Ritzy selalu merasa cukup beruntung dibanding teman-teman seumurannya. Mempunyai wajah cantik, badan yang bugar, dan pekerjaan mapan di perusahaan ternama. Pekerjaan yang mampu memberinya sebuah apartemen layak, dengan interior dan furnitur mewah. Tipe apartemen mewah di pusat Jakarta, yang biasanya tidak mampu dibeli oleh karyawan muda seperti Ritzy. Banyak cerita-cerita liar yang beredar tentang cara dia mendapatkan apartemen itu. Yang tidak diketahui banyak orang adalah bagaimana ketatnya dia memperhitungkan setiap Rupiah yang dia habiskan. Berbeda dengan teman-temannya yang lebih memilih hidup foya-foya.
Hari ini Ritzy kembali WFH. Dari sore, sesaat setelah menyelesaikan meeting terakhir hari itu, dia sudah sibuk di dapur. Dia mengundang Adam, Dania, Stefan, Maury, dan Renny (ini karena dipaksa Dania. Dia dan Stefan merasa Renny gak se-level mereka) untuk makan malam malam bareng. Di meja sudah terhidang 3 jenis makanan, dan beberapa botol wine. Tinggal saos untuk salad, yang dibikin langsung dari buku resep Julia Child. Temanya French fine dining.
Bel berbunyi.
Sedikit kaget, Ritzy melirik jam di hape.
Mereka harusnya belum sampai jam segini, batinnya, sambil bergegas ke arah pintu.
Dia mengintip dari lobang pintu, tapi tidak ada siapa-siapa di luar sana. Dengan enggan pintu pun dibuka. Ritzy melihat kiri kanan lorong panjang apartemen itu… Kosong melompong. Annoyed, setengah membanting pintu dia kembali ke dapur memeriksa kondisi saosnya.
Bel kembali berbunyi. Berkali-kali, membuatnya tak kalah kaget dari sebelumnya. Mukanya cemberut, makin annoyed.
“Bentarrr!” teriaknya, sambil terus mengaduk adonan saos di panci yang sedang dibakar api biru menyala.
Bel kembali berbunyi. Makin sering. Dipencet berkali-kali tanpa jeda.
Ritzy pun mematikan kompor, melempar sendok kayu ke dalam panci saos. Bergegas ke pintu, siap untuk menyemprot siapa pun yang ada di baliknya.
“Seriously, guys. Gak lucu!” makinya, sambil menarik pintu keras.
Lagi-lagi tidak ada siapa-siapa. Emosinya makin naik, menutup pintu dengan kasar, lalu balik ke dalam, meraih hape, menekan nomor di WAG mereka. Tak lama setelah suara tersambung, seseorang langsung menjawab, video call. Tampak Stefan, Maury, dan Renny, yang ternyata berada di dalam 1 mobil. Tak lama, Adam pun bergabung di video call itu, di mobil lainnya.
“Sabar, udah otw. 10 menit lagi sampai. Hujan lumayan deras, tapi gak bakal telat,” cerocos Adam, tampak santai di depan setir.
Wajah Ritzy yang sudah emosi tampak mengkerut, matanya membelalak.
“Seriusan deh, kalian jangan ngerjain gw donk. Dari tadi mencet- mencet bel. Gw lagi ribet ni nyiapin makanan buat kalian,” balasnya ketus.
“Girl, lu terlalu tegang, jangan serius-serius amat persiapannya. Cuma kita-kita doank kok. Plus… Renny,” sambar Stefan, setengah teriak dari kursi pengemudi, ke arah hape yang dipegang Maury di sebelahnya.
“Anyway, Dania MIA, gak bisa dihubungin, dan tadi gak ada di kantor. Lagi panik ngurusin topeng-topengan buat Bu Chyn kali. Jadi kita tinggal aja. Paling ntar nyusul,” lanjutnya.