Hening. Suasana memang sepi tanpa ada staupun kendaraan yang lewat atau suara-suara lain. Hanya debaran jantung Billy yang terdengar. Billy bisa mendengar dengan jelas detak jantungnya yang sangat cepat. Marvin tahu banyak tentang hal ini, bahkan tentang dirinya yang sudah mengetahui rahasia Ferdinan.
"Om Ferdinan. Bokap lo yang udah membunuh orang tua gue," ujar Marvin tanpa melepaskan pandangan dari wajah Billy yang pucat pasi. Shock berat.
"Lo tahu kalau gue tahu?" tanya Billy.
"Sejak kepulangan lo dari Aussie, sikap lo aneh tiap kali Tante Nadia tanya apa alasan lo pulang mendadak. Sikap lo juga aneh pas bokap lo pulang waktu itu. Terus soal Nara. Cuma lo yang bisa ngerubah keputusan dia yang bahkan gue pun nggak bisa berbuat apa-apa soal itu. Ternyata tebakan gue bener. Lo emang tahu sesuatu tentang bokap lo waktu di Aussie."
Meskipun gugup dan lumayan tertekan, Billy masih bisa mengendalikan dirinya. Untuk menghadapi Marvin, dia harus selalu tenang dan tidak boleh terpancing emosi. "Sejak kapan lo tahu tentang bokap gue? Dan gimana lo bisa tahu?"
"Apa gue harus jawab pertanyaan macam itu?" Marvin tidak pernah berniat sedikitpun untuk memberitahu Billy sejak kapan dia tahu kebenaran itu dan dari mana dia tahu. Semuanya ada di dalam ingatannya.
Kira-kira setahun yang lalu Marvin mendapat chat misterius dari seseorang yang tidak dikenal, menyuruhnya datang ke suatu tempat.
Kalau kamu ingin tahu siapa yang membunuh orang tua kamu, datanglah ke tempat yang sama di mana terjadi kecelakaan sembilan tahun yang lalu. Kamu akan mengetahui semua kebenaran yang seharusnya kamu tahu. Tapi jangan lupa kamu harus datang sendirian dan siapkan uang tunai satu milyar sebagai balas jasa. Aku tunggu besok jam 3 sore.
Waktu itu Marvin sama sekali tidak mengerti mengenai isi pesan itu, karena setahu dia orangtuanya meninggal karena murni kecelakaan. Dia sempat menganggap itu pesan iseng dari seseorang. Tapi kalau memang yang dikatakan di pesan itu benar adanya, berarti Marvin memang harus datang menemui orang itu. Dia juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan peristiwa sembilan tahun lalu itu.
Marvin akhirnya bertemu dengan seseorang di tepi tebing tempat dulu mobil yang dia tumpangi dengan mama dan papanya terjatuh. Seorang pria tidak dikenal itu memberikan bukti rekaman percakapan seseorang.
"Sehan Group harus menjadi milikku. Karena itu malam ini juga, kamu bunuh mereka. Mereka akan pergi ke Puncak malam ini. Sabotase mobilnya dan pastikan mereka semua mati." Seperti itulah isi rekaman itu.
Suara Ferdinan---papa Billy. Marvin kenal betul dengan suaranya. Sejak itu Marvin mengetahui kejahatan yang dilakukan Ferdinan. Orang yang memberinya rekaman itu adalah salah satu komplotan mereka.
"Kalo lo udah lama tahu tentang hal ini, kenapa lo tetep diam? Kenapa lo nggak bilang ke Nara dan membiarkan dia merasa bersalah?" tanya Billy.
"Lo juga!" seru Marvin. "Lo juga tahu yang sebenernya, tapi kenapa lo diem? Kenapa lo baru bicarain sekarang sama Nara? Kenapa nggak dari dulu?"
Billy diam.
Marvin diam.
Mereka berdua sama-sama saling tahu apa alasan masing-masing kenapa mereka memutuskan untuk bungkam selama ini. Kenapa mereka baru kali ini saling membuka rahasia besar itu? Kenapa tidak dari dulu saja sejak mereka mengetahuinya langsung dibongkar rahasia itu? Meski alasan mereka berbeda, tapi apapun alasan itu mereka sama-sama saling tahu dan memahaminya.
Semua ini demi Cindy dan Nadia. Hanya itu alasannya.
"Gue tahu itu berat buat lo," Marvin berkata. "Menerima kenyataan kalo bokap lo seorang penjahat, itu bukan hal yang mudah. Dan lo sengaja diam karena lo mau berusaha nutupin kejahatan bokap lo, kan? Pura-pura hal itu nggak pernah terjadi karena lo pikir nggak ada orang lain yang tahu selain lo?"