadia. Mama memikirkan anak kita---Nara."
Alvin menjadi pendengar.
"Mama bukan khawatir Kak Nadia mendatangi Mama lagi. Tapi Mama takut kalau Kak Nadia mendatangi Nara."
"Itu nggak akan terjadi," kata Alvin. "Sudahlah. Jangan terlalu memikirkan hal yang nggak perlu, Ma. Mama juga jangan seperti ini terus. Nanti Nara curiga. Jangan sampai Nara tahu kalau Kak Nadia pernah mendatangi Mama dan mengancam Mama."
Nara perlahan melangkah mundur. Dia sudah tahu topik pembicaraan Alvin dan Fadira.
Tentang Nadia.
Dia sudah cukup paham dan memutuskan untuk mundur saja daripada mama dan papanya tahu dia menguping.
Nara duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan. Dia putuskan untuk menunggu mama dan papa di ruang makan saja sampai mereka menyelesaikan pembicaraan. Ada banyak makanan lezat yang tersaji di hadapannya, tapi Nara merasa enggan untuk menyentuhnya. Pikirannya melayang ke mana-mana dan teringat kejadian beberapa waktu yang lalu---sebelum dia memutuskan untuk meninggalkan Marvin.
Nara baru pulang sekolah. Dia heran karena melihat sebuah mobil terparkir di halaman rumahnya. Dia tahu pasti ada tamu dan dia langkahkan kakinya menuju pintu untuk sekedar menyapa siapa pun tamu yang datang.