Marwah

Wardatul Jannah
Chapter #2

Teman Aneh

Marwah kaget bukan main. Sebelum pintu memang ada lorong ke arah timur, rupanya ia berasal dari situ, pintu kebetulan lurus dengan tangga.

"Ghufron apa yang kamu lakukan?"

Marwah terbelalak kaget, sambil memegang dadanya sendiri untuk menenangkan detak jantungnya yang berdentum, serta merta Ghufron melepas tangannya yang baru saja memegang kerudung Marwah.

" Eh Sorry Marwah, aku telat datang, barusan aku lewat tembok samping perpus, reflek narik kerudungmu karena aku melompat lewat situ, niatnya pegangan, eh malah kerudung kamu yang ketarik."

"Oalah Iya gapapa," Balas Marwah sekenanya, jujur saja ia sedikit kesal, hampir saja kerudungnya lepas karena ditarik, untung Marwah sigap dan cepat-cepat merapikannya.

Tidak perlu lama-lama mengobrol, karena Marwah juga tidak terlalu akrab dengan Ghufron, Marwah memilih segera beranjak untuk membuka pintu perpustakaan yang memang tidak dijaga petugas, jadi maklum jika ia bisa bebas kesitu saat jam kosong, yang penting tidak terlihat berkeliaran di luar kelas, alhasil aman. 

Ghufron izin pamit ke Marwah untuk ke kelas.

Perpustakaan sepi, seperti biasa, ruang tersembunyi yang sebenarnya sangat perlu dimanfaatkan, entah mengapa di sekolahnya minat baca kurang diperhatikan, yang terpenting hanya mengikuti pelajaran dari guru, istirahat dan pulang ke rumah masing-masing.

Marwah langsung menuju rak yang terletak di pinggir jendela, disana ada sebuah novel yang masih belum selesai ia baca, karya Enid Blyton, yang berkisah tentang petualangan empat anak muda beserta satu anjingnya.

Diambilnya novel Enid Blyton yang berjudul Petualangan itu, raut wajah bahagia tak bisa ia sembunyikan, setidaknya dengan membaca ia bisa melupakan kegalauan yang baru saja dialaminya.

Ada ilustrasi di sampul bukunya, yang menggambarkan persahabatan, empat orang anak beserta anjingnya. Marwah sudah sangat tidak sabar untuk melanjutkan lembar demi lembar petualangan imajinasinya yang tertunda, namun sebelum membaca Marwah mengarahkan tangannya ke jendela, ia membukanya agar angin sejuk bisa mengurangi pengap dalam ruangan. Tidak terlalu kotor memang, karena ada petugas yang setiap hari membersihkan, hanya sayang saja, ruangan perpus itu jarang sekali dikunjungi, mungkin karena tidak ada pengunjung itulah perpustakaan ini tidak ada penjaga.

Dari jendela perpustakaan Marwah bisa melihat kelasnya yang ada di lantai dua, tidak salah lagi suara teman-temannya terdengar riuh karena bisa bercanda sesuka hati tanpa didampingi guru, bahkan ada satu dua anak kejar-kejaran di depan kelas. Untungnya, kelasnya yang besar itu tidak berdampingan dengan kelas lain, akan sangat mengganggu jika ada kelas tetangga, karena bisa dibilang ruangannya lebih tepat dibuat Aula, nyatanya, kelas itu sering kali digunakan untuk kegiatan saat ada kepentingan.

Lihat selengkapnya