Dengan bertanya pada Fadira dan Alvin, Nara akhirnya tahu di mana Radit dan Agatha dimakamkan. Siang itu juga dia pergi ke pemakaman dengan membawa sekeranjang bunga.
Nara jongkok di depan makam kembar yang bertuliskan Agatha dan Radit. Makam itu berdampingan. Di sana Nara melihat ada sebuah buket bunga mawar indah di masing-masing makam. Bunga itu masih segar, pertanda bahwa baru ada seseorang yang datang sebelum dia.
"Marvin ...." Nara yakin kalau Marvin pasti baru saja mengunjungi orangtuanya.
Nara menabur bunga di atas kedua makam itu sampai keranjang bunganya kosong. Setelah selesai menabur bunga, Nara menatap kedua batu nisan itu dengan ekspresi sedih dan menyesal.
"Om Radit, Tante Agatha ... perkenalkan saya Nara. Saya sengaja datang ke sini karena ada hal yang ingin saya bicarakan. Saya mau minta maaf Om, Tante. Saya minta maaf karena sudah menyakiti Marvin." Nara berbicara dengan nada yang sopan seperti sedang bicara langsung dengan mama dan papa Marvin.
"Saya tahu saya salah, dan sayang benar-benar menyesal. Saya tidak akan berhenti berusaha untuk bisa memperbaiki kesalahan saya pada Marvin. Meskipun Marvin sudah tidak menginginkan saya lagi, saya akan tetap menjaga dia. Saya akan tetap mencintai dia. Karena itu, tolong maafkan saya. Maafkan semua kesalahan saya."
Angin semilir berembus di tempat sepi itu dan sukses membuat rambut panjang Nara yang tergerai menjadi berantakan. Nara harus bersusah payah untuk menata rambutnya.
Setelah dirasa cukup mengunjungi makam orangtua Marvin, Nara beranjak dari jongkoknya dan merogoh tasnya. Dia memeriksa ponselnya karena tidak tahu kenapa tiba-tiba ingin melihat benda pipih tersebut. Betapa terkejutnya Nara melihat ada 20 missed calls dan 1 chat dari Marvin.
"Marvin? Kapan dia telepon?"
Nara kemudian membuka room chat di ponselnya dan menemukan satu pesan dari Marvin.
Nara
Nara kebingungan dengan isi chat tersebut yang hanya menampilkan empat huruf yang menuliskan namanya. "Ada apa, ya? Jangan-jangan ada yang penting sampe ada missed calls sebanyak itu."
Nara segera menelepon Marvin. Sejak putus, baru kali ini dia mendapat telepon atau chat dari Marvin. Mengingat hubungan mereka kurang baik akhir-akhir ini, sepertinya memang ada yang penting sampai Marvin mencoba menghubunginya sebanyak itu. Namun, Nara tak bisa menghubunginya.
"Kok nggak bisa, sih? Marvin ke mana, ya? Ah, nyesel gue. Ngapain tadi hape gue silent segala?" Nara menggerutu sendiri dan bermaksud mau menelepon Marvin lagi saat ada panggilan masuk dari Billy.
"Halo, Bil?"
"Ra, kamu di mana?" tanya Billy yang saat ini sudah berada di dalam mobil di jalan raya menuju rumah Nara.
"Aku?" Nara sedikit heran. "Aku ada di kuburan."
"Di kuburan?"