Praang! Suara piring pecah terdengar di tengah kesunyian malam.
“Makanan apa ini?” kata Ayah Putri.
Braak ... suara pintu dibanting kemudian disusul terdengar suara sepeda motor yang lambat laun terdengar menjauh pergi.
Dengan berderai air mata Ibu Putri mengambili pecahan piring dan menyapu nasi yang berceceran.
Hal itu merupakan suatu yang harus Putri dengar dan dilihat setiap harinya. Sungguh ironis bukan.
Putri hanya mampu diam dan tak berbuat apa-apa. Sebagai anak hanya bisa melihat dan diam. Hal itu membuat dia tak mampu berkonsentrasi belajar. Dia harus belajar untuk mengikuti perlombaan sains.
“Ayah kenapa, Bu?” tanya Putri.
“Biasa, Ayahmu seperti itu kalau sedang ada masalah di tempat kerja,” jawab Ibu sambil menyeka air mata.
Ibu memang wanita yang sabar, kelihatan begitu tegar di depan Putri walau sebenarnya hatinya hancur. Pernah tak sengaja Putri melihat Ibunya menangis sendiri di belakang rumah. Namun di depan Putri akan selalu menampakkan senyum manisnya. Dipendamnya semua derita untuk kebahagiaan anaknya.
Berbanding terbalik dengan keadaan Putri pagi tadi di sekolah.
Suara riuh tepuk tangan terdengar menggema di lapangan sebuah sekolah menengah atas. Diikuti beberapa siswa yang di sebut namanya maju menerima piala sebagai wujud apresiasi kejuaraan lomba MAPSI.
“Kepada ananda Putri Nur Aisyah dimohon menuju panggung menerima piala kejuaraan,” kata pembawa acara.
Beberapa siswa berdiri di atas panggung dan menerima piala kejuaraan dari kepala sekolah. Anak-anak itu telah mengikuti perlombaan MAPSI mewakili sekolah dan memperoleh kejuaraan membawa nama baik sekolah.
Setelah acara pemberian penghargaan selesai Putri kembali bergabung dengan teman-temannya.
“Selamat, ya, Putri kamu memang hebat!” kata Vera sahabat Putri.
“Terima kasih, Vera kebetulan saja bisa mengerjakan soalnya kemarin jadi bisa juara,” jawab Putri.
“Ya tidak lah, kamu memang pandai tanpa belajar mana bisa,” jawab Vera.
Kemudian disusul teman-teman Putri banyak pula yang memberikan selamat. Tak terkecuali, Arman yang begitu perhatian kepada Putri. Sebenarnya Arman sudah menaruh hati lama kepada Putri, namun karena masih pelajar dia hanya bisa memendam rasa saja.