Masa Lalu

Diano Eko
Chapter #4

BAB 4: NO BODY, NO CRIME

Pagi itu Absola terlihat berbeda. Meski masih terasa kepanikan akan pesta yang makin mendekat, semua orang lebih dalam dalam moda campur aduk. Wajah mereka tegang, lebih banyak diam, jauh berbeda dari biasanya. Masih berduka atas apa yang menimpa Ritzy. Semua terlihat sibuk, grasak-grusuk dalam kecemasan, dari pagi, terutama Renny. 

Kurang dari 40 jam menjelang pesta 10.10, Chyntia masih belum berhasil menghubungi Dania. Telpon tidak diangkat, WA tidak dibaca. Dan sekarang sepertinya hapenya mati total. Sengaja dimatikan, tuduh Chyntia. Dan tentu saja ini membuat perempuan itu makin murka. 

Sekitar jam 6 pagi ini Renny mendapatkan WA dari HR, menginformasikan kalau dia harus dedikasikan waktunya untuk Chyntia, menggantikan Dania sementara. Renny bisa membayangkan mimpi buruk yang akan mengisi hari-harinya. Untuk sementara dia harus pindah ke meja Dania di lantai 2. HR juga mengirim seseorang untuk menggantikannya sementara di meja resepsionis. 

Renny sudah standby di kantor dari jam 7. Bayangan mengerikan jasad Ritzy yang penuh lumuran darah tidak bisa lepas dari kepalanya, membuat dia tidak bisa tidur semalaman. Meski pun lelah dan mengantuk, dia memutuskan untuk datang ke kantor lebih awal, setidaknya bisa mengalihkan pikiran dia dari bayangan mengerikan tersebut. 

Tiba-tiba hape Renny berbunyi, WA masuk dari sopir Chyntia, mengabarkan kalau dia akan sampai kantor dalam 5 menit. Strangely enough, Renny merasa cukup rileks. Dia sudah menyiapkan semua yang kira-kira akan dibutuhkan Chyntia hari itu. Untuk detail acara nanti malam, dia sudah minta tim acara standby dari pagi. Wardrobe untuk Chyntia sudah siap di ruangan. Draft kontrak untuk brand ambassador baru sudah di-print rapi. Semua jadwal meeting dari jam 3 ke atas sudah dikosongkan, untuk memberikan Chyntia waktu yang cukup untuk go through atau approve semua hal yang sudah harus siap untuk dieksekusi, dari yang besar sampai printilan kecil. Satu-satunya hal yang tidak siap dia jawab adalah tentang keberadaan Dania.

Chyntia memasuki area resepsionis, langsung menuju lantai 2, dengan aura biasanya. 

“Masih gak ada kabar dari Dania?” tanyanya sambil lalu.

“Belum, Bu…” jawab Renny pelan.

“Stefan dan tim acara mau minta waktu 1 jam untuk run through,” lanjutnya, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

“30 menit,” jawab Chyntia, sambil melempar tasnya ke atas meja.

Renny pun mencoret catatannya.

Wardrobe Ibu sudah siap, di sana,” tunjuk Renny ke arah mini closet

“Ini draft kontrak untuk BA, legal udah review. Dan jadwal Ibu dari jam 3 udah Aku kosongin,” lanjutnya sambil berdiri mematung di depan meja Chyntia.

Chyntia, yang sudah duduk, meletakkan hapenya di meja, dan menatap Renny dalam.

“Okay… Thanks?” balasnya, masih tidak melepaskan tatapan tajam dari gadis itu.

Renny yang dari tadi hanya membatu tampak kikuk, menarik rok yang dia kenakan, seolah ada yang salah di sana. 

“Telpon PA Pak Mana, minta dia ingetin, LAGI, supaya besok beneran datang, dan gak telat. Dia harus kasih remarks di awal acara,” lanjut Chyntia, sambil membuka laptop di depannya.

Renny bergegas kembali ke meja, bersamaan dengan datangnya Stefan, Maury dan 2 orang lainnya, anak-anak event.

“Jadinya 30 menit ya,” ucap Renny, sambil menekan tombol telpon di sudut meja.

“Ha?! Gak mungkinlah,” balas Stefan sewot.

Renny cuma mengangkat bahu, sambil meletakkan gagang telpon ke telinga, menunggu PA Pak Mana mengangkat di seberang sana.

“Btw, ada kabar dari Dania? She’s in big trouble, that bitch,” tanya Stefan, mengabaikan kesibukan Renny.

Nope. Hapenya udah gak bisa dihubungin, mati total. Lagi gak pengen diganggu banget kayaknya,” jawab Renny, yang mulai tampak tidak sabar mendengarkan nada sambung yang diabaikan begitu saja.

“Aneh… Gak mungkin dia senekat ini. Gak akan berani matiin hape. Disuruh Chyntia loncat ke depan kereta yang lagi kenceng aja dia gak akan mikir dua kali, langsung… loncat… Siap mati buat boss gilanya,” bisiknya ke arah Renny, yang kembali me-redial telpon meja itu.

