Rasa khawatir Billy belum reda sebelum dia berhasil menemukan Marvin. Sampai sekarang Billy juga belum bisa menghubungi Nara untuk sekedar bertanya, apa Nara sudah menemukan Marvin apa belum?
Sampai malam hari, Billy masih berkeliling Jakarta untuk mencari Marvin. Dia mengendarai mobil kesayangannya di sepanjang jalan raya dengan kecepatan sedang, menolehkan kepalanya ke segala arah, berharap menemukan sosok Marvin yang dicarinya.
Billy sampai di sebuah jalanan sepi yang di kanan-kiri jalan banyak ditumbuhi pohon pinus yang berjajar di sepanjang jalan. "Marvin, lo ke mana sih, sebenernya?" Billy kesal dan memukul setir mobilnya. "Nggak tahu apa, kalo semua orang tuh panik banget nyariin dia?"
CIIITTT!!!
Billy menginjak rem mendadak sampai berdecit saat dia melihat sesuatu di depan mobilnya yang membuat jantungnya lagi-lagi hampir copot karena kaget. Untung saja Billy bisa dengan spontan menginjak rem, kalau terlambat sedikit saja mobilnya pasti sudah menabrak. Napas Billy terengah-engah, dia benar-benar terkejut. Apalagi setelah melihat apa yang hampir dia tabrak.
Lampu depan mobilnya menyorot wajah seseorang yang berjalan dengan tenang di tengah jalan tepat di depan mobilnya. Entah apa yang orang itu lakukan dengan berjalan di tengah jalan dan mengagetkan orang lain seperti itu. Billy nyaris tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Marvin.
"Marvin? Itu Marvin?"
Seperti melihat bongkahan emas yang sudah lama dia cari-cari, Billy segera mematikan mesin mobilnya, melepas sabuk pengamannya dan keluar mobil. Berjalan menghampiri Marvin yang tentunya sudah menghentikan langkahnya ketika ada sebuah mobil melaju ke arahnya. Pembawaannya tetap tenang seolah tak takut akan tertabrak.
"Vin, lo ke mana aja sih, dari kemaren? Lo tahu nggak, semua orang tuh panik nyariin lo? Gue, Mama, Kak Cindy, Nara ... lo kenapa sih, jadi kayak gini sekarang? Lo---" Billy mendadak berhenti mengomel ketika menyadari ada yang tidak beres dengan Marvin.
Wajah Marvin tampak tidak baik-baik saja. Sudut bibirnya tampak luka dan berdarah, belum lagi beberapa bagian wajahnya tampak membiru dan lebam.
"Vin, muka lo kenapa?" Billy mulai cemas dan pikirannya pun mulai menjelajah ke mana-mana. "Lo kenapa babak belur gini? Lo habis berantem?"
Marvin tidak menjawab. Dia tetap diam dengan tatapan datarnya seolah tidak mempedulikan Billy yang mencemaskan keadaannya. Pikirannya justru kembali ke beberapa waktu sebelum mereka bertemu.
Sebuah ingatan kilat saat dia mendadak dihadang beberapa orang laki-laki yang langsung mengeroyoknya. Tidak ada waktu untuk berpikir mereka perampok atau siapa, yang Marvin tahu hanya dia harus membela dirinya. Mereka berkelahi dan saling melayangkan pukulan walaupun akhirnya Marvin lah yang berhasil mengalahkan mereka.
Baru di saat sudah berhasil melumpuhkan beberapa orang yang mencegatnya, Marvin melihat wajah seseorang yang sangat dia kenali yaitu Irgi. Rupanya mantan pacar Cindy itu mau membalas dendam padanya karena pernah memukulinya di kampus waktu itu, hanya saja menggunakan cara pengecut.
"Vin! Lo berantem sama siapa?" Billy masih menuntut jawaban.