“Atau jangan-jangan emang udah…” lanjut Stefan, sambil memberi tanda menusuk dada berkali-kali.

“Hei! Gak lucu ah! Apalagi abis kejadian Ritzy, jangan becanda aneh-aneh! Paling dia lagi stress banget, butuh break. Gak heran si. Gw aja baru beberapa hari di sini udah mau gila,” bisik Rennys sengit.

“Stefan, now?” tiba-tiba terdengar suara dingin dari ruangan Chytnia.

Dengan gugup, Stefan dan yang lainnya memasuki ruangan itu.

“Siang Bu Chyn. Busy day, heh?” ucap Setafan, mencoba menyantaikan suasana.

Chyntia tidak menjawab apa-apa, hanya menatap tajam, sambil matanya melirik ke arah sofa. Stefan dan yang lainnya pun langsung duduk di sana, menyisakan satu seat paling ujung.

“Saya cuma punya 30 menit. Make it quick and clear,” ucap Chyntia, sambil bergabung dengan mereka.

“Aku dulu ya kalu gitu,” sambar Maury dengan suara cemas.

“Ada modif dikit di urutan rundown. Dengan kejadian Ritzy, kita harus buka acara dengan moment of silent, sebelum masuk ke rundown normal,” lanjutnya.

Maury, Stefan, dan banyak orang lainnya, sebenarnya sudah mencoba keras meyakinkan Chyntia untuk membatalkan pesta itu, untuk menghormati Ritzy. Namun Chyntia bersikeras apa yang terjadi tidak ada hubungannya dengan kegiatan kantor.

“Asisten Pak Mana bilang dia baru bisa datang jam 8an. Ada urusan penting sama notaris, masalah akte perusahaan yang harus ditand—"

Unbelievable! Jam 8 kan puncak acara, jam Saya yang speech. Telpon balik PA dia, bilang it’s not an option. Jam 6 atau dia gak ada slot,” potong Chyntia, wajahnya memerah, membuat semua orang di sana menjadi semakin tidak nyaman.

“Tapi, Bu… Kayaknya PA dia juga udah gak bisa ngapa-ngapain. Tadi udah ngotot-ngototan juga sa—“ 

Maury tidak menyelesaikan ucapannya, saat melihat tatapan tidak peduli Chyntia. 

Rundown-nya gak jadi berubah, kalau gitu. Kalau Pak Mana gak datang sebelum jam 6, no opening remarks,” ucapnya, sambil mencoret halaman buku notebook di tangannya.

“Semua pengisi acara udah ready, udah rehearsed dari semalam. Makanan, minuman, all’s good. Satu masalah, minor…” giliran Stefan yang berbicara.

Stefan berhenti sejenak, ujung matanya bisa menangkap Chyntia memutar bola mata.

“MCnya mau pakai topeng Chanel yang Ibu awalnya pesan…tapi yang salah kirim. Is that okay?” tanyanya hati-hati.

“Jadi dia akan pakai koleksi terbaru, sementara Saya pakai koleksi 5 tahun la—"

“Klasik! Ibu pakai koleksi klasik!” sambar Stefan.

“Klasik? Sekalian aja modif dikit, biar kayak ghostface di SCREAM. Trus kasih Saya pisau gede tajam. Let’s make it a Halloween party instead.”

Okey, it’s a NO then. Aku kasih tau dia deh untuk cari gantinya. Mudah-mudahan masih dapat last minute gini,” jawabnya dengan suara yang hampir hilang, lalu mengangguk pelan, tanda sudah tidak punya apa-apa lagi untuk di-update.

“Listen, guys. Minggu ini udah TMTH buat Saya. So, PLEASE pastiin acara ntar sesuai dengan yang Saya brief ke kalian. I don’t need any more excuses. Yang Saya dengar dari tadi cuma excuse after excuse… Anything else?

Semuanya hanya terdiam. Hape Stefan tiba-tiba bergetar. Dia pun buru-buru mengeluarkan hape. Wajahnya langsung pucat pasi.

“Stefan, terlalu sibuk untuk dengerin Saya?” tanya Chyntia dingin.

“No, no. Maaf, Bu. Tapi ini ada yang kirim joke keterlaluan.”

Hape Stefan kembali berbunyi, pesan baru masuk. Dia membuka tautan yang berisi video… Hapenya langsung terlempar, Stefan pun berdiri dengan muka pucat. Maury buru-buru mengambil hape yang sudah tergeletak di lantai. Wajahnya pun langsung memucat, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Sebuah video yang menunjukkan Dania sedang ditusuk berkali-kali oleh pria bertopeng, yang deskripsinya persis dengan apa yang baru saja digambarkan oleh… Chyntia. 

Chyntia merebut hape itu dari Maury. Wajah tegangnya tampak makin keras, sebelum melempar hape itu ke sudut ruangan. Semua yang ada di situ hanya bisa terdiam dan membatu, shocked.

--

Lihat selengkapnya